Jumat, 20 Juni 2025

Bagaimana Iman Kita Bisa Hilang?

 

Bismillahirrahmanirrahim, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah, washolatu wasalamu ala rasulillah wa ala alihi washohbihi wa mawalah. Amma ba'du.

Saudaraku, pernahkah kita merenungkan bagaimana keadaan kita di Hari Kiamat kelak? Al-Qur'an, khususnya Surah Al-Hadid, memberikan gambaran yang sangat kuat tentang pemandangan itu, dan secara khusus membedakan antara orang beriman sejati dengan mereka yang munafik. Ini bukan sekadar cerita, tapi sebuah peringatan tajam untuk kita semua tentang bagaimana iman bisa hilang atau menjadi tidak bernilai.

Ayat ke-12 dari surah Al-Hadid. Surah Al-Hadid ini di dalamnya disebutkan beberapa perbandingan antara orang-orang beriman dengan orang-orang yang ingkar. Tapi di pertengahan surah ini, ayat yang ke-12 dan beberapa ayat setelahnya itu perbandingan yang unik. Biasanya kalau di dalam Al-Qur'an itu dibandingkan orang beriman dengan orang kafir. Tapi di ayat ini perbandingannya adalah orang beriman dengan orang munafik. 

Perbandingan orang beriman dengan orang munafik. Kenapa unik? Karena orang munafik itu adalah orang yang mengira atau pura-pura punya iman. Tapi ternyata imannya itu tidak bernilai di sisi Allah Subhanahu wa ta'ala di hari kiamat.

Jadi, di hari kiamat Allah Subhanahu wa ta'ala menampilkan sebuah pemandangan. Pemandangan itu ditampilkan ketika orang-orang beriman itu berjalan di Hari Kiamat. Allah berfirman:

يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

"Pada hari ketika kamu melihat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka,"

Jadi, disebutkan di sini, orang beriman itu punya cahaya. Cahaya itu memancar. Memancarnya dari mana? Dari depan, dari hati mereka, dari dada mereka. Wa bi aymanihim, dan dari sebelah kanan mereka. Sebelah kanan itu artinya apa? Dari amal-amal perbuatan mereka.

Jadi, cahaya iman itu asalnya dari dua. Dari keimanan yang tulus di dalam hati. Maka, cahayanya memancar dari depan. Dan dari amal perbuatan yang ikhlas dan saleh. Maka, cahayanya memancar dari sebelah kanan. Dan masing-masing orang ini beda-beda cahayanya. Ada yang cahayanya besar, ada yang cahayanya kecil. Ada yang cahayanya hanya sebesar ibu jari, ada yang sebesar jempol kaki, ada yang cuma sebesar badan. Ada yang cahayanya itu lebih besar daripada bumi dan seisinya. Maka, masing-masing ini sesuai dengan tingkat keimanan dan amalnya.

Nah, orang-orang beriman ini berjalan dengan cahaya ini. Di tengah-tengah perjalanan itu, ternyata ada orang lain. Siapa mereka? Mereka ini orang-orang yang, Allah katakan, قَالَ الَّذِينَ نَافَقُوا وَالْمُنَافِقَاتُ "Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan."

Mereka ini bangun di hari kiamat dalam kondisi yang gelap, tidak punya cahaya. Lalu mereka melihat orang-orang beriman itu jalan dengan cahaya, lalu mereka mengejar orang-orang beriman. نَتْرَقَبَكُمْ نَسْتَضِئْ مِنْ نُورِكُمْ "Tunggulah kami, agar kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu."

Jadi, di situ dikatakan, "Tunggu kami. Jangan kalian cepat-cepat. Kami mau ikut kalian. Bagi dong sedikit cahaya kalian." Cahaya itu enggak bisa dibagi. Itu kan seperti sebuah pancaran dari sebuah benda. Enggak bisa dibagi.

Lalu, apa kata Allah, apa kata orang-orang beriman? Orang-orang beriman ini menjawab, قِيلَ ارْجِعُوا وَرَاءَكُمْ فَالْتَمِسُوا نُورًا "Dikatakan (oleh mereka), ‘Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya!’"

Itu bukan cemoohan. Itu sebuah kenyataan yang mereka tidak sadari. Kamu kembali ke dunia dan carilah cahaya di dunia. Bukan di sini nyari cahaya. Karena cahaya ini dibawa dari sana.

Fa dhuriba baynahum bisur bihi babun. Lalu, dibuatlah di antara mereka sebuah dinding yang mempunyai pintu. Sebuah dinding besar yang memisahkan antara dua golongan. Batasnya.

بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ

"Di sebelah dalamnya (dinding itu) ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situlah (tampak) azab."

Jadi, orang beriman di dalamnya. Orang munafik di luarnya. Di dalam itu rahmat, di luar itu azab. Artinya, orang munafik itu lagi mendekat kepada azab.

Lalu, mereka itu berseru. Orang munafik itu berseru, أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ "Bukankah kami dahulu bersama kamu?"

Mereka kaget. Kok kita dipisahin? Bukankah kita sama-sama sholat? Bukankah kita sama-sama di masjid? Bukankah kita sama-sama hijrah? Bukankah kita sama-sama ngaji? Bukankah kita sama-sama pakai hijab? Bukankah kita sama-sama belajar Al-Qur'an? Bukankah kami sama-sama kalian? Kok kami dipisahin? Itu menunjukkan mereka kaget sekali. Mereka tidak menyangka bahwa mereka akan dipisahkan.

 Lalu orang beriman menjawab, بَلَىٰ وَلَٰكِنَّكُمْ فَتَنْتُمْ أَنْفُسَكُمْ وَتَرَبَّصْتُمْ وَارْتَبْتُمْ وَغَرَّتْكُمُ الْأَمَانِيُّ حَتَّىٰ جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ وَغَرَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ

"Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri, dan kamu menunggu-nunggu (kebinasaan Rasul), dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sampai datang ketetapan Allah; dan penipu (setan) telah memperdayakan kamu tentang Allah."

Ini yang perlu kita garis bawahi. Jawaban ini menunjukkan bagaimana iman itu bisa hilang atau tidak bernilai. Padahal kelihatannya ada imannya.

Jawaban orang beriman ini poin pertama, فَتَنْتُمْ أَنْفُسَكُمْ "Kalian mencelakakan diri kalian sendiri." Kalian sendiri yang menaruh diri kalian pada fitnah. Fitnah ini adalah keburukan yang kalian anggap ah kita bisa menghadapinya. Atau kalian sendiri yang menaruh diri kalian pada situasi atau lingkungan yang buruk yang membuat iman kalian pelan-pelan terkikis.

Kadang-kadang kita mengira bahwa ah saya mah imannya kuat. Lingkungan gini enggak bakalan ngaruh. Padahal itu pelan-pelan ngikis iman. Fitnah.

Poin yang kedua, وَتَرَبَّصْتُمْ "Kalian menunda-nunda." Menunda-nunda apa? Menunda-nunda taubat. Menunda-nunda perubahan. Menunda-nunda menjadi lebih baik. Padahal sudah tahu itu salah. Padahal sudah tahu itu dosa. Padahal sudah tahu itu buruk. Tapi, besok aja, nanti aja, lusa aja, minggu depan aja, bulan depan aja, tahun depan aja. Atau kalau sudah tua nanti baru tobat. Ini orang-orang munafik. Kenapa? Karena mereka menunda-nunda.

Poin yang ketiga, وَارْتَبْتُمْ "Kalian ragu-ragu." Ragu-ragu itu apa? Sudah dalam lingkungan yang buruk, sudah menunda-nunda, ditambah lagi ragu-ragu. Sehingga timbul keraguan terhadap ajaran Islam. Keraguan ini malah digunakan untuk membenarkan perbuatan dia yang salah. Jadi, dia menjustifikasi keraguannya itu dengan apa? Dengan keraguannya, dia menjustifikasi kemaksiatannya. Dengan keraguannya, dia menjustifikasi kelalaiannya.

Poin yang keempatوَغَرَّتْكُمُ الْأَمَانِيُّ "Kalian ditipu oleh angan-angan kosong." Angan-angan kosong itu apa? Mimpi dunia. Target-target duniawi. Sampai apa? Sampai lupa sama akhirat. Sampai lupa sama surga neraka. Sampai lupa sama hari kiamat. Pokoknya saya senang di dunia. Saya sukses di dunia. Saya kaya di dunia. Saya berkuasa di dunia. Saya punya apa di dunia. Dan itu dianggap akan membawa kebahagiaan. Itu angan-angan kosong.

 حَتَّىٰ جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ "Sampai datang ketetapan Allah." Yaitu kematian.

وَغَرَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ "Dan penipu (setan) telah memperdayakan kamu tentang Allah." Setan menipu kalian dengan mengatasnamakan Allah. Oh, Allah Maha Pengampun. Nanti saja tobatnya. Allah Mahabaik, dosa kecil enggak papa. Ini tipuan.

فَالْيَوْمَ لَا يُؤْخَذُ مِنْكُمْ فِدْيَةٌ وَلَا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مَأْوَاكُمُ النَّارُ هِيَ مَوْلَاكُمْ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

"Maka pada hari itu tidak akan diterima tebusan dari kamu maupun dari orang-orang kafir. Tempat kembalimu adalah neraka. Itulah tempat berlindungmu, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."

 Ayat ini menunjukkan bahwa orang munafik dan orang kafir pada Hari Kiamat tidak ada tebusannya. Tempat kembali mereka adalah neraka.

Setelah menjelaskan tentang bagaimana hati itu bisa mengeras, bisa hilang imannya, lalu Allah memberikan solusinya.


أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

"Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka (beriman) seperti orang-orang yang telah diberi Kitab sebelum itu, kemudian mereka berlalu masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang fasik."

Jadi, di sini disebutkan solusi untuk memelihara dan memperkuat cahaya iman. Apa solusinya? أن تخشع قلوبهم لذكر الله "Untuk tunduk hati mereka mengingat Allah." Mengingat Allah akan menimbulkan rasa khusyuk di hati.

وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ "Dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka." Kebenaran yang turun itu apa? Al-Qur'an. Al-Qur'an itu cahaya. Jadi, kalau kita membaca Al-Qur'an, merenungkan Al-Qur'an, menghayati Al-Qur'an, itu akan mengisi hati kita dengan cahaya.

وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ "Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang telah diberi kitab sebelum itu, kemudian mereka berlalu masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras." Jangan jadi seperti umat terdahulu. Orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka dikasih kitab Taurat, dikasih kitab Injil. Tapi, karena berlalu masa yang panjang, mereka tidak menghargainya. Tidak mempelajarinya. Tidak mengamalkannya. Tidak berinteraksi dengan kitab itu. Akhirnya, apa? Hati mereka jadi keras.

Baca juga: Proses Penyembuhan Melalui Al-Quran

Ini peringatan buat kita umat Islam. Jangan sampai punya Al-Qur'an, tapi enggak dibaca. Enggak direnungkan. Enggak dihafal. Enggak diamalkan. Nanti hati kita jadi keras.

Dan yang terakhir, kita harus memahami bahwa iman itu adalah sesuatu yang perlu dijaga. Karena iman itu, dia adalah sesuatu yang bisa hilang kapan saja. Kita harus berusaha menjaga iman kita.

Malang, 24 Dzulhijjah 1446 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung. Semoga langkah Anda hari ini membawa semangat baru untuk terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijak. Saya menghargai setiap dedikasi dan perjalanan Anda. Sampai kita berjumpa kembali, dalam tulisan atau kehidupan nyata.