Julaibib
namanya. Namun dia adalah seorang sahabat Rasulullah yang mulia. Sangat malu
dan minder ketika tiba-tiba Rasulullah menawarinya untuk menikah. Karena tahu
diri. Namun Rasulullah menenangkannya. Hingga suatu ketika, bertemulah
Rasulullah dengan salah seorang sahabatnya.
“Aku ingin
meminang puterimu.” kata Rasulullah. Sahabat itu sangat bahagia. Siapa yang
tidak bahagia ketika puterinya menjadi istri Nabi.
“Baiklah
wahai Rasulullah, ini merupakan sebuah penghormatan bagi kami.” jawab sahabat
itu dengan sangat riang.
“Bukan
untukku. Tapi untuk Julaibib.” kata Nabi.
“Julaibib???
Julaibib???” katanya dengan kaget. Wajahnya
berubah.
Tidak lagi ceria seperti sebelumnya.
“Namun aku
harus bermusyawarah dulu dengan ibunya.” Lanjutnya.
“Julaibib???
Julaibib???” kata sang istri terkejut saat mendengar berita dari suaminya.
Terbayang dengan jelas dalam benak wanita itu sosok lelaki
yang pendek. Jelek. Hitam. Dan tidak berharta. Dia yang akan menjadi menantunya
nanti. Apa kata orang-orang, pikirnya.
Putrinya
yang menyimak percakapan kedua orang tuanya dari bilik kamar segera keluar.
“Ayah, ibu, bagaimana mungkin engkau menolak pilihan Rasulullah?
Bukankah Allah berfirman, Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka?” jelas gadis itu.
“Ayah, ibu, aku akan menikah dengan laki-laki
pilihan Nabi?” lanjutnya tegas.
Merekapun
menikah. Hingga suatu pagi, datang seruan untuk berjihad. Melawan kaum
musyrikin di medan Uhud. Julaibib mendengar seruan itu. Iapun memenuhi
panggilan Rasulullah saw. untuk pergi berjihad.
Selesai
perang Uhud, Rasulullah mengumpulkan para sahabatnya. “Kalian kehilangan siapa
hari ini?” tanya Rasulullah.
Ada sahabat yang menjawab, “Kami kehilangan
Hamzah!”
Ada yang berkata, “Kami kehilangan Mush’ab!”
Yang lain berkata, “Kami
kehilangan Yaman!”
Ada pula yang mengatakan, “Kami kehilangan ‘Amr bin Jamuh!”
“Namun, aku
kehilangan Julaibib! Carilah Julaibib sekarang!” kata Rasulullah. Para sahabat
mencari Julaibib. Hingga akhirnya Julaibib ditemukan meninggal dunia diantara
tujuh orang musyrikin. Para sahabat mengabarkan kepada Rasulullah, bahwa
Julaibib meninggal diantara tujuh orang musyrikin. Dia membunuh tujuh orang
musyrikin, kemudian dirinya terbunuh. Meninggal sebagai syuhada’.
“Dia adalah
bagian dariku, dan aku bagian darinya! Dia adalah bagian dariku, dan aku bagian
darinya! Dia adalah bagian dariku, dan aku bagian darinya!” kata Rasulullah
menanggapi kabar kematian Julaibib. Seberuntung Julaibib mendapatkan bidadari.
Tak disangka, tak diduga, Rasulullah
meminangkan
untuknya seorang wanita yang cantik, kaya, dan berkelas. Asyiknya lagi ketika
wanita itu menerima lamaran Rasulullah, tanpa berat hati. Padahal dia sangat
tahu seperti apa lelaki calon pendamping hidupnya. Julaibib. Ya, ‘hanya’
Julaibib.
Namun wanita
itu sangat percaya, seperti apapun fisik Julaibib, dia adalah lelaki yang
direkomendasikan Rasulullah. Pasti berkualitas. Pasti hebat. Pasti lelaki
sejati. Keimanan yang luar biasa. Apapun yang dipilihkan oleh Allah dan
Rasul-Nya, itu pasti yang
terbaik. Dan ternyata benar. Boleh tampang pas-pasan, tapi kualitas berani
diadu. Kualitas agama Julaibib tidak sesederhana penampilannya. Sangat luar
biasa. Terbaca dari dialognya bersama Rasulullah saw. saat ditawari untuk menikah.
Julaibib berkata, “Wahai Rasulullah, aku ini lelaki yang tidak laku.” Namun
Rasulullah saw. segera menjawab, “Tapi kamu di sisi Allah laku.”
Keimanan dan
loyalitas Julaibib kepada Islam setelah menikah kembali diuji. Kali ini sangat
membingunkan. Diajak Rasulullah saw. pergi berjihad ke medan Uhud. Tak bisa
dibayangkan tentunya, jejaka yang telah lama merindukan untuk menikah, akhirnya
bisa menikah, namun datang seruan untuk berperang. Bingung, itu manusiawi.
Belumlah habis menikmati madu kebersamaan dengan sang istri, kini laga jihad
telah menanti.
Bersenang-senang
dengan wanita yang telah lama didambakan? Atau ikut berperang bertaruh nyawa?
Tarikan duniawi sangat kuat, namun ketika orientasi akhirat lebih kuat maka
urusan agama tetap diunggulkan.
Disinilah istimewanya Julaibib. Meskipun telah menikah, namun urusan agama tetap diprioritaskan. Perintah Allah dan Rasulullah tetap nomor satu, tidak tergantikan. Ia pun membeli senjata, kuda dan pakaian perang, lalu ikut bersama pasukan Rasulullah ke padang Uhud. Tanpa berat hati. Dengan penuh keikhlasan. Dan yakin akan janji Allah kepada keluarga orang yang beriman.
Disinilah istimewanya Julaibib. Meskipun telah menikah, namun urusan agama tetap diprioritaskan. Perintah Allah dan Rasulullah tetap nomor satu, tidak tergantikan. Ia pun membeli senjata, kuda dan pakaian perang, lalu ikut bersama pasukan Rasulullah ke padang Uhud. Tanpa berat hati. Dengan penuh keikhlasan. Dan yakin akan janji Allah kepada keluarga orang yang beriman.
Sesunggunya,
nilai mahal manusia ada pada ketakwaannya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya
yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa
diantara kalian.” (QS. al-Hujurat: 13)
Oleh sebab
itu, agama harus menjadi barometer utama dalam memilih pasangan. Silahkan menetapkan kriteria yang banyak sekalipun, namun tetap jadikan kualitas agama sebagai kriteria yang diutamakan di atas yang lainnya. jangan terperdaya dengan tampilan, karena itu bukan jaminan. karena tampilan yang kita miliki adalah takdir, sedangkan kualitas agama adalah hasil dari proses setiap orang yang tidak semua mampu mendapatkannya.
dari Abu Hurairah ra berkata, sesungguhnya Rosululloh Sholaullouhhu 'alaihiwassalam bersabda "Boleh jadi, orang yang tidak menarik dan selalu ditolak (Tidak laku), namun sekali berdoa maka Alloh langsung perkenankan doanya." (Hr. Muslim no. 2622, 4/2024)
Pantaslah jika kemudian Alloh mengkaruniakan bidadari di dunia kepada Julaibib,
Berbahagialah, Julaibib.
Sahabat Pelajaran Penting dari Julaibib dan Istrinya adalah mereka adalah contoh bagaimana melakukan ketaatan yang sempurna. Mereka lebih mendahulukan Alloh dan Rosul-Nya dibandingkan keluarga dan seluruh kenikmatan dunia.
Semoga kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah Julaibib.
Sumber : Kiriman What'sapp teman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.