Namun, di balik kesan netral dan objektifnya, algoritma sebenarnya tidaklah netral. Ia adalah produk dari keputusan manusia, tepatnya, para pemilik platform media sosial. Dan seperti halnya editorial di media tradisional, algoritma juga memiliki agenda tersendiri.
Algoritma sebagai "Editor Digital"
Bayangkan algoritma sebagai editor di sebuah surat kabar. Editor memutuskan berita mana yang layak ditampilkan di halaman depan, mana yang perlu dikubur di halaman belakang, dan mana yang sama sekali tidak boleh muncul. Algoritma melakukan hal yang sama, tetapi dengan skala yang jauh lebih besar dan lebih personal.
Setiap kali kita membuka media sosial, algoritma bekerja keras untuk memilih konten yang menurutnya paling relevan untuk kita. Ia mempertimbangkan riwayat pencarian, interaksi sebelumnya, durasi waktu yang dihabiskan pada jenis konten tertentu, dan banyak faktor lainnya. Hasilnya, kita mendapatkan umpan berita yang seolah-olah "dibuat khusus" untuk kita.
Tapi, Siapa yang Mengendalikan Algoritma?
Di sinilah letak masalahnya. Algoritma tidak bekerja dalam ruang hampa. Ia dirancang oleh manusia, tepatnya, oleh tim insinyur dan data scientist yang bekerja untuk perusahaan media sosial. Dan seperti halnya manusia, mereka memiliki prioritas, nilai, dan agenda tertentu.
Pemilik media sosial, seperti Meta (Facebook), Instagram, TikTok, atau X (Twitter), memiliki tujuan utama: mempertahankan perhatian kita selama mungkin. Semakin lama kita berada di platform mereka, semakin banyak data yang bisa mereka kumpulkan, dan semakin besar keuntungan yang bisa mereka dapatkan dari iklan.
Algoritma dirancang untuk melayani tujuan ini. Ia akan memprioritaskan konten yang "menarik perhatian" entah itu konten yang memicu emosi kuat, konten viral, atau konten yang sesuai dengan bias kita. Tapi, ini juga berarti bahwa algoritma bisa sengaja mengabaikan konten yang penting tapi kurang "menarik" secara komersial.
Kuasa Tersembunyi di Balik Algoritma
Pemilik media sosial memiliki kuasa besar terhadap apa yang kita lihat dan apa yang tidak. Mereka bisa memutuskan untuk mempromosikan jenis konten tertentu, membatasi jangkauan konten lainnya, atau bahkan menyembunyikan konten yang dianggap tidak menguntungkan bagi platform mereka.
Misalnya, selama pemilu atau situasi politik yang sensitif, platform media sosial bisa mengubah algoritma mereka untuk mengurangi penyebaran misinformasi. Tapi, keputusan ini seringkali tidak transparan. Kita tidak pernah benar-benar tahu mengapa suatu konten tiba-tiba menghilang dari umpan berita kita, atau mengapa konten tertentu justru menjadi sangat dominan.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Sebagai pengguna media sosial, kita perlu menyadari bahwa apa yang kita lihat tidaklah kebetulan. Algoritma bukanlah cermin objektif dari realitas, melainkan hasil dari keputusan manusia yang memiliki agenda tertentu.
Untuk mengurangi dampak negatif algoritma, kita bisa:
1. Menyadari bias algoritma: Selalu kritis terhadap konten yang muncul di umpan berita kita.
2. Mencari sumber informasi yang beragam: Jangan hanya mengandalkan satu platform untuk mendapatkan informasi.
3. Mengatur preferensi kita sendiri: Manfaatkan fitur seperti "sembunyikan" atau "kurangi konten serupa" untuk mengontrol apa yang kita lihat.
4. Berdiskusi dengan orang lain: Berbagi perspektif dengan orang lain bisa membantu kita melihat di luar "gelembung filter" yang diciptakan oleh algoritma.
Baca juga: Berita Hoax, Literasi Informasi dan Media Sosial dalam Perspektif Islam
Algoritma mungkin terlihat seperti "bahasa mudahnya editorial", tapi jangan lupa bahwa di baliknya ada kepentingan dan agenda dari pemilik media sosial. Mereka memiliki kuasa untuk membentuk apa yang kita lihat, dan pada akhirnya, bagaimana kita memandang dunia.
Dalam Islam, kita diajarkan untuk selalu kritis dan bertanggung jawab atas apa yang kita konsumsi. Dengan memahami cara kerja algoritma, kita bisa menjadi pengguna media sosial yang lebih cerdas dan kritis. Karena di era digital ini, kesadaran adalah langkah pertama untuk mengambil kembali kendali atas apa yang kita konsumsi dan bagaimana kita berpikir.
Mari kita gunakan media sosial sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Subahanahu wata'ala dan menyebarkan kebaikan, bukan sebaliknya. Wallahu a'lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung. Semoga langkah Anda hari ini membawa semangat baru untuk terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijak. Saya menghargai setiap dedikasi dan perjalanan Anda. Sampai kita berjumpa kembali, dalam tulisan atau kehidupan nyata.