Salah satu amanah terbesar yang harus dijaga untuk meraih keistiqomahan adalah lisan. Setelah hati, bagian tubuh yang paling krusial dalam menjaga konsistensi iman dan amal seseorang adalah apa yang ia ucapkan. Tak sedikit orang yang terlihat rajin beribadah, sering hadir di masjid, tampak semangat dalam kegiatan keagamaan, namun akhirnya goyah dan terjatuh karena tidak mampu menjaga lisannya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak akan lurus (istiqomah) iman seseorang hingga lurus (istiqomah) hatinya. Dan tidak akan lurus (istiqomah) hatinya hingga lurus (istiqomah) lisannya.”
(HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Zaman sekarang, lisan tidak lagi hanya tentang ucapan yang keluar dari mulut. Jari-jemari kita, terutama ibu jari yang aktif di media sosial, juga bagian dari "lisan digital" yang harus dijaga. Betapa banyak orang hari ini tergelincir bukan karena apa yang ia ucapkan secara langsung, tetapi karena komentar pedas, status nyinyir, atau pesan yang menyakiti orang lain melalui layar kecil di tangan.
Pernahkah kita merasa heran mengapa seseorang yang rajin ke masjid, ikut kajian, dan terlihat taat secara lahir, ternyata tidak mampu istiqomah dalam kebaikan? Bisa jadi jawabannya terletak pada lisan yang belum terjaga. Rasulullah ﷺ memberikan peringatan serius tentang hal ini.
Dalam sebuah hadis yang menyentuh, beliau bersabda:
“Ketika pagi tiba, seluruh anggota tubuh manusia berkata kepada lisan: Bertakwalah kepada Allah dalam (menggunakan) kami, karena kami tergantung padamu. Jika kamu lurus (istiqomah), maka kami akan lurus. Tapi jika kamu menyimpang, maka kami pun akan menyimpang.”
(HR. Tirmidzi)
Lisan kita adalah poros, kemudi yang akan menentukan arah hidup kita. Lisan bisa menjadi sebab seseorang mulia, namun bisa juga menjadi sebab seseorang terhina. Dengan satu kata, seseorang bisa mengukir pahala tak berujung. Namun dengan satu kalimat yang menyakitkan, bisa jadi ia menanggung dosa yang tak pernah ia sadari.
Rasulullah ﷺ juga mengingatkan dengan kalimat yang tegas dan indah:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Sungguh, ini adalah prinsip emas dalam kehidupan. Jika kita tak bisa menyampaikan kebaikan, lebih baik memilih diam. Diam yang penuh kesadaran jauh lebih mulia daripada bicara yang menyakitkan.
Refleksi Zaman Ini: Ketika Jempol Lebih Tajam dari Lidah
Dahulu, orang menjaga lisan agar tidak menggunjing, memfitnah, atau menghina. Sekarang, kita perlu dua kali lipat lebih waspada. Sebab hari ini, jari-jemari kita bisa lebih tajam dari mulut kita. Hanya dengan satu klik "kirim", seseorang bisa terluka, nama baik orang lain hancur, dan kita pun menanggung dosa sosial yang berat.
Sungguh betapa banyak dosa yang lahir dari komentar pendek, sindiran di story, hingga meme bernada menghina. Padahal semuanya dicatat. Tidak ada yang luput dari pengawasan Allah.
“Tidak ada suatu kata pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).”
(QS. Qaf: 18)
Mendidik Lisan, Mendidik Hati
Jika kita ingin memperbaiki hidup, awali dari lisan. Perbaiki apa yang kita ucapkan, apa yang kita tulis, apa yang kita sebarkan. Biasakan lisan kita basah dengan dzikir. Latihlah untuk lebih sering menyebut nama Allah daripada menyebut nama orang untuk digunjing.
Berdoalah seperti doa Rasulullah:
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan memperbaiki ibadahku kepada-Mu.”
Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, kadang kita temui hal-hal kecil yang mencerminkan kekacauan lisan. Contohnya, anak-anak di jalan yang dengan enteng berkata kasar seperti:
"Apa lihat-lihat?"
Ucapan ini mencerminkan pola asuh, lingkungan, dan kebiasaan. Ini adalah tanda bahwa lisan sedang sakit. Jika sejak kecil anak sudah terbiasa dengan ucapan kasar, kelak ia akan sulit memiliki lisan yang santun dan hati yang lembut.
Lisanmu, Jalan Ke Surga atau Neraka
Mari kita renungkan, berapa banyak amal baik kita yang sia-sia karena lisan? Berapa banyak hubungan rusak, hati yang terluka, dan dosa yang menumpuk hanya karena kita tidak menahan diri untuk berkata kasar, membicarakan orang lain, atau menyebar ujaran kebencian?
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya ada seseorang yang mengucapkan satu kata yang membuat Allah murka, ia tidak mengira bahwa kata itu bisa membuatnya terjatuh ke dalam neraka sejauh jarak antara timur dan barat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Semoga Allah menjaga lisan kita agar hanya berkata yang baik, menyampaikan kebenaran, mendoakan kebaikan, serta membiasakan dzikir kepada-Nya. Karena pada akhirnya, istiqomah bukanlah tentang banyaknya ibadah yang ditampilkan, tapi tentang konsistensi menjaga hati dan lisan dalam kebaikan.
Jika Anda merasa tulisan ini menyentuh, maka mulailah dari hari ini untuk melatih lisan: lebih banyak diam, lebih banyak dzikir, dan lebih banyak doa. Semoga Allah menghiasi lisan kita dengan kebaikan dan menjauhkan dari ucapan yang menyakiti. Aamiin.
Malang, 19 Syawal 1446 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung. Semoga langkah Anda hari ini membawa semangat baru untuk terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijak. Saya menghargai setiap dedikasi dan perjalanan Anda. Sampai kita berjumpa kembali, dalam tulisan atau kehidupan nyata.