Ada dua
bibit tanaman yang terhampar di sebuah ladang yang subur. Bibit yang pertama
berkata, “Aku ingin tumbuh besar. Aku ingin menjejakkan akarku dalam-dalam di
tanah ini, dan menjulangkan tunas-tunasku di atas kerasnya tanah ini. aku ingin
membentangkan semua tunasku, untuk menyampaikan salam musim semi. Aku ingin
merasakan kehangatan matahari dan kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku.”
Dan bibit
itu tumbuh, makin menjulang tinggi dengan akar yang kokoh.
Bibit yang
kedua bergumam. “Aku takut. jika kutanamkan akarku ke dalam tanah ini, aku tak
tahu, apa yang akan kutemu di bawah sana. Bukankah disana sangat gelap? Dan jika
kuteroboskan tunasku ke atas, bukankah nanti keindahan tunas-tunasku akan
hilang? Tunasku ini pasti akan terkoyak.
Apa yang akan
terjadi jika tunasku terbuka, dan siput-siput mencoba untuk memakannya? Dan pasti,
jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil akan berusaha untuk mencabutku
dari tanah. Tidak, akan lebih baik jika aku menunggu sampai semuanya aman.”
Bibit kedua
itu pun menunggu, dalam kesendirian.
Beberapa pekan
kemudian, seekor ayam mengais tanah itu, menemukan bibit yang kedua tadi, dan
mencaploknya segera. Akhir yang cukup tragis.
Kisah ini
saya dapatkan 9 tahun yang lalu ketika awal-awal memasuki kuliah S1. Sejak saat
itu saya memutuskan untuk memutuskan pilihan untuk menjalani hidup di atas rata-rata.
Sahabat,
memang, selalu saja ada pilihan dalam hidup. Selalu saja ada lakon-lakon yang
harus kita jalani. Apalagi jika kita menjalani beberapa aktivitas sekaligus. Mengurus
anak, bekerja, kuliah, organisasi. Seperti, kondisi yang dialami oleh sahabat
saya di Kampus. Terkhusus untuk Ibu RS yang saat ini sedang mendampingi sang
buah hatinya sakit, jadwal kerja, kuliah terakhir semester 2 sedang UAS.
Ada juga
Mbak NU yang belum muncul juga di detik-detik terakhir perjuangan. Ibu AW yang
jadwalnya sangat padat bergelut dengan kerja, mengurus keluarga, dan harus
membuat tugas akhir. Mbak ZN, Mbak SS, Pak NS, Mas KS.
Namun,
seringkali kita berada dalam kepesimisan, kengerian, keraguan, dan
kebimbangan-kebimbangan yang kita ciptakan sendiri. Kita kerap terbuai dengan
alasan-alasan untuk tidak mau melangkah, tidak mau menatap hidup. Karena hidup
adalah pilihan, maka hadapilah itu dengan gagah. Dan karena hidup adalah
pilihan, maka, pilihlah dengan bijak.
Untuk Ibu
RS, saya bisa merasakan pilihan sulit yang harus Ibu ambil. Apakah harus
membersamai sang buah hati atau mengikuti Ujian Akhir Semester. Saya sudah
berusaha melobi dosen dan pihak kampus untuk memberikan tenggat waktu melakukan
Ujian susulan. Tetapi, ternyata beliau butuh waktu tambahan.
Saya tertegun
membaca SMS yang beliau kirimkan “Saya mau minta izin lagi kalau diperbolehkan.
Kalau tidak ya resiko saya. Saya harus memprioritaskan kesehatan anak saya
karena sekarang kesehatannya sedang terganggu. Kalau saya balik, saya khawatir
kalau sakit ivo gak sembuh karena mertua saya sudah tua jadi kurang begitu
memahami hal-hal seperti ini. saya suda meninggalkan anak saya selama 5 tahun,
sekarang waktunya saya jagain dia selama sakit. In Syaa Allah, minggu depan,
saya baru balik cikarang.”
Semoga
Allah memberikan kesembuhan untuk Ivo, keteguhan dan kesabaran dalam menjalani
episode hidup. Terkhusus untuk Angkatan 19 SPs UHAMKA Pendidikan Bahasa
Indonesia. Mari kita selesaikan, sesuatu yang kita mulai. Never give up.
Jakarta, 12
Rabiul Akhir 1438 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.