Menurut Asosiasi Penyelenggaraan
Jasa Internet Indonesia (APJII) Tahun
2016 pengguna Internet di Indonesia mencapai angka 132,7 juta. 51, 8% laki-laki
dan 48,2% perempuan. 65 % Pengguna internet di pulau jawa sebanyak 56,3 juta
orang. 15,7% (20,7 juta) di Sumatera, Bali & Nusa: 4,7% (6,1 juta),
Kalimantan 5,8% (7,6 Juta), Sulawesi 6,3% (8,4 Juta), Maluku & Papua 2,5 %
(3,3 Juta).
Pertama, Sadar ketika mengkonsumsi berita.
Kedua, Punya pengetahuan bagaimana media diproduksi.
Ketiga, Sedikit banyak tahu tentang dampak media (Faktanya, media mainstream sering melakukan framing terhadap suatu isu yang beredar di masyarakat).
Keempat, Menerapkan aturan penggunaan media.
Kelima, Menyeleksi isi media yang dikonsumsi (ibarat makanan, banyak berita sampah yang beredar, yang tidak memiliki manfaat dan dampak langsung kepada kita)
Baca: Kekuatan dibalik Ketidaktahuan
Keenam, Kritis bermedia (Karena apa yang kita lihat, bisa jadi hanya sebuah rekayasa sosial)
"Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan." (Q.S. Ali-Imran: 120)
Dengan pengguna internet sebanyak itu, artinya sebuah kesempatan besar untuk memanfaatkannya sebagai sarana pengembangan pendidikan, ekonomi, komunitas sosial, kesehatan (Berbagi pola hidup sehat), dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi, di sisi lain saat ini banyak sekali berita
hoax, situs negatif, pornografi, dan hal-hal yang berbau negatif bergentayangan di tengah-tengah kehidupan kita membawa dampak negatif yang perlu diantisipasi. Dengan cepatnya
berita itu masuk bahkan bisa mempengaruhi cara berpikir, emosi, dan keputusan
kita dalam menyikapi sesuatu.
Kellner menyebutkan bahwa
kemajuan Teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) dengan fitur-fitur
teknologi yang canggih memiliki dua sisi, yaitu manipulatif dan informatif
sehingga perlu kemampuan untuk mengevaluasi dan menggunakannya.
Faktanya peningkatakan kemampuan
TIK masyarakat, khususnya di lingkungan pendidikan, sebagai bentuk respon
terhadap kemajuan perangkat TIK yang canggih saat ini tidak diimbangi oleh
kemampuan untuk memilih, memilah, menggunakan, mengevaluasi serta
mengkomunikasikan informasi yang dibawa melalui perantara perangkat TIK.
Saya sering mendapatkan
berita-berita yang terindikasi Hoax. Berangkat dari keprihatianan sebagian
besar orang yang dengan mudah termakan berita hoax, maka mari kita perhatikan tips
untuk membedakan apakah ini berita hoax atau tidak?
Pertama, Waspada
saat ada 6 tanda berikut dalam pesan yang Anda terima:
1. Ada kata-kata: Sebarkanlah!
Viralkanlah! (dan sejenisnya).
2. Artikel penuh huruf besar dan
tanda seru.
3. Merujuk ke kejadian dengan
istilah kemarin, dua hari yang lalu, seminggu yang lalu, tanpa ada tanggal yang
jelas. (kasus yang baru saya dapatkan “barusan
liputan di......”)
4. Ada link berita asal, tapi
waktu ditelusuri, beritanya sama sekali beda atau malah link sudah mati. Atau
link berita asal sangat umum, misalnya, sumber mui.or.id tanpa disertai link
langsung beritanya.
Tugas kita cek dulu ke
media-media mainstream.
5. Link berita asal lebih
merupakan opini seseorang, bukan fakta.
6. Judul provokatif atau sensasional.
Biasanya nama-nama tokoh besar
sering ambil untuk mendukung sebuah berita, tetapi jika kita rajin membaca baik
media cetak maupun elektronik, maka kita memiliki peluang besar untuk terhindar
dari berita hoax. Karena ini hanya masalah mengasah logika berpikir. Menghubungkan
satu titik ketitik yang lain.
Dalam beberapa kasus, Bukan berarti suatu berita hoax bertentangan dengan logika, justru sebaliknya, kebanyakan hoax amat masuk akal bagi orang-orang yang menggunakannya secara parsial.
Dalam beberapa kasus, Bukan berarti suatu berita hoax bertentangan dengan logika, justru sebaliknya, kebanyakan hoax amat masuk akal bagi orang-orang yang menggunakannya secara parsial.
Kesesuaiannya dengan logika parsial inilah yang
menjadikan hoax dipercaya oleh banyak orang. Tetapi, karena yang digunakan
adalah logika parsial, maka logika ini menjadi tidak konsisten ketika
berhadapan dengan logika atau hukum alam lainnya. Disinilah idealnya seseorang sudah memiliki cukup informasi sebagai pembanding.
Kedua, Coba
cari di google tema berita spesifik yang ingin dicek, diikuti dengan kata hoax
di belakangnya. Biasanya kalau memang hoax, akan ketemu pembahasannya.
Contoh berita tentang registrasi
ulang kartu.
Coba cari di google registrasi
ulang kartu diikuti dengan kata hoax. insyaAllah Anda akan menemukan beberapa
berita yang ada kata hoax.
Jadi tugas kita : cari di google
dengan kata kunci yang spesifik/unik. Bisa
menggunakan tanda “ “ (Kutip), + (plus), - (minus), |, intitle, intext, inurl,
dan site. Hal ini sering disebut dengan
penelusuran informasi. Biasanya orang-orang yang bergelut di dunia akademik
sudah sangat familiar dengan istilah ini. khususnya untuk mengakses informasi.
Dalam mengevaluasi informasi sebagian besar juga terbiasa melakukan Currency (Kapan Tulisan itu dibuat, Apakah informasi itu uptodate), relevance (Kesesuaian Informasi yang dibutuhkan), dan Autority (Jelas Siapa Pengarangnya, Individu, Kelompok, atau lembaga). Anehnya, orang yang berpendidikan pun sering juga tertipu, jadi sangat wajar jika masyarakat umum kesulitan membedakan mana berita yang benar atau tidak.
Dalam mengevaluasi informasi sebagian besar juga terbiasa melakukan Currency (Kapan Tulisan itu dibuat, Apakah informasi itu uptodate), relevance (Kesesuaian Informasi yang dibutuhkan), dan Autority (Jelas Siapa Pengarangnya, Individu, Kelompok, atau lembaga). Anehnya, orang yang berpendidikan pun sering juga tertipu, jadi sangat wajar jika masyarakat umum kesulitan membedakan mana berita yang benar atau tidak.
Sekarang, Apa yang harus kita
lakukan?
Kedua, Punya pengetahuan bagaimana media diproduksi.
Ketiga, Sedikit banyak tahu tentang dampak media (Faktanya, media mainstream sering melakukan framing terhadap suatu isu yang beredar di masyarakat).
Dalam prakteknya Eriyanto
berpendapat, framing menimbulkan juga
beberapa efek pada media massa yakni; Pertama, penonjolan aspek tertentu
dan mengaburkan aspek yang lain, konsekuensinya ada aspek lain yang tidak
mendapat perhatian memadai. Kedua, menampilkan sisi tertentu dan
melupakan sisi yang lain. Ketiga, menampilkan aktor tertentu
dan menyembunyikan aktor yang lain yang mungkin penting dan relevan menjadi
tersembunyi.
Kelima, Menyeleksi isi media yang dikonsumsi (ibarat makanan, banyak berita sampah yang beredar, yang tidak memiliki manfaat dan dampak langsung kepada kita)
Baca: Kekuatan dibalik Ketidaktahuan
Keenam, Kritis bermedia (Karena apa yang kita lihat, bisa jadi hanya sebuah rekayasa sosial)
Melihat
media yang cenderung sudah dikuasai oleh pihak-pihak tertentu, umat islam tetap
memiliki kesempatan dan kekuatan dalam mensiarkan kebenaran, mendakwahkan
islam, sambil menggalang persatuan umat
dengan media sosial yang ada tanpa ikut-ikutan terjangkit penyakit hoax.
Anehnya, kekuatan dan kecepatan kita dalam menshare berita baik tidak sebanding dengan kecepatan kita untuk membagi berita hoax/ negatif. Kenapa? Ada yang bisa jawab?
Baca juga: Jauhi Prasangka
Anehnya, kekuatan dan kecepatan kita dalam menshare berita baik tidak sebanding dengan kecepatan kita untuk membagi berita hoax/ negatif. Kenapa? Ada yang bisa jawab?
Baca juga: Jauhi Prasangka
lalu bagaiamana pandangan islam terkait Literasi Informasi?
Literasi Informasi dan Media dalam Perspektif Islam
Sekarang mari kita pandang dalam
perspektif islam. Dalam islam, kita sudah diperkenalkan dengan konsep Membaca (Iqro), ilmu (mencari pemahaman), dan
tabayun. Membaca dan mencari ilmu (pemahaman atau pengetahuan) sebagai
alternatif literasi informasi merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh
setiap muslim.
Baca juga: Ilmu yang Banyak dilupakan Kaum Muslimin
Namun secara khusus, Al-Qur’an mengisyaratkan kemampuan untuk membaca dengan lebih dalam dan bermakna. Dalam Surat Al-Muzammil ayat 4 misalnya, memberikan isyarat untuk membaca Al-Quran dengan tartil atau secara benar, benar dalam tajwid serta jelas ujaran hurufnya.
Baca juga: Ilmu yang Banyak dilupakan Kaum Muslimin
Namun secara khusus, Al-Qur’an mengisyaratkan kemampuan untuk membaca dengan lebih dalam dan bermakna. Dalam Surat Al-Muzammil ayat 4 misalnya, memberikan isyarat untuk membaca Al-Quran dengan tartil atau secara benar, benar dalam tajwid serta jelas ujaran hurufnya.
Abu Ishaq seperti dikutip oleh
Baits berpendapat bahwa aktifitas membaca Al-Qur’an tersebut tidak bisa
dilakukan terburu-buru, dengan kata lain harus dilakukan secara perlahan-lahan.
Al-Imam Hasan Al-Bashri berkata: “Orang mukmin itu pelan-pelan sehingga jelas
perkaranya”.
Membaca Al-Qur’an dengan cara
perlahan-lahan ini merefleksikan keharusan untuk membaca Al-Qur’an dengan lebih
dalam (deep reading), memberikan kesempatan untuk berpikir, merenungi (mentadabburi)
serta mengambil hikmah dari Al-Qur’an. Hal ini juga berlaku dalam literasi
informasi, dimana seorang muslim dituntut untuk secara perlahan-lahan mencari,
menemukan serta membaca lebih dalam
informasi yang didapatnya.
Baca juga: Every Leader is A Reader
Baca juga: Every Leader is A Reader
Mari kita coba merenungkan
interaksi dengan Al-Qur’an, jika cara berinteraksi kita dengan Al-Qur’an saja
terburu-buru (apalagi jarang membacanya) kemungkinan besar juga
mencerminkan cara kita memperlakukan informasi yang ada saat ini.
Baca juga: Bagaimana Cara Belajar di Abad ke-21?
Baca juga: Bagaimana Cara Belajar di Abad ke-21?
Tabayyun adalah konsep dalam
islam yang mewajibkan seorang muslim untuk melakukan klarifikasi, validasi,
ataupun evaluasi dari berita yang didapat. Bahkan terkait dengan tabayyun ini
seorang muslim diwajibkan untuk melihat kredibilitas informasi, mulai dari isi
sampai dengan sumber asal informasi tersebut.
Renungkanlah firman Allah,
“Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
(Q.S. Al-Hujurat: 6)
Baca juga: Cara Menyikapi Isu
Baca juga: Cara Menyikapi Isu
“Orang-orang kafir itu membuat
tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik
pembalas tipu daya.” (Q.S. Ali-Imran: 54)
"Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan." (Q.S. Ali-Imran: 120)
Jika mau jujur mungkin kita
sudah terlalu berlebihan dalam menggunakan media sosial daripada berinteraksi
dengan Al-Qur’an. Maka di dalam Al-Qur’an pun dengan penuh kerendahan hati
hamba-hamba Allah mengucapkan doa: "Ya
Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang
berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (Q.S. Ali-Imran: 147)
Orang-orang yang bertakwa tentu
sangat berhat-hati dalam mengkonsumsi segala sesuatu (baik itu makanan, bacaan,
terlebih informasi). Dalam ilustrasi lain, seorang muslim diibaratkan seperti
lebah, hanya mengkonsumsi (informasi) yang baik dan mengeluarkan (informasi)
yang baik. Yang baik itu bisa berupa kebernaran, walaupun sebagian orang tidak
menyukainya. Tapi yang pasti, lebah tidak mengeluarkan racun, apalagi berita
hoax.
Mari kita gunakan nikmat Allah ini dengan bijak, pilihan ada di tangan Anda. Apakah dengan Alat canggih ini bisa memperberat amal kita diakhirat? atau malah merontokkan semua amal perbuatan kita?
Sengaja, saya tidak akhiri tulisan ini dengan kata-kata viralkan, takut dianggap hoax.
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk meniti jalan-Nya yang lurus, mempersatukan hati kita dalam naungan cinta dan Hidayah-Nya, petunjuk yang penuh dengan keselamatan, kebahagiaan dan senantiasa berpihak pada kebenaran.
Mari kita gunakan nikmat Allah ini dengan bijak, pilihan ada di tangan Anda. Apakah dengan Alat canggih ini bisa memperberat amal kita diakhirat? atau malah merontokkan semua amal perbuatan kita?
Sengaja, saya tidak akhiri tulisan ini dengan kata-kata viralkan, takut dianggap hoax.
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk meniti jalan-Nya yang lurus, mempersatukan hati kita dalam naungan cinta dan Hidayah-Nya, petunjuk yang penuh dengan keselamatan, kebahagiaan dan senantiasa berpihak pada kebenaran.
Photo Credit: graphicbuzz
Jakarta, 11 Safar 1439 H. |
@riosaputranew
Rio Saputra
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UHAMKA
Sumber:
Dari beberapa seminar yang saya
ikuti,
Seminar
Kajian Literasi Media Online Bagi Anak-Anak usia 10-12 Tahun.
Penyelenggara Pusat Kajian Eropa Universitas Indonesia, di Universitas Indonesia,
28 September 2017.
The First UHAMKA Internasional
Conference on Islamic Humanities and
Social Sciences The 1 UICIHSS “Pursuing
Exelllent Understanding Among Scholars on Islamic Humanities and Social
Sciences in The Global Community” Penyelenggara UHAMKA, di Century Park
Hotel Jakarta. 23 Maret 2017
Seminar Nasional “Pendidikan dan Pelatihan ICT Literacy dalammengangkat Kesadaran Kemanusian Melalui Pendidikan” di Sekolah Pascasarjana
UHAMKA. Penyelenggara Program Studi Magister Pendidikan Bahasa SPs UHAMKA. 10
desember 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.