Sabtu, 26 Maret 2011

Kritik Sastra Negeri 5 Menara

 
Kritik Sastra Negeri 5 Menara
Novel ini secara tidak langsung menyinggung pola penerapan pendidikan bangsa ini yang cendeung memisahkan antara pelajaran agama dan non agama. Sehingga ada dikotomi yang cukup serius. Terbukti ketika guru biologi mengajarkan sebuah teori hanya sedikit yang mengkaitkannya dengan kebesaran Allah dan menjadikan Al-qur’an sebagai referensi. Sehingga wajar, jika cahaya agama tidak merasuk ke dalam generasi muda saat ini. Karena sekolah-sekolah bahkan universitas hanya membicarakan teori atau baru sebatas transfer knowleadge. Bukan pemindahan budaya dan pemahaman tentang kesadaran beragama. 

Setelah menyajikan tentang Novel Laskar Pelangi, Sekarang saya ingin Berbagi dengan sahabat tentang Novel yang sangat menginspirasi yaitu Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi. Seorang Pemimpi, sosok yang berkarakter dan berkemauan kuat dalam mewujudkan mimpinya. Setelah membaca Novel Negeri  5 Menara semoga dapat memberikan motivasi bakat, semangat dan optimisme serta tidak dapat kenal menyerah dalam meraih pendidikan. Walupun telah lama terbit, tetapi Jika dikaji terus menerus ilmu itu semakin bercahaya dan memberi pemahaman baru tentang kehidupan.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Latar atau setting dalam fiksi bukan hanya sekedar background, artinya bukan hanya menunujukan tempat kejadian dan kapan terjadinya. sebuah novel memang harus terjadi di suatu tempat. Harus ada tempat dan ruang kejadian. Dalam fiksi lama tempat kejadian cerita dan tahun-tahun terjadinya disebutkan panjang lebar oleh penulisnya. Dan disitu setting hanya sekedar tempat terjadinya.

Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang- orang yang berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra seorang pengarang, tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu,  karya sastra yang lahir di tengah-tengah masyarakat merupakan hasil pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah dihayatinya.

Novel ini menceritakan tentang transformasi budaya dan perubahan sosial baik mengenai arti sebuah mimpi, cara pandang, sikap hidup, kesungguhan dan keikhlasan dalam meraih impian dan perbedaan antara budaya minang dan budaya di Pesantren Madani.

Kritik terhadap latar dalam suatu karya sastra berupaya mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dan dialami oleh tokoh baik berupa rentetan waktu, tempat kejadian, baik yang bersifat umum maupun khusus serta fisik-psikologis, sehingga dapat memberikan penilaian seberapa jauh latar yang mempengaruhi unsur-unsur pembangun karya sastra.

Berhadapan dengan karya fiksi, pada hakikatnya kita berhadapan dengan sebuah dunia, dunia dalam kemungkinan, sebuah dunia yang sudah dilengkapi dengan tokoh penghuni dan permasalahan. Namun tentu saja, hal itu kurang lengkap sebab tokoh dengan berbagai pengalaman hidupnya itu memerlukan ruang lingkup, tempat dan waktu, sebagaimana halnya kehidupan manusia di dunia nyata. Dengan kata lain, fiksi sebagai sebuah dunia, disamping membutuhkan tokoh, alur, dan plot juga perlu yang namanya latar.

Pentingnya kritik terhadap latar dalam novel “Negeri 5 Menara” karya Ahmad Fuadi ini adalah untuk mendapatkan gambaran umum mengenai struktur latar dalam Novel Negeri  5 Menara, bentuk-bentuk latar, dan keterhubungan latar dengan unsur-unsur karya sastra yang lain.

1.2    Batasan Masalah
1.    Struktur latar dalam Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi
2.    Bentuk-bentuk latar yang terdapat dalam novel Negeri  5 Menara karya Ahmad Fuadi
3.    Keterhubungan latar dengan unsur-sunur karya sastra yang lain dalam novel 5 Menara karya Ahmad Fuadi

1.3    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana struktur Novel Negeri  5 Menara karya Ahmad Fuadi ?
2.    Bagaimana bentuk-bentuk latar yang dapat dalam Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi ?
3.    Bagaimana keterhubungan latar dengan unsur-unsur karya sastra yang lain dalam Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi ?

1.4    Tujuan
Kritik sastra ini bertujuan untuk mendapatkan pendeskripsian yang tepat, rinci dan mendalam tentang latar dalam Novel Negeri  5 Menara karya Ahmad Fuadi

1.5    Manfaat
    Bagi Pembaca
Setelah membaca Novel Negeri  5 Menara dapat memberikan motivasi bakat, semangat dan optimisme serta tidak dapat kenal menyerah dalam menambah pendidikan 

    Bidang Ilmu
Dapat memberikan manfaat untuk melengkapi khasanah kritik yang menggunakan pendekatan struktural dan pendekatan moral.

    Bidang Pengarang
Dapat memberikan masukan kepada pengarang dalam menciptakan atau menulis karya sastra yang baik berupa novel atau karya sastra yang lain untuk yang lebih baik.


1.6    Metode
Metode yang digunakan dalam menulis kritik terhadap novel Negeri  5 Menara karya A. Fuadi yaitu dengan menggunakan metode struktural berpola dan pendekatan struktural. Metode struktural berpola adalah sebelum melakukan pembacaan karya sastra terlebih dahulu dibuat formula atau menentukan unsur apa yang akan dicari atau diteliti berupa unsur-unsur karya sastra dalam Novel Negeri   Menara dengan menentukan kerangka. Kerangka berupa teori-teori dan masalah yang akan diungkapkan, dalam hal ini struktur Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi, bagaimana bentuk-bentuk latar yang ada dan bagaimana keterhubungan unsur-unsur karya sastra yang lain dalam Novel Negeri 5  Menara karya Ahmad Fuadi.

Pendekatan struktural adalah pendekatan memberikan perhatian penuh pada karya sastra sebagai sebuah struktur. (Sowondo, 2001: 55). Dalam membaca dan menganalisis cerita untuk mendapatkan data-data, beberapa langkah kerja yang dilakukan yaitu :

1.    Membaca Novel Negeri 5 Menara mendapatkan gambaran  umum terhadap unsur latar /setting.
2.    Membaca ulang Novel tersebut sambil menandai unsur-unsur yang termasuk latar /setting
3.    Bagian-bagian novel yang sudah ditandai, kemudian dikumpulkan dalam daftar
4.    Mengklasifikasikan data latar yang telah dikumpulkan termasuk kategori bentuk-bentuk latar dan bagaimana hubungan latar dengan unsur-unsur karya sastra yang lain.


1.7    Teori
Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur (pembangunnya). Disatu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams, 1981: 68).

Di pihak lain, struktur karya sastra juga mengarah pada pengertian hubungan antarunsur intrinsik yang bersifat timbal-balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Secara sendiri, terisolasi dari keseluruhannya, bahan, unsur atau bagian-bagian tersebut tidak penting, bahkan tidak ada artinya. Tiap bagian akan menjadi berarti dan penting setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana sumbangannya terhadap keseluruhan wacana.

Latar merupakan salah satu unsur pembentuk satu karya sastra, latar yang disebut juga  sebagai landas tumpu, menyaran kepada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981: 175).

Dalam novel modern setting telah digarap para penulis menjadi unsur cerita yang penting. Latar /setting memberikan pijakan cerita secara konkrit dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita. Semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, tahun), cuaca atau periode sejarah. Meski tidak langsung merangkum sang karakter utama. Latar dapat merangkum orang-orang yang menjadi dekor dalam cerita-cerita. Biasanya latar diketengahkan lewat baris-baris kalimat deskriptif. 

Deskriptif latar kerap membuat jengkel pembaca karena mereka cenderung ingin langsung menuju inti cerita. Akan tetapi, latar hendaknya mendapat porsi pengamatan yang lebih intens menjelang dimulainya pembaca kedua lalu terkadang dapat berpengaruh pada karakter-karakter. Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa memiliki daya untuk memunculkan tone dan modal emosional yang melingkupi sang karakter. 

Teori yang digunakan dalam menulis kritik strukutral yaitu dengan cara menentukan kerangka karya sastra berupa teori dan permasalahan. Bentuk-bentuk latar terbagi menjadi tiga macam (Abrams, 1981: 175) :

1.    Later Tempat
Yaitu tempat atau daerah terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita
2.    Latar Waktu
Yaitu waktu terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita, latar waktu bisa berupa detik /menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun.
3.    Latar sosial
Yaitu lingkungan hidup dan sistem kehidupan yang ada di tengah-tengah para tokoh dalam sebuah cerita


BAB II
ISI

2.1    Struktur Latar Dalam  Novel Negeri  5 Menara
2.1.1    Macam-macam Latar

Latar yang disebut juga sebagai landas tumpu, meyaran kepada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981:175). 

Stanton (1965) mengelompokkan latar, bersama dengan tokoh dan plot, ke dalam fakta atau cerita sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi, dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi. Atau, ketiga hal inilah yang secara konkret dan langsung membentuk cerita: tokoh cerita adalah pelaku dan penderita kejadian kejadian yang bersebab akibat, dan itu perlu pijakan, di mana dan kapan.

Melalui analisis terhadap latar, seseorang dapat mengetahui bagaimana keadaan, pekerjaan, dan status sosial para tokoh. Seringkali latar juga berhubungan erat dengan nasib seorang tokoh dalam sebuah teks. Artinya lingkungan sekitar kerap memberikan efek secara langsung terhadap apa yang dikerjakan seorang pelaku. Ketika hujan dan seorang tokoh sedang berjalan, maka ia akan mencari tempat berteduh dan jika ia mempunyai payung maka ia akan segera menembus hujan. Tapi bila tidak sangat mungkin ia akan melakukan interaksi dengan orang yang juga tengah berteduh.

Menurut pendapat Abrams (1981: 175), latar dibagi menjadi tiga macam yaitu:

a. latar tempat
Latar tempat ialah tempat atau daerah terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita. Sangat mungkin latar tempat sebuah karya fiksi terdapat di dalam ruangan dan tidak menutup kemungkinan latar tempat terjadi di ruang lingkungan. Di jalanan atau di sebuah kota misalnya. Novel negeri 5 menara cenderung menunjukkan latar tempat yang dominan, seperti, masjid, perpustakaan, lapangan bola, ITB, danau maninjau, dll.

b. Latar Waktu
Latar waktu ialah waktu terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita. Latar waktu bisa berupa detik, menit, jam, jari, minggu, bulan, tahun, dan seterusnya. Tetapi juga sangat mungkin pengarang tidak menentukan secara persis tahun, tanggal atau hari terjadinya peristiwa, namun hanya menyebutkan saat Hari Raya, tahun baru dan sebagainya yang pada akhirnya juga akan engacu kepada waktu seperti tanggal dan bulan tergantung latar tempat dalam cerita. Misalnya tahun baru di Indonesia identik dengan 1 Januari, namun di Arab tahun baru lebih identik pada 1 Muharram.

Di dalam novel negeri 5 menara ini latar yang menunjukkan waktu cukup mendominasi. Contoh dalam bab I ‘desember 2003 jam 16.00, hal 1” dan bab 15 “ bagi kami, kemudian hari jum’at ialah hari favoite nabi Muhammad”

c. Latar Sosial
Latar sosial ialah lingkungan hidup dan sistem kehidupan yang ada di tengah-tengah para tokoh dalam sebuah cerita. Pada umumnya latar sosial berhubungan erat dengan tiga latar lainnya. Misalnya seorang santri umumnya tinggal asrama dan setiap bulan ia dikirimi wesel satu kali, sedangkan temannya ada yang tidak sama sekali. Kehidupan mereka sangat berbeda, dari segi ekonomi.

Latar sosial dalam novel N5M ini lebih menggambarkan tentang serentetan aturan yang ketat, lingkungan belajar yang kondusif, dan keikhlasan yang selalu dipertontonkan di setiap sudut PM. Para murid bukan hanya mendapatkan materi secara  kering, tetapi mendapatkan ruh, spirit dalam berjuang mewujudkan cita-cita. 

Secara tidak langsung kolaborasi latar ini mewujudkan suatu gambaran yang indah tentang Pondok Madani yang selama ini digambarkan ekstrem dan kuno, serta jauh dari perkembangan ilmu pengetahuan.


2.1.2    Hubungan Latar dengan Unsur Karya Sastra yang Lain
Pengarang memilih latar tersebut didasari kepentingan atas tema, alur, dan penokohan. Latar atau setting pada karya sasta Novel negeri 5 menara ini termasuk realitas objektif yaitu benar – benar dialami oleh pengarang dan pembaca mengetahui latar tempatnya. Di samping itu dengan mengetahui latar, pembaca mempunyai persepsi tentang peristiwa, walaupun pada akhirnya persepsi itu akan dibuyarkan oleh tindakan tokoh. 

Novel ini diawali dengan latar sosial, yang membuat tokoh utama “Alif” terpaksa menerima tawaran amaknya untuk masuk ke PM, sebuah Pondok modern yang berada di pulau jawa. Alif langsung dihadapkan oleh pilihan amaknya yang sejak dahulu memimpikan bahwa jika anaknya laki-laki maka ia berniat akan menjadikan anaknya sebagai pemimpin agama. “Amak ingin anak laki-lakiku menjadi seorang pemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas. Seperti buya hamka yang sekampung dengan kita itu. Melakukan amar ma’ruf nahi munkar, mengajak orang kepada kebaikan dan meninggalkan kemungkaran,” kata amak pelan-pelan (keputusan setengah hati, H 8: P 2) 

Harapan amak ini juga dapat dilihat dalam subjudul “Perang Batin, H 371: P 1-3”
Setiap orang selalu dipengauhi oleh lingkungan, baik bacaan, keadaan sosial masyarakat, tokoh idola, dan teman. Kali ini mimpi ibunya adalah hal yang wajar karena mengingat daerah padang yang cukup kental dengan agama. Apalagi didukung oleh tokoh idola masyarakat indonesia yang menguasai hingga 6 bahasa asing dan mendapat gelar dari Universitas Al-Azhar tanpa mengikuti kelas reguler, ia adalah sang pembelajar yaitu Buya Hamka. 

Pembaca langsung dihadapkan dengan konflik batin antara alif dan amaknya dalam mewujudkan sebuah impian. Antara kepatuhan terhadap orang tua atau bersikeras dalam mewujudkan impian. Hal ini tentu dapat terjadi dalam kehidupan anak-anak lainnya. Di satu sisi, pendidikan modern menganjurkan agar orang tua sebaiknya hanya menggiring anaknya untuk memaksimalkan potensi mereka, yang akhirnya anaklah yang memutuskan ingin masuk ke jurusan apa ia nanti. Akan tetapi, di satu sisi, seorang anak harus mendapatkan ridho dari Allah dan orang tuanya agar selamat dan diberi kemudahan dalam meraih cita-citanya. 

Suasana batin alif sangat digambarkan dalam hal 16-17 “ bimbang dan ragu hilang timbul. Apakah perjalanan ini keputusan yang paling tepat? Bagaimana kalau aku tidak betah di tempat asing? Bagaimana kalu pondok itu seperti penjara? Bagaimana kalau gambaran pondok madani dari Pak Etek Gindo itu salah? Pertanyaan demi pertanyaan bergumpal-gumpal menyumbat kepalaku.”

Perasaan alif ini adalah hal yang wajar untuk ukuran seusianya. Digambarkan bahwa dari kecil ia sama sekali tidak pernah keluar dari kampung bahkan bersalaman dengan orang selain orang padang pun belum pernah.  

Latar sosial inilah menggiring alur cerita bergerak, dari maninjau ke pulau jawa timur tepatnya di PM. Konflik yang selama ini terjadi antara amak dan alif diselesaikan dengan bergeraknya alur cerita novel ini. Alur merupakan pola pengembangan cerita  yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat. Sebabnya berasal dari impian amak untuk menjadikan alif sebagai pemimpin agama dan akibatnya alif sekarang tiba di PM. Ini adalah salah satu bukti bahwa Latar sangat penting dan mampu mempengaruhi unsur-unsur intinsik sebuah karya sastra. Terbukti dengan bergeraknya alur dari maninjau ke PM. Penulis sangat ahli menggiring alur ke luar dengan mengawali latar sosial berupa konflik antar tokoh. Antara harapan dan cita-cita.  

Setelah mengawali cerita dengan latar sosial, maka novel ini mulai menggambarkan latar tempat, alam sekitar PM dengan sedikit kolaborasi yang proporsional dengan latar waktu dan latar sosial.

“Jalan desa yang berdebu tiba-tiba melebar dan membentangkan pemandangan lapangan rumput hijau yang luas. Disekitarnya tampak pohon-pohon hijau yang luas. Disekitarnya tampak pohon-pohon hijau rindang dan pucuk-pucuk kelapa yang mencuat dan menari-nari dihembus angin. Di sebelah lapangan tampak sebuah komplek gedung bertingkat yang megah. Sebuah kubah besar bewarna gading mendominasi langit, didampingi sebuah menara yang tinggi menjulang. Di tengah kabut pagi, komplek ini seperti mengapuung di udara” (kampung di atas kabut, H 29 : P 2)

Pondok madani memiliki luas 15 hektar (H. 30 : P. 4) pondok madani memiliki sistem pendidikan 24 jam. Tujuan pendidikannya untuk menghasilkan menusia yang mandiri yang tangguh. Kegiatan pembelajaran diadakan di kelas, lapangan, masjid, dan tempat lainnya. Lalu Burhan salah satu tokoh dalam novel ini menunjukkan gedung utama, pertama masjid jami’ dua tingkat yang berkapasitas empat ribu orang dan kedua aula serba guna, tempat kegiatan penting berlangsung. Mulai dari pargelaran teater, musik, diskusi ilmiah, ucapan selamat datang pada siswa baru dan penyambutan tamu kehormatan. 

Latar tempat itulah yang akan berinteraksi dengan para tokoh sehingga membentuk karakter tokoh. Pemaparan latar tempat ini menunjukkan betapa modernnya sebuah pondok. Bahkan mengalahi sekolah umum. Hal ini tentu sangat menakjubkan. Dan ini bisa menjadi kelebihan PM dibanding dengan sekolah umum lainnya. Latar tempat berupa fasilitas yang lengkap inilah salah satu pemicu berkembangnya kreativitas para santri. Bukan hanya latar tempat yang mempengaruhi karakter para tokoh, akan tetapi latar sosiallah yang berperan penting dalam pembentukan mentl para tokoh. 

Novel ini juga menggambarkan penerapan pendidikan yang holistik. Tidak ada pemisahan antara teori dan praktek. Pendidikan  PM tidak membedakan agama dan non agama. Semuanya berhubungan. Agama langsung dipraktekkan dalam kegiatan sehari-hari. Di Madani, agama adalah oksigen, dia ada di mana-mana,” jelas burhan lancar. (H 35 : P 3)

Novel ini secara tidak langsung menyinggung pola penerapan pendidikan bangsa ini yang cendeung memisahkan antara pelajaran agama dan non agama. Sehingga ada dikotomi yang cukup serius. Terbukti ketika guru biologi mengajarkan sebuah teori hanya sedikit yang mengkaitkannya dengan kebesaran Allah dan menjadikan Al-qur’an sebagai referensi. Sehingga wajar, jika cahaya agama tidak merasuk ke dalam generasi muda saat ini. Karena sekolah-sekolah bahkan universitas hanya membicarakan teori atau baru sebatas transfer knowleadge. Bukan pemindahan budaya dan pemahaman tentang kesadaran beragama. 

hari pertama masuk sekolah setiap murid di PM hanya diberi satu kalimat motivasi yang di ambil dari pepatah arab yaitu “man jadda wajada”  yang artinya barang siapa yang besungguh-sungguh maka ia akan mendapatkannya. 

Pelajaran yang dapat dipetik adalah pendidikan harus memberikan ruh kepada siswa agar mereka dapat melakukan accelerasi dalam menempuh pendidikannya. Bukan langsung  mengajarkan materi. Bukankah Selama ini pelajar indonesia lebih cenderung untuk semangat belajar dan dipaksa belajar tanpa mengetahui bagaimana cara belajar.

 Menanamkan motivasi dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mewujudkan impian. Di PM, mereka tidak hanya diajarkan dengan kata-kata belaka, tetapi mereka selalu dipertotonkan dengan aksi nyata oleh para ustadz yang mengajar di sana.

Latar sangat erat kaitannya dengan unsur fiksi yang lain dan bersifat timbal balik. Sifat-sifat latar dalam banyak hal akan mempengaruhi sifat-sifat tokoh. Latar di dalam novel Negeri 5 Menara ini merupakan kolaborasi antara latar waktu, latar sosial dan latar tempat karena para tokoh dominan berada di lingkungan pondok pesantren. Latar tempat inilah yang kemudian menimbulkan latar psikologis, yaitu berupa budaya disiplin, keseriusan dan kesungguhan inilah yang membentuk karakter para tokoh. .
Kekuatan latar dalam sebuah peristiwa fiksi, juga dapat memperkuat karakter tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh yang hidup dalam kultur Melayu, berbeda ke-khasannya dengan kultur Minang, Batak, Jawa, dll.

“pondok madani diberkati oleh energi yang membuat kami sangat menikmati belajar dan selalu ingin belajar berbagai macam ilmu. Lingkungannya membuat orang yang tidak belajar menjadi aneh. Belajar keras adalah gaya hidup yang fun, hebat dan selalu dikagumi. Karena itu cukup sulit menjadi pemalas di PM. (Parlez Vous Fancais, 264; P 1)“

Kutipan latar sosial di atas adalah bukti, bahwa suatu latar mampu menciptakan seseorang yang awalnya malas menjadi rajin, itu semua karena hukum benar-benar di tegakkan. Mereka selalu dipertontonkan dengan keikhlasan, ketauladan, dan semangat dalam meraih cita-cita.  Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan Bab Sahirul Lail hal. 200 :P 2.

“Belum pernah dalam hidupku melihat oang belajar bersama dalam jumlah yang banyak di suatu tempat. di PM orang belajar di setiap sudut dan waktu. Kami sanggup membaca sambil berjalan, sambil bersepeda, sambil antri mandi, sambil antri makan bahkan sambil mengantuk. Animo belajar ini semakin menggila begitu masa ujian datang. Kami mendesak diri melampau limit normal untuk menemukan limit baru yang lebih tinggi.”

Ini adalah bukti bahwa latar sosial memainkan peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi unsur-unsur intrinsik yang lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penulis sangat mahir dalam menceitakan dan mengatur tata letak latar sehingga mampu membangkitkan semangat para tokoh. Jika ada yang berbicara bahwa, tema novel ini adalah pendidikan. Ini dapat dibenarkan karena latar yang ada di dalam novel ini adalah pondok pesantren, yang di dalamnya terjadi kegiatan belajar mengajar. Budaya santri yang haus akan ilmu.

Setelah mengamati secara mendalam ternyata ada kesamaan latar antara novel Negei 5 menara dengan Laskar pelangi karya andrea hirata. Keduanya sama-sama membicarakan tentang semangat tokoh, meraih impian dalam keterbatasan. Jika di dalam novel laskar pelangi digambarkan lintang belajar di bawah lampu taplok, dalam novel negeri 5 menara ini keterbatasan itu juga digambarkan. Dalam bab sahirul lail, hal 198 : P 2. “ PM memang tidak dalam jalur PLN karena terisolir dari keramaian......karena itu, kalau mau sahirul lail yang terang, perlu membeli lampu semprong.” 

 Perbedaan kedua novel itu terletak pada latar sosial yang mempengauhi karakter tookohnya. Jika laskar pelangi, tokohnya dipengaruhi oleh latar sosialnya berupa alam atau dalam dunia motivasi disebut dengan motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri. Contohnya semangat lintang untuk sekolah dengan menempuh jarak 80 KM setiap hari, menyebrangi hutan, menghadapi cuaca yang tidak menentu. Ini adalah bukti bahwa laskar pelangi sangat kental dengan motivasi intrinsik. Ini adalah kelebihan yang belum dimiliki oleh novel N5M. Novel Fuadi lebih banyak bercerita tentang latar sosial PM, berupa aturan yang sangat ketat, disiplin, dan konsep belajar yang sedikit dipaksakan. Akhirnya mampu menciptakan tokoh yang kompeten di bidangnya. Di satu sisi ini bukanlah kekurangan karena penulis saat ini mempunyai cara pandang yang beda terhadap realitas yang ada. Saat ini, ada kecendrungan bahwa santri kebingungan dalam mencari pilihan hidupnya. Sehingga banyak yang harus diarahkan orang tuanya. Dapat disimpulkan, Novel ini sedikit menyiratkan bagaimana sikap yang harus diambil oleh seorang anak ketika mendapatkan situasi dan kondisi seperti alif. Pada akhirnya, kedua novel ini akhirnyya dapat memberikan cara pandang yang luas dan fleksibel kepada para pembaca, menambah kazanah pengetahuan dalam bersikap, tahu tekhnik menggunakan motivasi intrinsik dan tahu bagaimana menggunakan motivasi ekstrinsik. 

Latar sosial ini juga menciptakan karakter tokoh yang tangguh dan berani bermimpi, contoh: latar tempat yang terbatas membuat mereka terbiasa mendengar berita dari VOA, artinya latar atau suasana belajar, keadaan di dalam novel itu secara langsung mempengaruhi dan membentuk karakter Alif misalnya suka bermimpi.

Jika kita berlanjut, untuk memahami amanat di dalam novel ini, pembaca juga akan menemukan ternyata latar belakang seseorang yang notabene lulusan lulusan pesantren ternyata mampu meraih mimpinya ke Benua Amerika. Amanat novel ini juga memecahkan persepsi masyarakat terhadap anak-anak yang sekolah di lingkungan pesantren. Latar tempat berupa Pesantren berhubungan dengan amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang bahwa pendidikan di Pondok bukanlah tempat yang dapat menghambat  generasi muda dalam meraih mimpinya. 

Jika dihubungkan dengan situasi dan kondisi saat ini maka kita akan melihat adannya ketimpangan antara ilmu dunia dan akhirat. Dalam novel N5M ini penulis ingin menyampaikan.
Latar PM tidak selalu menciptakan lulusan yang akhirnya menjadi kiai. Ini merupakan bukti bahwa latar mempunyai hubungan yang erat dengan amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang. Latar novel Negeri  5 Menara mempunyai keterbatasan jika dalam novel laskar pelangi, banyak berbicara latar yang berbentuk fisik. Sedangkan dalam novel Negeri  5 Menara ini. Latarnya cenderung banyak dipengaruhi oleh bentuk psikologis, seperti aturan-aturan santri harus bangun pagi-pagi.

Latar dalam novel ini mampu menyampaikan amanat kepada pembaca bahwa sebuah pesantren bukanlah sarang teroris, pesantren bukanlah tempat yang memberikan doktrin-doktrin ilmu, tanpa membuat /membentuk anak untuk berpikir kritis dan imajinatif. Hal itu dapat terlihat dalam bab maradhona hafal Qur’an hal 161 : P 2 “pilihlah kegiatan berdasarkan minat dan bakatmu, sehingga bisa mengerjakannya dengan penuh kesenangan dan hasil bagus.” Pernyataan ini merupakan bukti bahwa PM memberikan kebebasan kepada santrinya berkreasi. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan bahwa sekolah di Pondok bukanlah suatu halangan untuk meraih cita-cita. Dan PM terbukti mampu menciptakan pribadi-pribadi yang tangguh. Lingkungan ini hanya ada di pondok. 

Kemandirian dan kreativitas adalah modal awal dalam menghadapi tantangan zaman ke depan. Latar sosial di dalam N5M mampu memenuhi harapan itu semua. Latar sosial berupa aturan yang super ketat ternyata terbukti mampu menciptakan keyakian pada setiap santri bahwa hidup harus di hadapi dengan sungguh-sungguh.  

Secara tidak langsung, jika kita bandingkan Novel  Negeri 5 Menara dan Perempuan berkalung sorban maka dapat kita simpulkan bahwa Novel N5M memberikan wajah lain tentang dunia pondok pesantren. Dalam novel perempuan berkalung sorban menggambarkan image pondok sebagai tempat yang sangat tertutup dengan ilmu pengetahuan selain islam. Tidak ada buku-buku populer apalagi buku tebitas negeri barat. Hal itu sangat kontras dan dibantah oleh novel N5M bahwa pondok bukanlah tempat yang menyeramkan dan tidak tertutup dengan dunia luar, hal itu terlihat dalam bab Umat Icuk hal 176 : P 4 “ kami bisa mendengar berbagai radio luar negeri......stasiunnya pun berganti—ganti, bisa BBC, VOA, atau radio australia”

Suasana disiplin itu dapat dilihat dari surat yang Alif kirimkan kepada ibunya dalam halaman 144 – 146 mulai dari 04.00 – 22.00. Mereka melakukan hal-hal yang positif walaupun awalnya suasana ini menggunakan perasaan para tokoh-tokoh di PM tidak ada kesalahan yang berlangsung tanpa ada ganjaran (67:p1). Lalu kutipan halaman 66 “keluar sekarang dimadani, tidak ada istilah terlambat sedikit 1 menit, atau 1 jam, terlambat adalah terlambat ini pelanggaran”.

Baru 2 hari mereka berada di PM, hukum langsung diberlakukan. Artinya pendidikan di pondok tidak bertoleransi terhadap kecenderungan, kelalaian santri. Sangat berbeda dengan pendidikan konvensional di sekolah-sekolah umum yang serba memperbolehkan bahkan memarahi anak murid caranya langsung dituntut.

Kondisi sosial inilah yang kemudian menciptakan karakter tokoh yang pantang menyerah. Membentuk pribadi yang mandiri. Salah satu bukti yang menunjukkan pendidikan di pondok adalah berdasarkan pernyataan Kiai Rais “pilihlah kegiatan berdasarkan  minat dan bakatmu, sehingga mengerjakannya dengan penuh kesenangan dan hasil bagus (161, p2). Ini menunjukkan latar sosial yang sangat toleran dan demokratis. Budaya inilah yang menciptakan pribadi-pribadi yang berani untuk berkreativitas bermimpi tidak ada paksaan ketika lulus harus menjadi ustadz. Yang tepatnya harus dilakukan adalah menyebarkan kebaikan dan memanfaatkan ilmu untuk kemasyarakatan orang banyak.



BAB III
PENUTUP

 3.1 Kesimpulan

Setelah melakukan telaah dan kajian yang mendalam dengan mengunakan pendekatan stuktural berpola Dalam Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi dapat disimpulkan bahwa dalam Novel N5M ini memiliki 3 jenis latar, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Ketiga latar itu saling bersinergis memberikan warna dan kesan yang unik tehadap unsur-unsur interinsik yang lain seperti, tema, alur, karakter  tokoh, dll.

Keberadaan ketiga latar itu di dalam novel N5M secara fisik di dominasi oleh latar waktu. Artinya penulis cenderung menggunakan latar waktu hampir di setiap sudut cerita. Walaupun demikian latar sosial memegang peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi unsur-unsur interinsik yang lain. Kekuatan latar sosial inilah yang mampu mengubah karakter tokoh yang luar biasa.  

Akahirnya dapat disimpukan bahwa latar memegang peranan penting dalam sebuah karya prosa fiksi disebabkan keterikatannya dengan unsur-unsur interinsik yang lain. Keterikatan latar dengan unsur lain itu sangat terlihat jelas di dalam novel Negeri 5 menara.

3.2 Saran
                Kami sadari  banyak  terdapat keterbatasan di dalam melakukan pengkajian, untuk itu diharapkan masukannya yang membangun. Semoga dengan adanya kajian kami ini paling tidak bisa dijadikan acuan bagi para pembaca tentang pentingnya peranan latar dalam Sebuah Karya prosa fiksi. Mengingat betapa pentingnya karya sastra, hendaknya para pembaca khususnya mahasiswa Jurusan pendidikan bahasa dan seni dapat melaksanakan kegiatan seperti ini ketika melakukan proses menikmati karya sastra untuk mengetahui lebih dalam makna yang terdapat di dalam sebuah karya sastra sekaligus melatih kemampuan di dalam menelaah sebuah karya sastra.



DAFTAR PUSTAKA

Fuadi, Ahmad. 2010. Negeri 5 Menara. Jakarta : Gramedia

Faname, Zainuddin. 2000. Tela’ah Sastra. Yogyakarta: Muhammadiyah University Press.

Hirata Andrea.2008. Laskar Pelangi. Yogyakarta: Bentang

 http://www.sagangonline.com/index.php?sg=full&id=337&kat=53

Kosasish. 2006. Ketatabahasaan dan kesastraan. Jakarta : Gramedia

Hursasongko, Pekik. 8Januari 2008. Analisis Latar Pada Cerpen (online)
(www.analisislatarpada cerpenNursasongko.html) diakses 05-Mei 2009

Nurgiantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Graha Mada University Press.

suwendo, tirto. 2001. Analisis struktural salah satu model pendekatan dalam penelitian sastra “ dalam metodologi penelitian sastra jabohim (ed)”. Yogjakarta : PT. Hanindita Grahamedia.

ditulis ketika semester 6 pada mata kuliah Kritik Sastra yang diampuh oleh Dra. Elyusra, M.Pd. Semoga bermanfaat 

12 komentar:

  1. ini novel luarrr biasa,yang bikin ane semagat ngeblog ya novel ini,tapi seri keduanya,hehe..klu ada waktu kunjungi blog ane ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

      Hapus
  2. novel yang menyegarkan... wah kritik sastranya serius banget seperti skripsi saja

    BalasHapus
  3. OOh... kamu anak sastra yah?. soalnya biasanya review dan kritik sastra kayak gini biasanya dibikin sama anak sastra. keren reviewnya, mantab.. saya sendiri mungkin nggak bakal bisa bikin kayak ginian.

    jadi, dapet nilai apa matakuliah itu?

    BalasHapus
  4. @ I-one : Bener sob, Ternyata Indonesia mempunyai banyak penulis-penulis hebat. Di awali dengan habiburahman, ANdrea Hirata, Ahmad Fuadi, mereka adalah Penulis yang mencerahkan Indonesia dari Keterpurukan Semangat, Krisis Motivasi dalam Hidup. Keep Spririt SOb,

    Ane segera kunjungan balik

    BalasHapus
  5. Joe : Terimakasih joe atas kunjungannya, Ini makalah yang dibuat 1 tahun yang lalu, harapannya dapat di baca oleh orang-orang yang membutuhkan (terkhusus untuk adik tingkat).hehe

    BalasHapus
  6. Gaphe : terimakasih sob, Ya saya ngambil jurusan sastra, tapi aktivitasnya lebih cenderung di Jurnalistik sebagai Dewan Redaksi Pers Kampus.

    siapa saja bisa kok,
    saya lebih setuju,
    " setiap orang itu mempunyai potensi, dan kita harus belajar dari kelebihan mereka"

    Termasuk saya, harus belajar banyak dari mas Gaphe. hehe

    BalasHapus
  7. aku suka novel ini sangat berkesan
    :)
    semoga menjadi insipirasi saya

    BalasHapus
  8. I like this novel :D
    bagaimana ahmad fuadi menggambarkan kehidupan pesantren dengan sedetail mungkin, serasa di pesantren ^^

    Thank's for kritik, berguna buat gw yg lagi mencari contoh kritik sastra hehe

    BalasHapus
  9. Terima Kasih Sahabat, sudah berkunjung. semoga bermanfaat.

    BalasHapus
  10. buku itu, gak selesai saya baca, hiiiks. keburu nonton aja,

    BalasHapus
  11. Jika ada waktu silahkan dilanjutkan bacaannya Mbak Milda. Ada beberapa hal yang tidak dimunculkan di Filmnya. Karya Sastra, Menghibur dan Sangat Mendidik. Tentunya karya sastra yang bermutu.

    BalasHapus

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.