Rabu, 01 November 2017

Berita Hoax, Literasi Informasi dan Media dalam Perspektif Islam

Menurut Asosiasi Penyelenggaraan Jasa Internet Indonesia (APJII)  Tahun 2016 pengguna Internet di Indonesia mencapai angka 132,7 juta. 51, 8% laki-laki dan 48,2% perempuan. 65 % Pengguna internet di pulau jawa sebanyak 56,3 juta orang. 15,7% (20,7 juta) di Sumatera, Bali & Nusa: 4,7% (6,1 juta), Kalimantan 5,8% (7,6 Juta), Sulawesi 6,3% (8,4 Juta), Maluku & Papua 2,5 % (3,3 Juta).
 
Dengan pengguna internet sebanyak itu, artinya sebuah kesempatan besar untuk memanfaatkannya sebagai sarana pengembangan pendidikan, ekonomi, komunitas sosial, kesehatan (Berbagi pola hidup sehat), dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Tetapi, di sisi lain saat ini banyak sekali berita hoax, situs negatif, pornografi, dan hal-hal yang berbau negatif bergentayangan di tengah-tengah kehidupan kita membawa dampak negatif yang perlu diantisipasi. Dengan cepatnya berita itu masuk bahkan bisa mempengaruhi cara berpikir, emosi, dan keputusan kita dalam menyikapi sesuatu.

Kellner menyebutkan bahwa kemajuan Teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) dengan fitur-fitur teknologi yang canggih memiliki dua sisi, yaitu manipulatif dan informatif sehingga perlu kemampuan untuk mengevaluasi dan menggunakannya.

Faktanya peningkatakan kemampuan TIK masyarakat, khususnya di lingkungan pendidikan, sebagai bentuk respon terhadap kemajuan perangkat TIK yang canggih saat ini tidak diimbangi oleh kemampuan untuk memilih, memilah, menggunakan, mengevaluasi serta mengkomunikasikan informasi yang dibawa melalui perantara perangkat TIK.

Saya sering mendapatkan berita-berita yang terindikasi Hoax. Berangkat dari keprihatianan sebagian besar orang yang dengan mudah termakan berita hoax, maka mari kita perhatikan tips untuk membedakan apakah ini berita hoax atau tidak?

Pertama, Waspada saat ada 6 tanda berikut dalam pesan yang Anda terima:

1. Ada kata-kata: Sebarkanlah! Viralkanlah! (dan sejenisnya).

2. Artikel penuh huruf besar dan tanda seru.

3. Merujuk ke kejadian dengan istilah kemarin, dua hari yang lalu, seminggu yang lalu, tanpa ada tanggal yang jelas. (kasus yang baru saya dapatkan “barusan liputan di......”)

4. Ada link berita asal, tapi waktu ditelusuri, beritanya sama sekali beda atau malah link sudah mati. Atau link berita asal sangat umum, misalnya, sumber mui.or.id tanpa disertai link langsung beritanya.

Tugas kita cek dulu ke media-media mainstream.

5. Link berita asal lebih merupakan opini seseorang, bukan fakta.

6. Judul provokatif atau sensasional.

Biasanya nama-nama tokoh besar sering ambil untuk mendukung sebuah berita, tetapi jika kita rajin membaca baik media cetak maupun elektronik, maka kita memiliki peluang besar untuk terhindar dari berita hoax. Karena ini hanya masalah mengasah logika berpikir. Menghubungkan satu titik ketitik yang lain.

Dalam beberapa kasus, Bukan berarti suatu berita hoax bertentangan dengan logika, justru sebaliknya, kebanyakan hoax amat masuk akal bagi orang-orang yang menggunakannya secara parsial.


Kesesuaiannya dengan logika parsial inilah yang menjadikan hoax dipercaya oleh banyak orang. Tetapi, karena yang digunakan adalah logika parsial, maka logika ini menjadi tidak konsisten ketika berhadapan dengan logika atau hukum alam lainnya. Disinilah idealnya seseorang sudah memiliki cukup informasi sebagai pembanding.
 
Kedua, Coba cari di google tema berita spesifik yang ingin dicek, diikuti dengan kata hoax di belakangnya. Biasanya kalau memang hoax, akan ketemu pembahasannya.

Contoh berita tentang registrasi ulang kartu.  

Coba cari di google registrasi ulang kartu diikuti dengan kata hoax. insyaAllah Anda akan menemukan beberapa berita yang ada kata hoax.

Jadi tugas kita : cari di google dengan kata kunci yang  spesifik/unik. Bisa menggunakan tanda “ “ (Kutip), + (plus), - (minus), |, intitle, intext, inurl, dan site. Hal ini  sering disebut dengan penelusuran informasi. Biasanya orang-orang yang bergelut di dunia akademik sudah sangat familiar dengan istilah ini. khususnya untuk mengakses informasi. 

Dalam mengevaluasi informasi sebagian besar juga terbiasa melakukan Currency (Kapan Tulisan itu dibuat, Apakah informasi itu uptodate), relevance (Kesesuaian Informasi yang dibutuhkan), dan Autority (Jelas Siapa Pengarangnya, Individu, Kelompok, atau lembaga). Anehnya, orang yang berpendidikan pun sering juga tertipu, jadi sangat wajar jika masyarakat umum kesulitan membedakan mana berita yang benar atau tidak.

Sekarang, Apa yang harus kita lakukan?

Pertama, Sadar ketika mengkonsumsi berita.

Kedua,  Punya pengetahuan bagaimana media diproduksi.

Ketiga,  Sedikit banyak tahu tentang dampak media (Faktanya, media mainstream sering melakukan framing terhadap suatu isu yang beredar di masyarakat).

Dalam prakteknya Eriyanto berpendapat, framing menimbulkan juga beberapa efek pada media massa yakni; Pertama, penonjolan aspek tertentu dan mengaburkan aspek yang lain, konsekuensinya ada aspek lain yang tidak mendapat perhatian memadai. Kedua, menampilkan sisi tertentu dan melupakan sisi yang lain. Ketiga, menampilkan aktor tertentu dan menyembunyikan aktor yang lain yang mungkin penting dan relevan menjadi tersembunyi.

Keempat, Menerapkan aturan penggunaan media.

Kelima,  Menyeleksi isi media yang dikonsumsi (ibarat makanan, banyak berita sampah yang beredar, yang tidak memiliki manfaat dan dampak langsung kepada kita)  

Baca: Kekuatan dibalik Ketidaktahuan

Keenam, Kritis bermedia (Karena apa yang kita lihat, bisa jadi hanya sebuah rekayasa sosial)

Melihat media yang cenderung sudah dikuasai oleh pihak-pihak tertentu, umat islam tetap memiliki kesempatan dan kekuatan dalam mensiarkan kebenaran, mendakwahkan islam,  sambil menggalang persatuan umat dengan media sosial yang ada tanpa ikut-ikutan terjangkit penyakit hoax.

Anehnya, kekuatan dan kecepatan kita dalam menshare berita baik tidak  sebanding dengan kecepatan kita untuk membagi berita hoax/ negatif. Kenapa? Ada yang bisa jawab? 

Baca juga: Jauhi Prasangka

lalu bagaiamana pandangan islam terkait Literasi Informasi?

Literasi Informasi dan Media dalam Perspektif Islam

Sekarang mari kita pandang dalam perspektif islam. Dalam islam, kita sudah diperkenalkan dengan konsep Membaca (Iqro), ilmu (mencari pemahaman), dan tabayun. Membaca dan mencari ilmu (pemahaman atau pengetahuan) sebagai alternatif literasi informasi merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap muslim.

Baca juga: Ilmu yang Banyak dilupakan Kaum Muslimin

Namun secara khusus, Al-Qur’an mengisyaratkan kemampuan untuk membaca dengan lebih dalam dan bermakna. Dalam Surat Al-Muzammil ayat 4 misalnya, memberikan isyarat untuk membaca Al-Quran dengan tartil atau secara benar, benar dalam tajwid serta jelas ujaran hurufnya.
Abu Ishaq seperti dikutip oleh Baits berpendapat bahwa aktifitas membaca Al-Qur’an tersebut tidak bisa dilakukan terburu-buru, dengan kata lain harus dilakukan secara perlahan-lahan. Al-Imam Hasan Al-Bashri berkata: “Orang mukmin itu pelan-pelan sehingga jelas perkaranya”.

Membaca Al-Qur’an dengan cara perlahan-lahan ini merefleksikan keharusan untuk membaca Al-Qur’an dengan lebih dalam (deep reading), memberikan kesempatan untuk berpikir, merenungi (mentadabburi) serta mengambil hikmah dari Al-Qur’an. Hal ini juga berlaku dalam literasi informasi, dimana seorang muslim dituntut untuk secara perlahan-lahan mencari, menemukan serta membaca lebih  dalam informasi yang didapatnya.

Baca juga: Every Leader is A Reader

Mari kita coba merenungkan interaksi dengan Al-Qur’an, jika cara berinteraksi kita dengan Al-Qur’an saja terburu-buru (apalagi jarang membacanya) kemungkinan besar juga mencerminkan cara kita memperlakukan informasi yang ada saat ini.

Baca juga: Bagaimana Cara Belajar di Abad ke-21?

Tabayyun adalah konsep dalam islam yang mewajibkan seorang muslim untuk melakukan klarifikasi, validasi, ataupun evaluasi dari berita yang didapat. Bahkan terkait dengan tabayyun ini seorang muslim diwajibkan untuk melihat kredibilitas informasi, mulai dari isi sampai dengan sumber asal informasi tersebut.

Renungkanlah firman Allah,

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S. Al-Hujurat: 6)

Baca juga: Cara Menyikapi Isu

“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Q.S. Ali-Imran: 54)

"Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan." (Q.S. Ali-Imran: 120)

Jika mau jujur mungkin kita sudah terlalu berlebihan dalam menggunakan media sosial daripada berinteraksi dengan Al-Qur’an. Maka di dalam Al-Qur’an pun dengan penuh kerendahan hati hamba-hamba Allah mengucapkan doa: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (Q.S. Ali-Imran: 147)
 
Orang-orang yang bertakwa tentu sangat berhat-hati dalam mengkonsumsi segala sesuatu (baik itu makanan, bacaan, terlebih informasi). Dalam ilustrasi lain, seorang muslim diibaratkan seperti lebah, hanya mengkonsumsi (informasi) yang baik dan mengeluarkan (informasi) yang baik. Yang baik itu bisa berupa kebernaran, walaupun sebagian orang tidak menyukainya. Tapi yang pasti, lebah tidak mengeluarkan racun, apalagi berita hoax. 

Mari kita gunakan nikmat Allah ini dengan bijak, pilihan ada di tangan Anda. Apakah dengan Alat canggih ini bisa memperberat amal kita diakhirat? atau malah merontokkan semua amal perbuatan kita? 

Sengaja, saya tidak akhiri tulisan ini dengan kata-kata viralkan, takut dianggap hoax.

Semoga Allah selalu menuntun kita untuk meniti jalan-Nya yang lurus, mempersatukan hati kita dalam naungan cinta dan Hidayah-Nya, petunjuk yang penuh dengan keselamatan, kebahagiaan dan senantiasa berpihak pada kebenaran. 

Photo Credit: graphicbuzz

Jakarta, 11 Safar 1439 H. | @riosaputranew

Rio Saputra

Sumber:

Dari beberapa seminar yang saya ikuti,
Seminar Kajian Literasi Media Online Bagi Anak-Anak usia 10-12 Tahun. Penyelenggara Pusat Kajian Eropa Universitas Indonesia, di Universitas Indonesia, 28 September 2017.

The First UHAMKA Internasional Conference on Islamic Humanities  and Social Sciences The 1 UICIHSS “Pursuing Exelllent Understanding Among Scholars on Islamic Humanities and Social Sciences in The Global Community” Penyelenggara UHAMKA, di Century Park Hotel Jakarta. 23 Maret 2017

Seminar Nasional “Pendidikan dan Pelatihan ICT Literacy dalammengangkat Kesadaran Kemanusian Melalui Pendidikan” di Sekolah Pascasarjana UHAMKA. Penyelenggara Program Studi Magister Pendidikan Bahasa SPs UHAMKA. 10 desember 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.