Sabtu, 28 Juni 2025

Mengapa Komunikasi Empatik di IGD Bisa Menyelamatkan Pasien dari Nyeri Kronis?



Saat Anda datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), apa yang paling Anda butuhkan selain pertolongan medis? Ternyata, jawaban yang sering luput dari perhatian adalah: komunikasi empatik.

Artikel terbaru dari Rio Saputra dan timnya yang dimuat dalam American Journal of Emergency Medicine menunjukkan bahwa cara tenaga kesehatan berkomunikasi dengan pasien dapat memengaruhi apakah seseorang akan menderita nyeri kronis beberapa bulan setelah keluar dari IGD. Ya, Anda tidak salah baca. Komunikasi bukan sekadar basa-basi, tapi bisa menjadi penentu masa depan kualitas hidup pasien.

Emosi yang Tak Ditangani Bisa Menyisakan Luka Nyeri

Studi ini menyoroti temuan sebelumnya yang menunjukkan bahwa emosi negatif seperti sedih dan marah selama berada di IGD bisa menjadi “bibit” munculnya nyeri kronis di kemudian hari. Ketika pasien merasa tidak dipahami, diabaikan, atau diberi informasi secara terburu-buru, tekanan emosional yang mereka alami meningkat. Dan ironisnya, emosi semacam ini bisa memperparah persepsi nyeri fisik.

Komunikasi Bukan Sekadar Informasi, Ia Adalah Terapi

Menurut Saputra dkk., komunikasi seharusnya dilihat sebagai intervensi emosional. Komunikasi yang tidak jelas, bersifat dingin, atau bahkan meremehkan, justru memperparah perasaan putus asa pasien. Sebaliknya, komunikasi yang empatik, jelas, dan meyakinkan dapat menenangkan pasien dan bahkan mengurangi sensasi nyeri.

Solusi: Komunikasi Empatik yang Terstruktur di IGD

Para peneliti mengusulkan empat langkah strategis:

  1. Pelatihan komunikasi empatik untuk tenaga medis, termasuk cara mendengarkan aktif dan mengenali emosi pasien.

  2. Penggunaan alat bantu komunikasi seperti SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation) yang juga memuat isyarat emosi.

  3. Pencatatan kondisi emosional pasien secara rutin bersamaan dengan gejala medis.

  4. Kolaborasi lintas disiplin antara dokter, psikolog, dan pakar komunikasi untuk merancang intervensi berbasis komunikasi.

Lebih dari Sekadar Obat: Komunikasi Menentukan Pengalaman Pasien

Dalam dunia medis yang serba cepat, apalagi di IGD, komunikasi sering kali menjadi korban pertama dari tekanan waktu. Padahal, bagi pasien, komunikasi yang baik kadang lebih membekas daripada tindakan medis itu sendiri. Mereka mungkin lupa suntikan yang menyakitkan, tapi akan selalu ingat kalimat, “Tenang, kami di sini untuk membantu Anda,” yang diucapkan dengan tulus.

Penutup: Komunikasi sebagai Obat yang Terlupakan

Tulisan ini mengajak kita semua, khususnya para praktisi kesehatan, untuk memandang komunikasi bukan sekadar pelengkap, tapi sebagai bagian dari terapi utama, terutama dalam konteks pencegahan nyeri kronis.

Karena terkadang, yang menyembuhkan bukan hanya obat, tetapi juga kata-kata yang hangat dan penuh empati.

Baca artikel ilmiahnya secara gratis di ScienceDirect (akses terbuka hingga 15 Agustus 2025): disini

Malang, 3 Muharram 1447 H

Sumber artikel asli:
Saputra, R., Kaluku, M.R.A., Hartoto, et al. (2025). Bridging the Gap: Integrating Empathetic Communication into Emergency Medicine for Chronic Pain Prevention. American Journal of Emergency Medicine. https://doi.org/10.1016/j.ajem.2025.06.049

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung. Semoga langkah Anda hari ini membawa semangat baru untuk terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijak. Saya menghargai setiap dedikasi dan perjalanan Anda. Sampai kita berjumpa kembali, dalam tulisan atau kehidupan nyata.