Kunci utama istiqomah ada di tangan Allah. Maka barang siapa yang diberikan keistiqomahan oleh-Nya, sungguh ia telah memperoleh nikmat yang sangat agung. Sebaliknya, siapa yang tidak diberi istiqomah, sehebat apapun ilmunya, sedekat apapun ia dengan sumber kebaikan, bisa saja ia tergelincir dan berpaling dari jalan lurus.
Allah Ta’ala berfirman:
"Dan Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang Dia kehendaki kepada jalan yang lurus (sirathal mustaqim)."
(QS. Yunus: 25)
Perhatikan ayat ini. Allah tidak mengatakan bahwa siapa yang rajin atau cerdas akan mendapatkan hidayah. Tetapi "orang yang Dia kehendaki" artinya, istiqomah adalah bentuk pilihan dan rahmat dari-Nya.
Contoh Sejarah: Bukan Dekatnya Fisik, Tapi Bersihnya Hati
Sejarah mencatat ironi yang menyentuh: ada orang-orang yang sangat dekat secara fisik dengan Rasulullah ﷺ, namun tidak mendapatkan hidayah dan keistiqomahan. Salah satunya adalah Abu Lahab, paman beliau sendiri. Ia tumbuh di lingkungan kenabian, melihat kejujuran Rasul, menyaksikan tanda-tanda kerasulan, namun hatinya keras membatu.
Sebaliknya, lihatlah Bilal bin Rabah, seorang budak yang terpinggirkan, dihina, disiksa, dan tidak memiliki status sosial. Namun justru dari lisannya keluar kalimat "Ahad, Ahad" dalam keteguhan yang mengguncang langit. Allah tanamkan istiqomah dalam hatinya. Hidayah turun kepadanya bukan karena posisi atau kecerdasan, tetapi karena Allah memilih dan mencintainya.
Jangan Andalkan Diri Sendiri
Dari sini, kita diajarkan sebuah pelajaran penting: jangan pernah merasa cukup dengan kekuatan diri. Jangan terlalu percaya diri dengan amal yang kita lakukan, ilmu yang kita miliki, atau pengalaman spiritual yang pernah kita jalani. Sebab, hati manusia itu lemah dan mudah berbolak-balik. Bahkan Rasulullah ﷺ yang paling mulia sekalipun, sering berdoa:
“Yaa Muqollibal Qulub, tsabbit qalbi 'ala dinik.”
"Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu."
Jika Nabi yang maksum, dijaga dari dosa, memohon terus agar hatinya diteguhkan, apalagi kita?
Oleh karena itu, istiqomah bukan tentang siapa yang paling lama kenal Islam, bukan siapa yang paling sering ikut pengajian, bukan siapa yang hafal banyak ayat. Tapi siapa yang paling tulus dan ikhlas menggantungkan harapannya hanya pada Allah.
Letakkan Keyakinan Ini di Pos Pertama
Keyakinan bahwa istiqomah adalah anugerah Allah harus ditanamkan sedalam-dalamnya. Inilah pondasi yang akan mencegah kesombongan spiritual dan menumbuhkan kerendahan hati. Sebab, orang yang menyadari bahwa ia hidup di atas titian nikmat Allah, tidak akan mudah merasa lebih baik dari yang lain.
Dari keyakinan ini akan lahir sebuah prinsip penting dalam hidup:
“Jangan pernah berjuang untuk terlihat istiqomah di mata manusia, tapi berjuanglah agar selalu dekat dan jujur kepada Allah, agar Dia menganugerahkan istiqomah dalam diam-diam kita.”
Istiqomah bukan pencitraan. Ia adalah kualitas kejujuran hati, yang hanya akan tumbuh jika hati itu sepenuhnya bersandar kepada Allah. Jangan bersandar pada kekuatan diri, karena yang bisa meneguhkan adalah Allah semata.
Doa Terpenting Kita: Ihdinash-Shirathal Mustaqim
Dari sekian banyak kebutuhan hidup: uang, jodoh, jabatan, kesehatan—doa yang paling sering kita ucapkan justru bukan tentang dunia, melainkan tentang istiqomah.
"Ihdinash-shirathal mustaqim."
"Tunjukkanlah kami jalan yang lurus."
Kita baca doa ini minimal 17 kali sehari dalam shalat. Ini isyarat bahwa istiqomah adalah kebutuhan utama hidup kita, kebutuhan yang lebih besar dari semua kebutuhan dunia. Karena kalau Allah beri hidayah dan istiqomah, dunia dan akhirat akan ikut lurus. Tapi jika istiqomah tercabut, maka sehebat apapun pencapaian duniawi, semuanya akan tak berarti.
Istiqomah Itu Milik Allah, Tapi Dicari oleh Hamba
Maka tugas kita bukan memastikan hasil, tapi menjadi hamba yang layak diberi anugerah istiqomah. Dengan ketulusan, doa yang khusyuk, ibadah yang ikhlas, dan kejujuran hati dalam mendekat kepada Allah.
Jangan takut jika kita belum sempurna. Takutlah jika kita merasa cukup tanpa bergantung pada Allah.
Semoga Allah yang Maha Membolak-balikkan hati, senantiasa memberikan kita karunia istiqomah, meneguhkan kita dalam Islam hingga akhir hayat, dan menutup hidup kita dengan husnul khatimah.
Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.
Malang, 17 Syawal 1446 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung. Semoga langkah Anda hari ini membawa semangat baru untuk terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijak. Saya menghargai setiap dedikasi dan perjalanan Anda. Sampai kita berjumpa kembali, dalam tulisan atau kehidupan nyata.