Namun, di balik kebahagiaan ini, mari kita luangkan sejenak waktu untuk merenung. Adakah hati kita benar-benar sudah bersih? Atau jangan-jangan, tanpa sadar, kita masih menyimpan penyakit yang jauh lebih berbahaya daripada sekadar penyakit fisik? Penyakit yang tak terlihat, tetapi mematikan: penyakit hati.
Apa Itu Penyakit Hati?
Dalam khutbah Idulfitri tahun ini, tema yang diangkat sangat menarik, penting dan mempunyai dasar yang sangat kuat: Penyakitan
Pertama, menjadi orang-ornag yang bertakwa. Itulah tujuan utama diwajibkannya puasa ramadan.
Sebagaimana Allah Subhanahu Wata'ala berfirman dalam surat Al-Baqarah: 183
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Sebagian orang mungkin menganggap penyakit hanyalah perkara fisik—kanker, jantung, stroke, ginjal, dan sebagainya. Mereka rela menghabiskan harta, tenaga, bahkan waktu untuk mengobatinya. Namun, banyak yang lupa bahwa ada penyakit yang jauh lebih berbahaya, yakni penyakit hati.
Penyakit hati bukanlah penyakit medis, melainkan penyakit batin seperti:
-
Iri hati
-
Dengki
-
Dendam
-
Benci
-
Buruk sangka
-
Sombong
Inilah penyakit yang diam-diam menggerogoti keimanan, menghancurkan amal ibadah, dan menjauhkan kita dari rahmat Allah.
Baca juga: Iman adalah Obat Jiwa dan Fisik
Kedua, orang yang bertakwa adalah yang bersih hatinya dan orang munafik adalah yang berpenyakitan hatinya.
Penyakit Hati dalam Al-Qur’an dan Hadits
Al-Qur’an telah memberi peringatan tentang bahaya penyakit hati. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 10:
"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya."
(QS. Al-Baqarah: 10)
Penyakit ini bukan sekadar istilah, tetapi nyata adanya. Dalam sebuah hadits shahih riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Takwa itu ada di sini," sambil menunjuk dadanya sebanyak tiga kali.
Takwa bukan sekadar ritual lahiriah, tetapi sesuatu yang tumbuh dari dalam hati. Bila hati berpenyakit, maka takwa akan terhalang.
Saling berbagi dalam kondisi apapun dan pada siapapun, saling memaafkan, saling mendoakan, dapat meredam emosi saat akan marah, sering beristighfar dan bertaubat, adalah diantara sifat-sifat penting orang-orang yang bertakwa.
Berarti orang yang berpenyakitan adalah kebalikannya, mereka atau mungkin termasuk saya yang tidak mau sering berbagi, gengsi untuk memberi maaf, suka mendoakan buruk pada orang lain, kerjaannya suka marah-marah dan lupa dari banyak taubat dan istighfar. Itulah orang-orang yang penyakitan.
Mengapa Penyakit Hati Berbahaya?
Penyakit fisik hanya akan membawa kepada kematian jasmani. Tapi penyakit hati lebih dari itu. Ia menghapus pahala, merusak ibadah, bahkan menjerumuskan kita ke dalam neraka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut penyakit hati sebagai halîqatud dîn—penghancur agama. Iri hati, dengki, dendam, dan kebencian akan melunturkan kebaikan yang telah kita kumpulkan, sebagaimana api melahap kayu bakar.
Dalam Surat Ali Imran ayat 133-135,
وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ
Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,
Siapakah mereka orang-orang bertakwa yang dimaksud dalam ayat ini?
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.
Lalu dilanjutkan dengan sifat-sifat lainnya yaitu,
وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ
Demikian (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka (segera) mengingat Allah lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya. Siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Mereka pun tidak meneruskan apa yang mereka kerjakan (perbuatan dosa itu) sedangkan mereka mengetahui(-nya).
Allah menggambarkan ciri-ciri orang bertakwa yang hatinya bersih:
-
Gemar berinfaq, baik di waktu lapang maupun sempit.
-
Tidak meneruskan perbuatan dosanya.
Apabila kita masih sulit memberi, mudah marah, menyimpan dendam, dan enggan meminta ampunan, itu tanda hati kita sedang "sakit."
Kesehatan Fisik vs Kesehatan Hati
Sungguh ironis. Kita begitu peduli dengan kesehatan jasmani, namun lalai menjaga hati. Kita rela berobat ke luar negeri, membayar biaya besar untuk mengobati kanker, jantung, ginjal, stroke, dan sebagainya. Walau ternyata usahanya tidak membuahkan hasil yang memuaskan dan berujung pada kematian. Tetapi, untuk penyakit hati, kita acuh tak acuh, bahkan mungkin tidak menyadari bahwa kita sedang "sakit."
Padahal, penyakit fisik hanya berdampak di dunia. Sementara penyakit hati, dampaknya hingga ke akhirat:
-
Dimurkai Allah.
-
Disiksa di alam kubur.
-
Dihinakan di hari kiamat.
-
Dimasukkan ke dalam neraka.
Lebih mengerikan lagi, jika kita terkena dua-duanya: sakit fisik dan sakit hati. Sudah kanker, tidak sholat, pelit lagi, pendendam lagi, tentu ini yang lebih mengerikan. Na’ûdzu billâh min dzâlik.
Tulisan Terkait: Sakit dalam Tinjauan Al-Quran dan Hadist
Bagaimana Cara Mengobati Penyakit Hati?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tiga resep mujarab untuk membersihkan hati, sebagaimana diriwayatkan dalam Sunan At-Tirmidzi:
"Tiga perkara yang tidak akan membuat hati seorang Muslim dengki: (1) Mengikhlaskan amalan karena Allah, (2) Mendoakan kebaikan untuk pemimpin, (3) Setia dan patuh kepada pemimpin."
Tiga resep itu adalah:
-
Ikhlas dalam setiap amal.
Jangan berharap pujian atau pengakuan manusia. -
Mendoakan kebaikan untuk pemimpin.
Walaupun mereka punya kekurangan, doakan agar Allah memperbaiki mereka. -
Taat kepada pemimpin selama tidak memerintahkan maksiat.
Karena ketertiban sosial adalah bagian dari ketakwaan.
Teladan dari Rasulullah dan Para Sahabat
Jika kita menelusuri sejarah, banyak kisah tentang kebersihan hati para pendahulu kita:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam difitnah, disakiti, dicela, dihina, diracun dan diancam dibunuh, tapi karena hati beliau tidak berpenyakit dan paling bersih dari seluruh manusia tetap berbuat baik kepada musuh-musuhnya, bahkan ketika mereka meninggal, beliau ingin menyolatkan mereka bahkan memberi pada anak musuhnya baju jubahnya agar dijadikan kain kafan. Allah kemudian melarangnya untuk menyolatkan dan mendoakan karena mereka wafat dalam kekafiran, tetapi ini menunjukkan kebersihan hati beliau. Demikian dalam Shahih Muslim diterangkan
Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, memaafkan orang yang menyebarkan fitnah terhadap putrinya, Aisyah radhiyallahu ‘anha, meski hatinya terluka. Ternyata salah satu penyebarnya adalah orang yang selalu dibantunya. Tetapi Abu Bakar tetap meneruskan berbuat baik padanya. Demikian dalam Shahih Al-Bukhari diterangkan. Baca juga: Belajar Memaafkan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala tetap memberi rezeki dan kehidupan kepada orang-orang yang mendustakan dan memfitnah-Nya punya anak atau punya ibu. Sekian miliar yang mengimani hal tersebut. Tidak ada yang mampu menandingi kasih sayang-Nya.
Lalu, siapakah kita hingga tega memelihara iri, dengki, dan kebencian dalam hati?
Baca juga: Iri Hati, Kemerdekaan Jiwa dan Solusi untuk Mengatasinya
Mari Kita Sucikan Hati di Hari yang Fitri
Idul Fitri bukan sekadar hari berganti pakaian baru, bersalaman, dan menikmati hidangan. Hakikat Idul Fitri adalah momentum untuk membersihkan hati, menumbuhkan ketakwaan, dan memperbaiki hubungan—baik dengan Allah maupun sesama manusia.
Hari ini, mari kita saling memaafkan, bukan hanya di lisan, tetapi benar-benar dari dalam hati. Mari kita hapus semua iri, dengki, dendam, dan buruk sangka yang pernah singgah di dada.
Diakhir khutbah kali ini, dimomen Idul Fitri yang mulia. Berdoalah dan teruslah berjuang agar menjadi orang-orang yang bertakwa yang jauh dari penyakitan.
Semoga khutbah ini bermanfaat buat saya dan semua.
Baca juga: Penghuni Surga
Doa di Hari Idul Fitri
Ya Ghafur, Wahai Engkau Yang Maha Pengampun. Ampunilah dosa-dosa kami, dosa kedua orang tua kami, dosa para pemimpin kami, dosa seluruh kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat dimanapun mereka berada. Yang masih hidup dan yang sudah wafat.
Yaa Muqallibal Quluub. Wahai Engkau yang Maha Membolak-balikkan hati semua manusia. Kokohkanlah hati-hati kami agar selalu berada di atas agamamu. Juga demikian hati para pemimpin kami. Jaga hati mereka agar lebih taat pada-Mu dan lebih mencintai rakyatnya.
Yaa Mu’min Wahai yang memberi keamanan. Amankan selalu negeri kami dalam segala hal dan keadaan. Amankan seluruh masyarakat kami dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Hindarilah dari segala macam perpecahan, permusuhan dan peperangan.
Yaa Kariim Wahai Engkau yang maha mulia. Siapapun mereka yang pernah kami sakiti, muliakanlah mereka di sisimu.
Ya Allah, bersihkanlah hati kami dari penyakit-penyakit hati.
Yaa Robb sebagaimana Engkau saat ini mengumpulkan kami di tempat ini, maka kumpulkanlah kami kelak di dalam surga firdaus-Mu dengan berlezat-lezat memandang wajah-Mu. Aamiin.
Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin.
Selamat Hari Raya Idulfitri 1 Syawal 1446 H. Taqabbalallahu minna wa minkum, minal ‘aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin.
Rio Saputra dan Keluarga
Malang, 1 Syawal 1446 H/ 31 Maret 2025 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.