Lulus 100 % |
Ujian Nasional akan segera tiba. Para siswa dan orang tua panas dingin menunggu hari yang menegangkan itu. Beberapa waktu lalu, saya sempat berbincang dengan salah seorang guru di salah satu SMA di Kota Bengkulu. Dari perbincangan itu saya melihat kesimpulan bahwa, kemungkinan lulusan yang ada hanya 45 %. Perkiraan itu beliau paparkan karena melihat hasil TO dan kecemasan siswa menjelang ujian. Harapan itu sangat kecil, dan jika kita ingin jujur maka tidak sampai setengah dari jumlah siswa dan siswi kelas tiga yang lulus.
siswa sedang cemas menunggu pelaksanaan ujian yang mereka anggap akan menentukan masa depan mereka. Pengumuman kelulusan, bagaikan suara dentuman musik yang merdu bagi yang dinyatakan lulus, dan seperti hujan batu bagi yang dinyatakan tidak lulus. Pertanyaannya adalah apakah perkiraan seorang guru tadi benar???
Di satu sisi, tentu kelulusan 100 % ini merupakan kabar bahagia bagi sekolah, karena mampu menunjukkan kesuksesan di dalam membawa para siswa-siswinya untuk dapat menamatkan belajarnya. Akan tetapi, di sisi lain bukankah mereka sebenarnya hanya menipu diri sendiri. Menipu bangsa ini dengan kinerja mereka yang hanya taat dengan atasan, taat dengan pandangan masyarakat, tetapi tidak taat dengan pandangan Allah SWT.
Kondisi yang sangat dilematis. Tetapi, hemat saya pendidikan sekarang hanya mementingkan kuantitas daripada kualitas. Kuantitas kelulusan tanpa memperhatikan kualitas kelulusan. Bukankah mereka yang ada di sekolah adalah para pendidik atau orang didik yang berpura-pura tidak tahu. Terkadang sejenak saya berpikir pendidikan tidak mampu lagi menghasilkan manusia-manusia yang jujur yang dapat membangun bangsa ini dari keterpurukan. Baik dari tenaga pendidik maupun dari output berupa lulusan. bisa kita bayangkan jika, seorang akuntan yang memiliki keahlian tanpa diimbangi dengan karakter dan keimanan yang kuat, maka dengan mudah ia mencuri aset negara. Na'udzubillah
Kita tidak ingin menyalahkan sekolah, akan tetapi, kondisi ini hendaknya mampu dibaca oleh setiap orang yang menginginkan bangsa kita maju. Oleh kerena itu, segenap masyarakat akan lebih untuk segera sadar bahwa para siswa dan siswi bukan saja tanggung jawab para guru. Akan tetapi, merupakan tanggung jawab kita bersama, masyarakat, orang tua, dan siapapun yang tergerak hatinya untuk memberikan kontribusinya kepada dunia pendidikan.
Kenapa saya mengangkat judul kelulusan 100 % itu solusi atau bencana?? Saya melihat beberapa gejala yang terjadi ketika hal itu patut dipertanyakan.
Pertama, dunia yang telah membuat orang semakin acuh tak acuh alias CUEK terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar mereka. Baik itu orang tua, masyarakat, dan para guru.
Kedua, tidak adanya keprofesionalan di dalam memegang tanggung jawab di dalam menjalankan peranan mereka masing-masing.
Ketiga, tidak adanya minat untuk balajar dan kebanyakan mereka cukup puas dengan sesuatu yang mereka miliki. Belajar dianggap sesuatu yang menakutkan dan membosankan.
Keempat, tidak adanya semangat spritualitas di dalam bertindak. Hal ini menjadi penting karena hal ini mampu menciptakan terobosan baru di dalam dunia pendidikan. Karena, ketika setiap orang mempunyai semangat spritualitas maka akan muncul keikhlasan dan semangat juang yang tinggi.
Berbicara masalah pendidikan tidak akan pernah ada habisnya. Akan tetapi, perlu menjadi perenungan kita bersama bahwa negara-negara yang maju di dunia ternyata sangat menjunjung tinggi pendidikan. Bagaimana dengan negara kita??????
Oleh karena itu, Wacana Pendidikan Karakter yang sedang dilaksanakan saat ini menjadi sangat penting. Mudah-mudahan Pendidikan Karakter itu dapat menjadi titik tolak perubahan bagi warna pendidikan di indonesia. Kecerdasan intelektual tanpa disertai dengan karakter yang kuat (Kecerdasan Emosional) dan Keimanan kepada Allah, maka akan terjadi split personality.
Pendidikan Bukanlah segala-galanya, tapi dengan pendidikan kita bisa meraih segala-galanya.
siswa sedang cemas menunggu pelaksanaan ujian yang mereka anggap akan menentukan masa depan mereka. Pengumuman kelulusan, bagaikan suara dentuman musik yang merdu bagi yang dinyatakan lulus, dan seperti hujan batu bagi yang dinyatakan tidak lulus. Pertanyaannya adalah apakah perkiraan seorang guru tadi benar???
Di satu sisi, tentu kelulusan 100 % ini merupakan kabar bahagia bagi sekolah, karena mampu menunjukkan kesuksesan di dalam membawa para siswa-siswinya untuk dapat menamatkan belajarnya. Akan tetapi, di sisi lain bukankah mereka sebenarnya hanya menipu diri sendiri. Menipu bangsa ini dengan kinerja mereka yang hanya taat dengan atasan, taat dengan pandangan masyarakat, tetapi tidak taat dengan pandangan Allah SWT.
Kondisi yang sangat dilematis. Tetapi, hemat saya pendidikan sekarang hanya mementingkan kuantitas daripada kualitas. Kuantitas kelulusan tanpa memperhatikan kualitas kelulusan. Bukankah mereka yang ada di sekolah adalah para pendidik atau orang didik yang berpura-pura tidak tahu. Terkadang sejenak saya berpikir pendidikan tidak mampu lagi menghasilkan manusia-manusia yang jujur yang dapat membangun bangsa ini dari keterpurukan. Baik dari tenaga pendidik maupun dari output berupa lulusan. bisa kita bayangkan jika, seorang akuntan yang memiliki keahlian tanpa diimbangi dengan karakter dan keimanan yang kuat, maka dengan mudah ia mencuri aset negara. Na'udzubillah
Kita tidak ingin menyalahkan sekolah, akan tetapi, kondisi ini hendaknya mampu dibaca oleh setiap orang yang menginginkan bangsa kita maju. Oleh kerena itu, segenap masyarakat akan lebih untuk segera sadar bahwa para siswa dan siswi bukan saja tanggung jawab para guru. Akan tetapi, merupakan tanggung jawab kita bersama, masyarakat, orang tua, dan siapapun yang tergerak hatinya untuk memberikan kontribusinya kepada dunia pendidikan.
Kenapa saya mengangkat judul kelulusan 100 % itu solusi atau bencana?? Saya melihat beberapa gejala yang terjadi ketika hal itu patut dipertanyakan.
Pertama, dunia yang telah membuat orang semakin acuh tak acuh alias CUEK terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar mereka. Baik itu orang tua, masyarakat, dan para guru.
Kedua, tidak adanya keprofesionalan di dalam memegang tanggung jawab di dalam menjalankan peranan mereka masing-masing.
Ketiga, tidak adanya minat untuk balajar dan kebanyakan mereka cukup puas dengan sesuatu yang mereka miliki. Belajar dianggap sesuatu yang menakutkan dan membosankan.
Keempat, tidak adanya semangat spritualitas di dalam bertindak. Hal ini menjadi penting karena hal ini mampu menciptakan terobosan baru di dalam dunia pendidikan. Karena, ketika setiap orang mempunyai semangat spritualitas maka akan muncul keikhlasan dan semangat juang yang tinggi.
Berbicara masalah pendidikan tidak akan pernah ada habisnya. Akan tetapi, perlu menjadi perenungan kita bersama bahwa negara-negara yang maju di dunia ternyata sangat menjunjung tinggi pendidikan. Bagaimana dengan negara kita??????
Oleh karena itu, Wacana Pendidikan Karakter yang sedang dilaksanakan saat ini menjadi sangat penting. Mudah-mudahan Pendidikan Karakter itu dapat menjadi titik tolak perubahan bagi warna pendidikan di indonesia. Kecerdasan intelektual tanpa disertai dengan karakter yang kuat (Kecerdasan Emosional) dan Keimanan kepada Allah, maka akan terjadi split personality.
Pendidikan Bukanlah segala-galanya, tapi dengan pendidikan kita bisa meraih segala-galanya.
yang penting bukan masalah status lulus atau tidaknya, tapi lebih ke bagaimana penerapan ilmu yang udah diperoleh. cuman sekedar lulus tanpa bekal apa-apa yaa tunggu aja kehancurannya.
BalasHapusCerdas, Makanya sekrang ini ada joke mas gaphe. lulusan sulit mencari kerja, sedangkan Kantor dan penyedia pekerjaan, bingung mencari pekerja.
BalasHapusKedua-duanya tidak nyampung dan saling mengeluhkan, karena yang di dapat di sekolah terkadang berbeda dengan d lapangan, yang menuntut life skill yang tinggi, tanggung jawab, kejujuran, dan etos kerja.
Ada satu ungkapan yang menyesatkan 'Lakukan segala cara untuk menuju kesuksesan'. Mungkin ungkapan ini yang banyak menjadi acuan. Seakan menghalalkan cara-cara kotor pun layak dilakukan.
BalasHapusSeharusnya 'Lakukan segala cara baik untuk menuju kesuksesan, tinggalkan cara-cara kotor'. Amar Ma'ruf Nahi Munkar.
Btw, saya berangan-angan punya sekolahan sendiri, gimana kalau Mas Rio yang jadi Kepseknya?
Subhanaulloh niat yang sungguh mulia.. dengan mempunyai sekolah sendiri, kita bisa mengatur sistemnya demi menghasilkan lulusan yang berkualitas, berkarakter, Generasi Rabbani.
BalasHapusInsyaAllah..
Kapan mas?
saya setuju, nggak cuma cerdas intelektual tapi juga harus punya kecerdasan emosional. Oke kalau di sekolah kita bisa lulus UN tanpa usaha sendiri melainkan dengan bantuan guru, pengawas, teman sekelas pokoknya semua pihak sekolah terlibat. Namun, perlu digaris-bawahi, setelahnya kita kan hidup bermasyarakat. atau mungkin lanjut kuliah. lagi, pertanggung-jawaban kita dengan Sang Khalik. Sebaiknya semua elemen masyarakat memang diharuskan peduli dalam membangun karakter siswa, agar hasil UN tidak mengecewakan dan bermanfaat untuk kehidupan setelahnya.
BalasHapusKualitas pendidikan harus disertai juga dengan persedian lapangan pekerjaan buat mereka yg sudah sekolah capek-capek... hehehe
BalasHapusoh iya , kapan nih nulis lagi di blog saya sob ? saya tunggu tulisan dari sobat yg terbaru yaa :)
@ mbk ajeng calon guru y? jurusan bahasa inggris ngambil apa? sastra?
BalasHapusPaling tidak , melalui tulisan kita dapat mensosialisasikan UN bersih, Jujur dan Barokah.Untuk Para Siswa selamat Ujian. Semoga Allah menuntunmu untuk berbuat yang terbaik menurut cara pandang-Nya.
InsyaAllah mas, nanti dikirimkan tulisannya..he apa kbr ne?
BalasHapusJika saat ini lulusan sulit mencari pekerjaan. saya usul, buat sebuah lembaga pendidikan yang menghasilkan para pengusaha. yang membuka lapangan pekerjaan. sehingga terjadi keseimbangan di indonesia antara supply dan demand.
5 tahun lagi.gmn?
BalasHapusBermimpi besar, Berniat untuk memberikan kebermanfaatan orang lain. SEmoga Dengan Mimpi besar ini Allah memberikan kita kekuatan lebih untuk berbuat lebih baik dan bermanfaat.
BalasHapusInsyaAllah mas Afadin