Terinspirasi
cerita kemuliaan keluarga kaum anshar membantu keluarga muhajirin di Madinah
saat hijrah, Pemkot Bandung sedang memulai gerakan sosial sederhana dimana satu
keluarga mapan mengasuh satu keluarga
tidak mampu.
Pertama, suka memberi kepada sesama manusia, suka bederma, menolong orang yang susah. Itulah tanda hati yang terbuka.
Kedua, Hendaklah takwa selalu kepada Allah, pelihara hubungan dengan-Nya pada malam dan siang hari.
Ketiga, Mengakui adanya nilai-nilai baik di dunia ini, yang terpuji oleh sesama manusia. Kalau ketiganya ini telah dipegang teguh, pemurah, takwa dan menjunjung tnggi kebaikan, diberilah jaminan atau janji oleh Allah.
Program
memiliki konsep kail multidimensi. Anaknya diurus, ibunya diberdayakan,
bapaknya dicarikan atau dibantu modal kerja, dll. Hingga suatu hari,
keluarga-keluarga tidak mampu ini akan naik derajat menjadi mandiri lahir
batin.
Berdasarkan
data yang diperoleh, ada 50 ribu keluarga tidak mampu di Bandung, atas izin
Allah Pemkot sedang ikhtiar mencari 50 ribu keluarga mapan yang dermawan.
Pemkot
Bandung percaya sesungguhnya masalah kemiskinan di negeri ini akan selesai
cepat jika masyarakat ikut turun tangan menyelesaikan dengan kesetiakawanan
sosial. Inilah definisi masyarakat madani.
Family for
Family ini dijalankan oleh SDM anak-anak muda yang mensurvey, mewawancara
problem riil, dan membuatkan aplikasi.
Sehingga
keluarga asuh bisa cek via handphone, kemajuan bulanan keluarga yang diasuhnya.
Kenapa namanya pake bahasa inggris? Menurut Walikota Bandung Ridwan Kamil,
karena suatu hari gerakan ini akan mendunia dimana kebaikannya akan lintas
batas negara, dan mengikis kemiskinan dunia dengan kemanusiaan. Jadi suatu hari
bisa saja keluarga miskin di Suriah diasuh secara virtual oleh satu keluarga
mapan di Singapura. Allah selalu bersama
mereka-mereka yang bekerja dan berupaya.
Ada yang mau
bergabung?
Sebenarnya,
kebiasaan Family For family ini sudah membudaya di masyarakat kita sejak lama. Di
keluarga besar saya pun, Kakek dan Nenek ketika di Jakarta memiliki anak asuh/ keluarga/ Saudara yang di sekolahkan,
dikuliahkan, dicarikan pekerjaan. Bahkan ada yang sampai menjadi Kepala
Kantor. Saya tidak tahu persis apa yang sudah mereka lakukan, tetapi selama tinggal di Jakarta saya mendapatkan sambutan yang hangat, akses ilmu, wisata, tempat tinggal, dan banyak kebaikan yang tidak bisa saya tuliskan satu per satu.
Yang menariknya apa yang dilakukan oleh Pemkot Bandung tentu memiliki impact yang besar, mengandung daya kejut dan daya jangkau yang lebih luas.
Yang menariknya apa yang dilakukan oleh Pemkot Bandung tentu memiliki impact yang besar, mengandung daya kejut dan daya jangkau yang lebih luas.
Berbicara mengenai kebiasaan berbagi. Sebenarnya Islam menawarkan standar yang lebih tinggi, coba kita baca dan pahami ayat
berikut ini,
“Hendaklah orang yang mempunyai
keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas
rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.
Allah tak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan yang diberikan Allah
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (Q.S. At-Talaq(65): 7).
Barangkali
ada sebagian orang yang selama ini salah kaprah (kesalahan yang secara umum
dianggap tidak salah) bahwa memberi nafkah, bersedekah, berinfak, atau menolong
orang yang sangat memerlukan itu hanya perintah untuk orang kaya. Di sinilah
sekali lagi kekuatan Wahyu (Al-Qur’an) meluruskan cara berpikir manusia yang
seringkali bengkok dalam memandang sesuatu.
Ayat ini
luar biasa. Mengapa luar biasa? Sebab, orang yang terbatas rezekinya pun wajib
berlatih bersedekah. Dan, kedermawanan memang perlu dilatih. Sifat mulia ini
tidak datang ujug-ujug, tiba-tiba. Tentu saja pemberian yang dimaksud sesuai
dengan kemampuannya kerena Allah tidak akan membebani seseorang melebihi
kesanggupannya.
Luar biasa
ajaran Islam yang tertulis pada ayat ini. Orang yang terbatas rezekinya saja
dianjurkan untuk melatih dirinya menjadi dermawan. Pengalaman memperlihatkan
bahwa sifat kedermawanan, juga sifat-sifat yang baik lainnya, perlu dilatih.
Semakin dini (sejak usia kanak-kanak) latihan itu semakin bagus.
Tetapi sayangya,
kita melihat di tengah-tengah keluarga dan masyarakat kita. Sikap kedermawanan
ini sering kali dibunuh secara tidak langsung oleh orang-orang sekitar. Bagaimana
mau bantu orang, jika kita saja tidak berpunya, jangan sok bantu-bantu orang
nanti jatahmu berkurang, dan aneka pernyataan yang melemahkan tekad untuk
berbagi. Inilah sesungguhnya mental miskin. Selalu merasa kurang dan kurang.
Dari ayat
ini kita dapat memahami mengapa tidak sedikit muslim yang kaya sering sulit
dimintai sumbangan untuk kemajuan umat. Rupanya, mereka kurang mendapat latihan
kedermawanan sejak dini. Apalagi yang
dari kecil memiliki kesulitan ekonomi.
Karena itu,
mulai saat ini ayo kita melatih kedermawnan anak atau cucu kita sejak dini.
Kelak apabila generasi muda muslim banyak yang sukses dan sekaligus dermawan,
kita baru bisa mengumpulkan dana yang cukup untuk membiayai kebangkitan Islam.
Terakhir,
kita akan menutup diskusi ini dengan firman Allah,
Sungguh, usahamu memang beraneka
macam. Maka, barangsiapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka akan Kami mudahkan baginya
jalan menuju kemudahan (kebahagiaan) (QS Al-Lail(92): 4 - 7).
Apa saja
usahamu, entah saudagar atau tukang rumput. Jadi menteri atau jadi supir
menteri, jadi nelayan atau nahkoda, jadi
petani atau jadi buruh, semuanya adalah lumrah, karena usaha memang
bermacam-macam. Maka di dalam usaha yang
bermacam-macam itu, Allah memberikan pedoman untuk keselamatan diri manusia.
Di dalam
ayat di atas bertemu tiga syarat yang harus kita penuhi.
Pertama, suka memberi kepada sesama manusia, suka bederma, menolong orang yang susah. Itulah tanda hati yang terbuka.
Kedua, Hendaklah takwa selalu kepada Allah, pelihara hubungan dengan-Nya pada malam dan siang hari.
Ketiga, Mengakui adanya nilai-nilai baik di dunia ini, yang terpuji oleh sesama manusia. Kalau ketiganya ini telah dipegang teguh, pemurah, takwa dan menjunjung tnggi kebaikan, diberilah jaminan atau janji oleh Allah.
maka akan Kami mudahkan baginya jalan
menuju kemudahan (kebahagiaan) (ayat 7)
Artinya akan
dilapangkan Allah menghadapi perjalanan hidup, teguh pertalian jiwa dengan
sesama manusia, dan teguh pula pertalian jiwa dengan Allah. Dan ilham atau
petunjuk akan selalu diberikan oleh Allah, sehingga segala langkah maju di
dalam hidup itu tidak ada yang sukar.
Artinya meskipun
ada kesukaran terbentang di hadapan, akan ada-ada saja petunjuk Allah untuk
mengatasi kesukaran itu.
Melihat
kepada jalan yang di gariskan Allah dengan ayat ini, kita diingatkan bahwa
kekayaan batin sejati ialah silaturahim dengan masyarakat, takwa kepada Allah dan
cinta akan kebaikan.
Bagaimana pendapat
Anda, apakah sudah semakin kuat untuk bergabung?
Foto: Rumah Bersama, Cibentang, Kuningan, Jawa Barat, Indonesia.
Foto: Rumah Bersama, Cibentang, Kuningan, Jawa Barat, Indonesia.
Jakarta, 27
Rabiul Akhir 1438 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.