Rabu, 17 Desember 2025

“Kami Dengar Tapi Kami Durhaka”, Penyakit Lama dalam Wajah Baru


Pernahkah merasa hati tahu apa yang benar, tapi tubuh enggan melangkah?

Mulut mengucap “sami’na” (kami dengar), tapi perilaku justru berkata “wa ‘ashaina” (kami durhaka)?
Inilah penyakit lama yang berulang dalam wajah baru, penyakit Bani Israil yang kini menjangkiti banyak hati modern.

Janji yang Dilanggar

Allah mengambil perjanjian dari Bani Israil agar mereka menaati Taurat.
Gunung Tur diangkat di atas kepala mereka sebagai peringatan, tanda betapa besar kuasa Allah.

Namun, mereka hanya bersujud karena takut tertimpa gunung, bukan karena cinta atau taat.
Sujudnya tubuh tidak diiringi sujudnya hati.

Inilah bentuk ketaatan semu: melakukan perintah Allah karena takut kehilangan dunia, bukan karena berharap ridha-Nya.

Cermin untuk Kaum Muslimin

Kisah itu bukan sekadar sejarah.
Ia adalah cermin untuk kita hari ini, ketika banyak yang mendengar perintah Allah namun menunda untuk taat.

Kita tahu shalat itu wajib, tapi menunggu “waktu senggang”.
Kita tahu riba itu haram, tapi berkata “sementara saja”.
Kita tahu dosa itu gelap, tapi berkata “Allah kan Maha Pengampun”.

Beginilah wajah baru dari ucapan lama:

“Kami dengar, tapi kami durhaka.”

Hati yang Tunda-Tunda

Sebagian orang baru kembali kepada Allah setelah bencana datang: sakit, kehilangan, atau bangkrut.

Padahal taubat yang terbaik bukan saat terdesak, tapi saat lapang.
Ketaatan yang sejati lahir dari keyakinan, bukan keterpaksaan.

Jangan Manipulasi Agama

Bani Israil pernah menipu aturan Allah.
Mereka dilarang menangkap ikan di hari Sabtu, tapi mereka pasang jaring Jumat sore dan ambil hasilnya Ahad pagi.
Secara hukum tampak “aman”, tapi hakikatnya: mereka mempermainkan agama.

Hari ini pun masih ada yang sama:
Menunda shalat demi klien, berdagang saat adzan, atau beribadah hanya demi pujian.
Ketika ibadah kehilangan keikhlasan, yang tersisa hanyalah ritual kosong.

Kembalilah pada Kitabul Hayah

Al-Qur’an bukan sekadar untuk ditilawah saat Ramadhan atau tahlilan.
Ia adalah kitabul hayah, pedoman hidup.
Membacanya seharusnya membuat kita tahu, lalu bergerak, lalu berubah.

“Dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, bertambahlah iman mereka.” (Q.S. Al-Anfal: 2)

Kasih Sayang Allah Tak Pernah Putus

Meski berkali-kali durhaka, Allah tetap memberi kesempatan kepada Bani Israil.
Rahmat-Nya luas, tapi jangan menunda-nunda taubat dengan alasan itu.
Jangan tunggu azab datang baru ingin kembali.

Penutup: Saatnya Kita Benar-Benar Mendengar

Jangan ulangi kisah lama dengan wajah baru.
Dulu Bani Israil berkata, “Kami dengar tapi kami durhaka.”
Kini sebagian Muslim berkata dalam hati, “Kami tahu, tapi nanti saja.”

Mari ubah ucapan itu menjadi:

“Kami dengar, dan kami taat.”
Karena mendengar tanpa taat hanyalah separuh iman.
Dan separuh iman tak akan cukup menyelamatkan di akhirat.

Langkah Praktis Agar Hati Tak Mengulang Sejarah

  1. Segera amalkan ilmu, jangan tunggu waktu “sempurna”.

  2. Kurangi alasan, karena setiap alasan adalah pintu penundaan.

  3. Dekat dengan majelis ilmu, agar hati terus diingatkan.

  4. Perbanyak dzikir dan tadabbur, karena kerasnya hati melunak hanya dengan ingat Allah.

  5. Jaga keikhlasan, jangan biarkan ibadah menjadi alat mencari dunia.

Baca juga: Ketika Batu Lebih Lembut dari Hati: Refleksi dari Kisah Bani Israil dan Rahasia Hati yang Keras

Malang, 21 Jumadil Awwal 1447/ 17 Desember 2025

Hamba Allah yang senantiasa mengharapkan rahmat, ridho, dan  ampunan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung. Semoga langkah Anda hari ini membawa semangat baru untuk terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijak. Saya menghargai setiap dedikasi dan perjalanan Anda. Sampai kita berjumpa kembali, dalam tulisan atau kehidupan nyata.