![]() |
| Ketika batu lebih lembut dari hati |
Batu bisa retak karena takut kepada Allah.
Tapi mengapa hati manusia kadang tak tersentuh meski mendengar ayat-Nya?
Kisah Bani Israil mengajarkan: ketika logika lebih diutamakan daripada iman, hati pun mengeras.
Kita hidup di era yang serba cepat. Setiap hari, inbox dan timeline kita dipenuhi oleh kritik, cibiran, atau debat tak berujung. Kadang, rasanya sulit sekali menjaga hati tetap tenang dan fokus.
Jika Nabi Muhammad ﷺ hidup di zaman media sosial, bagaimana kira-kira beliau menyikapi troll yang menghina, kritik yang menyakitkan, atau perdebatan yang sia-sia?
Jawabannya sudah tertulis jelas, lebih dari 1.400 tahun lalu, dalam sebuah "kode etik" perilaku sosial yang luar biasa. Inilah resep spiritual survival dari Al-Qur'an yang mendahului semua teori psikologi dan komunikasi modern:
Jabatan yang tinggi, ekonomi mapan, penampilan yang elegan, pembicara yang fasih dan keluarga yang ideal, ia miliki semuanya.
Namun ia tahu bahwa di balik penampilan yang memukau ini tersimpan kekosongan yang menghantuinya setiap malam sebelum ia tidur.
Ia berkata pada dirinya sendiri :
Aku punya segalanya... kecuali ketenangan hati dan pikiran
![]() |
| Pelajaran dari Sebuah Ajak Foto |
Pagi itu, cahaya matahari menyelinap lembut melalui sela pagar tangga kampus. Langkah mahasiswa terdengar terburu, sebagian menunduk memeriksa ponsel, sebagian lainnya sibuk mengejar waktu kuliah. Di antara hiruk pikuk itu, seorang lelaki berkaus biru berdiri tenang, sapu di tangan kanannya. Bajunya sederhana, tapi bersih.
Lalu datanglah seorang ustadz muda, Ustadz Rio Saputra. Dengan senyum bersahaja, ia merangkul lelaki itu dan berkata, “Pak, kita foto bareng, ya.”
Satu jepretan kamera, dan lahirlah gambar sederhana yang menyimpan makna besar.
Senyum itu milik Pak Karino, petugas kebersihan kampus yang sudah lebih dari sepuluh tahun bekerja menjaga kebersihan setiap sudut ruang belajar kita.
“Berfoto bareng itu tanda kita menghargai , bukan karena status, tapi karena kita sama-sama manusia.”
Rio Saputra
Siapa sangka, ajakan berfoto itu menjadi momen pertama dalam karier panjang Pak Karino bersama mahasiswa. Saat ditanya apakah selama ini pernah diajak berfoto oleh siapa pun di kampus, ia hanya menggeleng.
Tidak ada rasa kecewa di wajahnya, hanya senyum tenang, seolah mengatakan: “Tidak apa-apa, saya sudah terbiasa menjadi latar.”
Pak Karino datang ke kampus setiap pagi, jauh sebelum bel masuk berbunyi. Di saat sebagian mahasiswa masih menyiapkan catatan kuliah, ia sudah memegang sapu dan ember. Menyapu halaman, mengepel lorong, menata kursi, membersihkan kaca, menyingkirkan jejak sisa aktivitas hari sebelumnya.
Ia jarang berbicara banyak, tetapi setiap langkahnya meninggalkan keteduhan. Kampus yang bersih dan nyaman sering dianggap hal biasa, padahal di baliknya ada keringat dan dedikasi orang-orang seperti dia, pekerja senyap yang menjaga ritme kehidupan akademik tetap berjalan.
“Bayangkan kalau sehari saja beliau tak masuk,” ujar Ustadz Rio. “Kampus pasti berantakan. Tapi entah kenapa, orang yang paling membuat kampus kita bersih justru sering tak terlihat.”
Sayangnya, masih banyak mahasiswa yang belum menghargai kerja seperti itu. Masih saja ada yang membuang sampah sembarangan — bahkan di area masjid. Namun, alih-alih marah, Pak Karino memilih diam, membersihkan dengan hati sabar. Ia mengajar tanpa kata, lewat teladan sederhana.
Saya belajar hari itu bahwa menghormati manusia bisa sesederhana mengajaknya berfoto.”
Catatan Seorang Dosen
Senyum di foto itu menular. Beberapa mahasiswa yang melihat kejadian itu mulai menyapa Pak Karino keesokan harinya. Ada yang menanyakan kabar, ada yang membantu membuang sampah. Dari satu foto, tumbuh kesadaran kecil: bahwa penghormatan tidak harus dalam bentuk penghargaan besar, cukup dengan perhatian kecil yang tulus.
Di dunia yang semakin bising dengan gelar dan jabatan, kisah Pak Karino menjadi oase sederhana. Ia mengingatkan bahwa nilai manusia tidak diukur dari pangkat atau posisi, tetapi dari manfaat dan ketulusan.
Sebuah ajakan foto di tangga kampus telah membuka mata banyak orang bahwa penghargaan bisa dimulai dari hal paling sederhana: menyapa, tersenyum, dan mengakui keberadaan orang lain.
Kini, setiap kali kita menaiki tangga yang sama, mungkin kita akan teringat pada satu hal, bahwa kampus bukan hanya berdiri di atas ilmu, tapi juga di atas rasa hormat kepada sesama.
Ayat ini adalah kunci perubahan hidup, baik bagi individu maupun suatu bangsa. Allah tidak akan mengubah nasib seseorang atau suatu kaum sebelum mereka sendiri yang mengusahakan perubahan.
Inilah hukum kehidupan yang Allah tetapkan, sebuah hukum yang berlaku dalam setiap aspek kehidupan, dari spiritual, sosial, ekonomi, hingga politik.
“Mereka… ya, suara itu… selalu datang… tapi bukan seperti kemarin…”
Bagi telinga manusia, meskipun terdengar tidak runtut, ucapan itu tetap bisa memberi isyarat penting: mungkin sedang muncul halusinasi baru, atau ada peningkatan kecemasan.
Namun, bagaimana dengan mesin? Sistem automatic speech recognition (ASR) hanya akan menyalin kata demi kata. Bila salah mengenali kata, atau menghapus jeda dan pengulangan, maka pesan penting bisa hilang. Inilah tantangan besar ketika teknologi bertemu kesehatan jiwa.
Artikel ini akan membantu kamu memahami pentingnya Tes IQ, cara mempersiapkannya, dan bagaimana Psikologi Ceria Bengkulu dapat mendukung langkahmu menuju Taruna Nusantara.
Hari-hari ini Indonesia sedang memanas. Jalanan dipenuhi demonstrasi, kantor DPR dibakar, mobil aparat dilumpuhkan, dan amarah rakyat meluap ke mana-mana. Semua ini bukan muncul tiba-tiba. Amarah itu lahir dari rasa sakit yang menumpuk: ekonomi sulit, harga kebutuhan melambung, tapi para wakil rakyat hidup dengan tunjangan selangit. Luka semakin dalam ketika ada rakyat kecil, seorang pengemudi ojek online, tewas karena terlindas kendaraan aparat.
![]() |
| Sertifikat Akreditas Universitas Muhammadiyah Bengkulu terakreditasi Unggul |
Akreditasi Unggul merupakan peringkat tertinggi dalam sistem akreditasi nasional dan menjadi bukti nyata bahwa Universitas Muhammadiyah Bengkulu telah memenuhi standar mutu tertinggi dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi. Capaian ini tidak hanya menjadi kebanggaan civitas akademika UMB, tetapi juga masyarakat Bengkulu dan Indonesia pada umumnya.
Rektor Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Dr. Susiyanto, M.Si., menegaskan bahwa capaian Akreditasi Unggul ini tidak diraih secara instan, melainkan melalui proses panjang yang penuh dinamika. Ia menyebutkan bahwa perjalanan UMB dipenuhi tantangan, namun dapat dilalui berkat kesungguhan, kerja keras, dan kebersamaan seluruh elemen kampus.
“Capaian Akreditasi Unggul ini tidak datang secara tiba-tiba, melainkan melalui proses panjang yang penuh dinamika: melelahkan, berliku, dan sarat tantangan. Namun, dengan kesungguhan, kerja keras, dan kebersamaan, kita berhasil melewati semua itu,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa keberhasilan tersebut merupakan buah kerja kolektif. Menurutnya, semua pihak telah berkontribusi, mulai dari pimpinan universitas, fakultas, lembaga, biro, unit, dosen, tenaga kependidikan, hingga dukungan mitra strategis.
“Hasil ini merupakan buah dari kerja kolektif, kolaborasi, dan tekad bersama seluruh elemen UMB. Karena itu, saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tulus kepada seluruh civitas akademika... Semoga Allah Subhanahu wata'ala meridhoi setiap ikhtiar kita, dan semoga capaian ini menjadi pijakan kuat untuk membawa UMB semakin maju, unggul, dan bermanfaat bagi umat serta bangsa,” tutur Dr. Susiyanto.
Keberhasilan meraih Akreditasi Unggul menjadi bukti bahwa Universitas Muhammadiyah Bengkulu:
Menyelenggarakan tata kelola yang profesional dan transparan.
Menerapkan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan masyarakat.
Menghasilkan riset dan pengabdian masyarakat yang berdampak luas.
Mendorong kolaborasi internasional dan nasional yang strategis.
UM Bengkulu tidak akan berhenti pada capaian ini. Akreditasi Unggul menjadi pemacu untuk terus melangkah menuju visi besar: Menjadi Perguruan Tinggi Unggul dalam IPTEKS, kewirausahaan, dan peradaban kampus yang Islami pada tahun 2028. Dengan semangat inovasi, nilai-nilai Islam, dan budaya akademik yang kuat, Universitas Muhammadiyah Bengkulu siap menghadirkan pendidikan tinggi yang berdaya saing dan bermakna bagi umat dan bangsa.
![]() |
| Pertemuan Lurah Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) Sedunia di Yogyakarta |
Belajar adalah perjalanan yang tidak pernah ada ujungnya. Sejauh apa pun proses belajar kita, selalu ada ruang untuk tumbuh. Ilmu pengetahuan Allah begitu luas, sehingga setiap manusia hanya mampu menggali sedikit demi sedikit dari samudra kebijaksanaan yang tidak terbatas.
Mari kita renungkan mengapa penting untuk selalu membuka ruang pertumbuhan, bersyukur, dan menjaga kerendahan hati dalam setiap langkah perjalanan ilmu.
![]() |
| Emosi |
Pernahkah Anda merasa bersalah karena marah, sedih yang berkepanjangan, atau bahkan terlalu bahagia? Kita seringkali menghakimi emosi kita sendiri, melabelinya sebagai "baik" atau "buruk," padahal sebenarnya emosi hanyalah sinyal. Mereka hadir dalam hidup kita dengan tujuan tertentu, seperti kompas internal yang mencoba memberi tahu kita sesuatu tentang diri kita, lingkungan kita, atau situasi yang sedang kita hadapi.
Sekuat apapun iman seseorang, secerdas apapun seseorang dia pasti akan mengalami beragam emosi dalam hidupnya. Kehadiran emosi yang bebeda itu memiliki tujuan tersendiri. Hal paling penting adalah bagaimana kita bereaksi terhadap emosi yang hadir dalam teras kehidupan kita.
Meskipun mungkin kita berpikir bahwa kita bisa menyembunyikan perasaan atau niat sebenarnya, kenyataannya sangat sulit untuk benar-benar mengelabui seorang psikolog yang berpengalaman. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa hal ini sangat sulit dilakukan.
Sebagai seseorang yang pernah melalui proses seleksi beasiswa, melakukan pendampingan seleksi administrasi, substansi dan berdiskusi dengan psikolog, saya mulai merenung lebih dalam setelah mendengar kisah tersebut. Kenapa dalam waktu yang sangat singkat, mereka bisa memutuskan sesuatu yang begitu penting? Dari sinilah saya mulai berpikir, wawancara bukan hanya soal waktu, tapi lebih kepada bagaimana kita menyampaikan diri kita dengan tepat.
Program Doktor untuk Dosen Indonesia (PDDI) Tahun 2025 membuka peluang bagi dosen-dosen di Indonesia untuk melanjutkan pendidikan di jenjang doktoral di luar negeri. Beasiswa ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia melalui pengembangan kapasitas dosen yang memiliki potensi besar dalam mengembangkan bidang ilmunya.
Salah satu aspek penting yang perlu dipersiapkan dalam proses pendaftaran PDDI adalah bukti korespondensi dengan calon promotor/pembimbing dan kesesuaian dengan calon promotor/pembimbing. Kedua hal ini sangat krusial karena akan menentukan kelancaran program doktoral Anda di dalam dan luar negeri. Di bawah ini, saya akan membahas lebih lanjut mengenai kedua aspek tersebut.
Wawancara merupakan salah satu tahap penting dalam proses seleksi untuk Program Doktor untuk Dosen Indonesia (PDDI) 2025. Proses ini bukan hanya sekadar penilaian terhadap kemampuan teknis, tetapi juga mencerminkan kesiapan, karakter, serta motivasi peserta dalam menghadapi tantangan yang akan datang. Bagi banyak calon peserta, wawancara bisa menjadi momen yang menegangkan, namun dengan persiapan yang tepat, peluang untuk sukses bisa meningkat.
Dalam materi ini, saya akan membahas tips dan strategi efektif yang dapat membantu Anda mempersiapkan diri dengan baik menghadapi wawancara PDDI 2025. Materi ini tidak hanya akan membahas apa yang perlu dipersiapkan dari segi teknis, tetapi juga aspek-aspek lain yang mendukung kesuksesan dalam wawancara seperti komunikasi, sikap, dan cara menjawab pertanyaan dengan percaya diri.
Dengan memahami panduan ini, Anda diharapkan dapat meminimalkan rasa gugup, menunjukkan kemampuan terbaik, serta meninggalkan kesan positif yang akan meningkatkan peluang Anda untuk diterima dalam program ini.
Luruskan niat, teruslah berdoa dan teruslah berusaha.
Baca juga : Panduan Mempersiapkan dan Mempersiapkan Korespondensi Dengan Promotor untuk S3
Malang, 23 Muharram 1447 H
Bagi saya, perjalanan menuju wawancara beasiswa bukanlah hal yang mudah. Tapi, saya beruntung karena rahmat Allah saya bisa melewati semuanya. Kali ini, saya ingin berbagi dengan Anda kesempatan yang sama untuk mempersiapkan wawancara beasiswa PDDI 2025 melalui Sharing Session #3 yang akan mengupas habis tips-tips penting agar Anda bisa tampil percaya diri dan siap menghadapi wawancara tersebut.
Jika Anda tengah mempersiapkan diri untuk seleksi Beasiswa PDDI 2025, kesempatan ini tidak boleh Anda lewatkan! Bergabunglah dalam Sharing Session #3 yang akan membahas secara tuntas Tips Wawancara Beasiswa PDDI 2025, yang sangat cocok untuk mempersiapkan Anda menghadapi sesi wawancara beasiswa dengan percaya diri.
Di tengah lonjakan perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), kita dihadapkan pada fenomena baru: Generative AI (GenAI) mulai merambah ke wilayah yang selama ini kita anggap eksklusif milik manusia, wilayah jiwa. Chatbot kini bukan hanya menjawab pertanyaan teknis, tapi juga bisa menenangkan pikiran yang gelisah, bahkan "menyimak" cerita luka. Apakah ini pertanda bahwa mesin mulai membaca emosi kita?
Pertanyaan ini membawa kita pada dilema etis dan eksistensial: apakah empati bisa direkayasa secara algoritmik?
Saat Anda datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), apa yang paling Anda butuhkan selain pertolongan medis? Ternyata, jawaban yang sering luput dari perhatian adalah: komunikasi empatik.
Artikel terbaru dari Rio Saputra dan timnya yang dimuat dalam American Journal of Emergency Medicine menunjukkan bahwa cara tenaga kesehatan berkomunikasi dengan pasien dapat memengaruhi apakah seseorang akan menderita nyeri kronis beberapa bulan setelah keluar dari IGD. Ya, Anda tidak salah baca. Komunikasi bukan sekadar basa-basi, tapi bisa menjadi penentu masa depan kualitas hidup pasien.
Saudaraku, pernahkah kita merenungkan bagaimana keadaan kita di Hari Kiamat kelak? Al-Qur'an, khususnya Surah Al-Hadid, memberikan gambaran yang sangat kuat tentang pemandangan itu, dan secara khusus membedakan antara orang beriman sejati dengan mereka yang munafik. Ini bukan sekadar cerita, tapi sebuah peringatan tajam untuk kita semua tentang bagaimana iman bisa hilang atau menjadi tidak bernilai.
Tahukah Anda rasanya pulang ke tempat yang pernah mengubah hidupmu?
Ketika langkah kaki pertama kali menginjakkan jejak di halaman kampus ini, saya tak tahu bahwa saya sedang memasuki sebuah rumah. Bukan sekadar gedung dengan dinding beton dan atap multiroof, tapi rumah yang akan membentuk jiwa, membangun karakter, dan menempa impian. Di sinilah saya tidak hanya belajar tentang hidup, tapi belajar untuk hidup.
Seperti ribuan mahasiswa lainnya, saya datang dengan tas penuh harapan dan kepala penuh pertanyaan. "Apakah saya bisa?" "Apakah impian saya bisa terwujud disini?" "Apakah saya akan menemukan jati diri di sini?"
UM Bengkulu menjawab semua keraguan itu dengan pelukan hangat. Tidak dengan kata-kata, tapi dengan ruang.
Pagi ini saya menerima pesan dari seorang teman di Instagram yang sedang mempersiapkan diri melamar beasiswa S3. Ia bertanya: ‘Bagaimana cara menulis proposal disertasi yang kuat?’
Melanjutkan pendidikan ke jenjang doktoral adalah impian banyak akademisi dan peneliti muda di Indonesia. Jalan menuju jenjang ini tidak hanya menuntut kesiapan akademik, namun juga kelengkapan administratif dan strategi komunikasi ilmiah yang matang. Salah satu tahapan penting yang menjadi gerbang awal dalam proses seleksi beasiswa S3, baik dari LPDP, BPI Kemendikbudristek, maupun PDDI, adalah penyusunan proposal penelitian. Proposal ini bukan sekadar prasyarat formal, melainkan cerminan dari kapasitas intelektual pelamar dan arah kontribusi keilmuannya ke depan.
"Dia (Khidir) berkata, 'Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku.'"
(QS. Al-Kahfi: 67)
Sambil menyeruput air madu dan habbatussauda subuh, saya terdiam. Ini bukan jawaban yang saya harapkan jika saya jadi Musa AS. Bukannya "Baiklah, ayo ikut!", Khidir malah langsung bilang: "Kamu nggak akan kuat."
Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Kepala LLDIKTI Wilayah II, Prof. Dr. Ishaq Iskandar, M.Sc., kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Dr. Susiyanto, M.Si., dalam acara yang berlangsung di lingkungan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah II, Bandar Lampung.
Prestasi ini menjadi bukti nyata komitmen UMB dalam menghadirkan proses pembelajaran yang berkualitas, adaptif, dan berorientasi pada mutu. Evaluasi pembelajaran merupakan salah satu indikator penting dalam sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi, yang mencerminkan kesungguhan perguruan tinggi dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar yang efektif dan berdampak.
Dalam beberapa tahun terakhir, UM Bengkulu terus berbenah dan berinovasi dalam berbagai aspek, mulai dari peningkatan kapasitas dosen, pengembangan kurikulum berbasis Outcome-Based Education (OBE), hingga optimalisasi penggunaan teknologi pembelajaran melalui kelas kito.
Ada banyak orang cerdas di luar sana. Tapi tidak semua orang bisa menyampaikan kecerdasannya dengan cara yang menyentuh dan bermakna. Salah satu momen penting yang menuntut kita untuk menyampaikan siapa diri kita dengan penuh kejujuran dan daya tarik adalah saat menulis Personal Statement (PS).
Tulisan ini sering kali diminta ketika kita mendaftar beasiswa, studi lanjut, atau program akademik bergengsi. Sayangnya, banyak orang mengira PS hanyalah versi lain dari CV yang dinarasikan. Padahal, PS bukan soal daftar prestasi tetapi cerita tentang diri kita yang paling otentik, reflektif, dan penuh arah.
Maka dari itu, dalam tulisan ini, saya ingin membagikan beberapa prinsip dan tips penting dalam menyusun Personal Statement yang bukan hanya rapi secara teknis, tetapi juga punya jiwa. PS yang bisa membuat pembacanya berhenti sejenak, menatap tulisan kita, dan berkata dalam hati: “Saya ingin mengenal orang ini lebih jauh.”
Pagi ini, seperti biasa setelah shalat subuh, saya duduk dengan mushaf yang sudah menemani perjalanan spiritual saya bertahun-tahun. Ada ritual kecil yang selalu saya lakukan: membaca Al-Qur'an setelah maghrib dan subuh sambil merenungkannya, kemudian di waktu subuh saya menulis apa yang Allah sampaikan kepada hati ini.
Hari ini, mata saya terhenti pada ayat yang sudah saya baca berkali-kali, tapi entah mengapa kali ini terasa berbeda:
"Musa berkata kepadanya (Khidir), 'Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?'"
(QS. Al-Kahfi: 66)
Jujur, sebagai seorang dosen yang hampir menyelesaikan program doktoral, kadang ada momen ketika ego akademis itu muncul. Apalagi ketika berbicara di mimbar sebagai dai atau ketika menjadi motivator di berbagai forum. Ada saat-saat di mana kita merasa sudah "cukup tahu" tentang sesuatu.
Tapi ayat ini seperti menampar lembut hati saya pagi ini.
Bayangkan: Musa alaihissalam. Nabi yang berani berhadapan dengan Firaun. Pemimpin yang membelah laut. Orang yang berbicara langsung dengan Allah di Bukit Thursina. Tapi di hadapan seseorang yang memiliki ilmu yang tidak ia miliki, ia berkata dengan sangat rendah hati: "Bolehkah aku mengikutimu?"
Bukan "Aku mau kamu ajarkan aku."
Tapi "Bolehkah aku mengikutimu?"
Ada permintaan izin di sana. Ada pengakuan bahwa ia adalah murid, bukan guru.
Setiap manusia sedang menapaki jalan hidupnya masing-masing.
Ada yang kokoh berdiri dalam ketaatan, ada pula yang tertatih menapaki jalan kembali, masih berkutat dengan luka, ragu, atau masa lalu yang menghantui.
Namun, siapakah kita hingga merasa layak menghakimi?
Setiap Muslim, seberapapun kelam masa lalunya atau seterang apapun cahaya amalnya, tetaplah seorang hamba yang dimuliakan.
Yang taat bukan berarti tanpa cela, dan yang khilaf bukan berarti tak bisa kembali mulia.
Pernahkah kita berpikir?
Bahwa di balik setiap wajah yang kita temui, ada cerita yang tak kita kenali.
Ada perjuangan yang tak kita saksikan.
Ada luka yang disembunyikan rapi di balik senyum yang tampak tenang.
Di balik setiap hati, tersimpan rahasia yang hanya ia dan Rabb-nya yang tahu.
Rahasia yang bahkan tak tersentuh oleh mata paling tajam, atau telinga paling awas.
Kadang kita menyaksikan seseorang jatuh dalam dosa, dan kita tergoda untuk mencibir.
Namun, siapa tahu? Mungkin esok hari ia lebih dekat kepada Allah dibandingkan kita hari ini.
Hadirin jama’ah shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Pada pagi yang penuh keberkahan ini, tepat 10 Dzulhijjah, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengumpulkan kita di tempat mulia ini untuk merayakan hari raya Idul Adha. Sungguh ini merupakan nikmat besar yang harus kita syukuri, bukan hanya dengan ucapan, namun juga dengan tindakan nyata berupa ketakwaan, amal saleh, dan kesungguhan dalam ketaatan.
Semoga Allah menjadikan kita semua hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur dan tidak menyia-nyiakan nikmat waktu dan kesempatan beribadah yang diberikan.
Shalawat dan salam kita haturkan kepada teladan utama umat ini, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, sang pembawa risalah yang mulia. Semoga kesejahteraan juga tercurah kepada keluarga beliau, sahabat-sahabat beliau, dan seluruh umatnya yang setia mengikuti jalan kenabian hingga hari kiamat.
Banyaknya para kaum muslimin yang saat ini sedang berhaji dan kaum muslimin yang saat ini sudah mempersiapkan hewan kambing atau sapinya untuk dikurbankan setelah ini. Itu semua sebagai ekspresi bentuk kecintaan mereka kepada Allah dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga semuanya diterima Allah, baik yang sedang berhaji dan yang berkurban. Dan semoga dihari kiamat, kita semua termasuk orang yang beruntung dengan syafaat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Bayangkan seseorang terkena stroke berat. Ia dibawa ke rumah sakit dalam kondisi darurat, wajahnya lumpuh sebelah, sulit bicara, dan matanya sayu. Tapi ada satu masalah besar: pasien ini tidak bisa bahasa Inggris, sementara rumah sakit hanya menyediakan evaluasi neurologis dalam bahasa tersebut.
Apakah ia sedang mengalami kerusakan otak parah, atau hanya tidak bisa menjelaskan kondisinya dengan kata-kata yang dimengerti dokter?
Inilah pertanyaan kritis yang diajukan dalam artikel ilmiah terbaru karya saya dan tim kolaborator lintas universitas di Indonesia. Artikel yang bertajuk “Language and Neurological Assessment in Stroke: Rethinking the Role of Linguistic Proficiency in Clinical Outcomes” mengangkat isu yang selama ini luput dari perhatian banyak dokter: bahwa keterbatasan bahasa bisa menyebabkan salah diagnosis stroke dan memperparah ketimpangan dalam pelayanan kesehatan.
Kadang… perpisahan bukanlah akhir.
Kadang… perpisahan justru adalah awal dari sesuatu yang lebih baik.
Kita pergi, bukan karena benci.
Kita menjauh, bukan karena tak peduli.
Tapi karena ada yang harus diperbaiki
Ada yang perlu direnungi…
Seperti hujan yang turun untuk menyuburkan tanah
Seperti matahari yang tenggelam agar esok bisa terbit kembali
Terkadang, kita harus berpisah
Agar kita bisa menemukan cara terbaik untuk bersama.
Karena jika memang ditakdirkan bersatu
Maka sejauh apapun kita melangkah
Seberapa lama pun kita terpisah
Hati akan selalu menemukan jalan pulang.
Malang, 9 Dzulhijjah 1446 H
![]() |
| Kunjungan akhir perkuliahan di rumah Prof. Sumadi |
Banyak orang berpikir bahwa kekayaan bisa menjamin kebahagiaan, kekuasaan bisa menjamin keamanan, dan ilmu pengetahuan bisa mengontrol segalanya. Namun, berapa sering kita menyaksikan orang kaya jatuh miskin, orang berkuasa kehilangan jabatan, dan orang pintar gagal dalam hidupnya?
Surah Yunus ayat 107 mengingatkan kita bahwa hanya Allah yang memiliki kendali penuh atas hidup manusia. Jika Dia memberikan kebaikan, tidak ada yang bisa menolaknya, dan jika Dia menimpakan musibah, tidak ada yang bisa mencegahnya kecuali dengan izin-Nya.

Pagi yang biasa di Sorong, Papua Barat Daya, berubah menjadi luar biasa dalam benak saya ketika mendengar cerita tentang sekelompok murid yang berjalan menyusuri gang-gang kampung. Mereka bukan sedang bermain layaknya anak-anak lain seusia mereka. Mereka sedang menjalankan misi: menyelami kehidupan masyarakat sekitar sekolah, mencari tahu permasalahan nyata yang dihadapi warga, dan lebih jauh lagi, mencoba menghadirkan solusi. Ada semangat belajar yang tak biasa di sana, hangat, menyala, dan terasa begitu jujur.
Kunci utama istiqomah ada di tangan Allah. Maka barang siapa yang diberikan keistiqomahan oleh-Nya, sungguh ia telah memperoleh nikmat yang sangat agung. Sebaliknya, siapa yang tidak diberi istiqomah, sehebat apapun ilmunya, sedekat apapun ia dengan sumber kebaikan, bisa saja ia tergelincir dan berpaling dari jalan lurus.
Dalam perjalanan hidup yang penuh ujian ini, kita sering kali terbebani oleh keinginan untuk menjadi sempurna. Namun, penting untuk kita sadari: Allah tidak menuntut kesempurnaan dari manusia. Yang diminta oleh Allah adalah kesungguhan dalam memperbaiki diri dan kesetiaan untuk kembali kepada-Nya setiap kali tergelincir.
Dalam hidup, tidak semua kebenaran mudah diterima, meskipun bukti dan logika sudah sangat jelas. Al-Qur'an menyoroti fenomena ini dalam banyak ayat, memperlihatkan bagaimana sikap hati memegang peran penting dalam proses menerima kebenaran. Menariknya, temuan di dunia psikologi dan sains modern justru menguatkan pesan-pesan ilahi tersebut. Artikel ini mencoba menelusuri hubungan antara ayat-ayat Al-Qur'an tentang hati dan iman dengan penjelasan sains dan psikologi kognitif.
Namun, di balik kesan netral dan objektifnya, algoritma sebenarnya tidaklah netral. Ia adalah produk dari keputusan manusia, tepatnya, para pemilik platform media sosial. Dan seperti halnya editorial di media tradisional, algoritma juga memiliki agenda tersendiri.
Namun, di balik kebahagiaan ini, mari kita luangkan sejenak waktu untuk merenung. Adakah hati kita benar-benar sudah bersih? Atau jangan-jangan, tanpa sadar, kita masih menyimpan penyakit yang jauh lebih berbahaya daripada sekadar penyakit fisik? Penyakit yang tak terlihat, tetapi mematikan: penyakit hati.
Rizal menggeser sandal jepitnya di lantai masjid yang dingin, antrian panjang untuk buka puasa di Masjid Al-Mabrur membuat kakinya pegal. Masjid itu terkenal dengan hidangan istimewanya setiap Ramadan—nasi kuning, sop daging, sampai kolak pisang. Tahun lalu, ia bahkan membawa pulang kardus berisi roti canai untuk sahur. Tapi sore ini, panitia berbisik lirih, "Maaf, Nak, stok habis. Ini saja yang tersisa."
| Pengurus DPP Cendikara Bersama Pembina dan Lurah BPI Sedunia |