Rabu, 18 Januari 2017

Kepantasan

Di era digital seperti yang kita rasakan saat ini, banyak orang yang suka mengshare sesuatu di medsos yang ia miliki. Mengomentari segala hal yang ia lihat, dengar, dan rasakan. 

Ada satu pelajaran penting yang menarik kita cermati tentang konsep kepantasan yang saya dapatkan dari diskusi di grup WA.

Apa kedudukanmu itu mempengaruhi efek daripada ucapanmu. Kedudukan, posisi, tempat berdiri, itu namanya maqam dalam bahasa arab, sebuah kepantasan.

Seorang hafidz Al-Qur'an berucap "Hafal Al-Qur'an belum tentu masuk surga, jangan dulu bangga dengan hafalanmu!", itu pantas. Sebab dia sudah menghafalnya.

Tapi seorang yang malas menghafal Al-Qur'an, bahkan lalu menyepelekannya, berkata dengan perkataan yang sama seperti diatas, itu sangat tidak pantas.

Seorang dermawan yang kaya raya lalu berkata "Kaya itu tidak menjamin kebahagiaan", itu pantas. Sebab dia sudah merasakan kekayaan, dia sudah mengalaminya.

Tapi seorang malas bekerja, lalu mengatakan yang sama seperti diatas, ini jelas tak pantas, dan cenderung hanya alasan saja, agar dia punya pembenaran atas kemalasan.

Seorang ulama yang faqih atas ilmu agama, lalu menasihati "Iman itu amalan hati, tak bisa dilihat dan hanya Allah yang tahu" itu pantas, sebab sudah memahaminya.

Tapi seseorang yang berbuat maksiat, lalu ditanya tentang iman, jawabannya seperti diatas, itu tidak pantas, ngawur, dan jelas-jelas beralasan, bahasa jawanya mbulet

Jadi berbicaralah dan berbuatlah sesuai kepantasan, jangan berlebih-lebihan, jangan mengada-ada, jangan bicara sesuatu yang engkau tidak pahami, itu berbahaya.

Pepatah jaman dulu, "Yen ngendiko ampun keduwuren, mangkih lambe sampeyan kesampluk motormabur", artinya silakan nanya sama orang jawa terdekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.