Selasa, 21 November 2017

Kisah Ketika Abu Bakar dengan Umar Bertengkar

Sahabat, pernakah Anda mengalami pertengkaran dengan seorang sahabat? Kapan terkahir kali Anda bertengar? Bagaimana keadaan hubungan Anda hingga hari ini dengannya? Sangat manusiawi jika manusia kecewa, marah, dan kesal dengan orang yang ia anggap sahabat. Tetapi, kisah dua orang manusia mulia ini mengajarkan kita bagaimana seharusnya pertengkaran itu berakhir. Mari kita simak kisahnya.

Dari Abu Darda’ radhiyallahu anh, ia bercerita, “Ketika aku sedang duduk-duduk bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tampak Abu Bakar datang sambil mengangkat bagian bawah pakaiannya hingga lututnya kelihatan. Melihat hal itu, Nabi berkomentar, “Temanmu ini (yaitu Abu Bakar) habis bertengkar.”

Tidak lama kemudian, Abu Bakar mengucapkan salam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya antara diriku dan Ibn Al-Khaththab (Umar) terjadi suatu masalah kecil. Aku buru-buru memarahinya tadi, tetapi aku pun menyesalinya. Karena itulah aku meminta maaf kepadanya, namun ia menolak. Karena itu pula, aku datang menemuimu (untuk mengadukan masalah ini).”

Beliau shallallahu alaihi wa sallam lalu bersabda:

 يَغْفِرُ اللهُ لَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ 

“Allah mengampunimu, wahai Abu Bakar.”

Beliau mengatakannya hingga tiga kali.

Sementara di pihak lain, rupanya Umar juga menyesal karena tidak memaafkan Abu Bakar. Karena itulah ia mendatangi rumah Abu Bakar dan bertanya kepada keluarganya, “Apa Abu Bakar ada?” Mereka menjawab, “Tidak ada.”

Maka, Umar pun datang menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan memberi salam. Melihat kedatangannya, raut wajah Nabi shallallahu alaihi wa sallam berubah (karena marah) sampai-sampai Abu Bakar iba kalau-kalau beliau memarahi Umar. Abu Bakar pun berlutut dan memohon, “Wahai Rasulullah, demi Allah, aku yang telah berbuat zhalim (kepada Umar).” Abu Bakar mengatakannya hingga dua kali. Dalam kondisi demikian, beliau bersabda:

 إِنَّ اللهَ بَعَثَنِي إِلَيْكُمْ فَقُلْتُمْ: كَذَبْتَ. وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: صَدَقَ. وَوَاسَانِي بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَهَلْ أَنْتُمْ تَارِكُوا لِي صَاحِبِي

“Allah mengutusku kepada kalian! Lalu kalian (dulu) mengatakan, “Engkau (wahai Muhammad) berdusta!”, namun Abu Bakar berkata, “Ia (Muhammad) benar!”. Ia telah melindungiku dengan diri dan hartanya. Bisakah kalian membiarkan sahabatku ini bersamaku??” (Maksudnya: tidak melukai hatinya)

Beliau mengatakannya dua kali. Maka, setelah kejadian itu, Abu Bakar tidak pernah disakiti lagi.”[Shahiih Al-Bukhary, no. 3661]

Dari Ammar bin Yasir radhiyallahu anh, ia bertutur, “Aku mendapati Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam (pada masa awal Islam), sementara tidak ada yang menjadi pengikutnya ketika itu kecuali lima hamba sahaya, dua perempuan, dan Abu Bakar.”[Shahiih Al-Bukhary, no. 3660]

Ini kisah yang menakjubkan

Dalam persahabatan terkadang ada pertengkaran. Ada yang marah lalu menyesal dan minta maaf, terkadang ada yang tidak mau memaafkan. (Ini sangat manusiawi karena mereka tidak maksum)

Tetapi Abu Bakar yang awalnya kesal dan mengadukan sikap Umar kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam malah iba melihat sahabatnya (umar) akan dimarahi Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Demikianlah seharusnya sahabat, semarah-marahnya ia dengan sahabatnya, ia tidak tega sahabatnya dimarah/disakiti. Keduanya saling menyadari kesalahannya dan menyesal, lalu segera minta maaf.

Dua orang mulia ini mengajarkan kepada kita, walaupun ada pertengkaran antara kita dan sahabat/ orang yang kita anggap dekat (keluarga). Tetapi, rasa menyesal dan mudah memaafkan adalah petanda mereka adalah orang-orang yang kuat hubungannya dengan Allah subhanahu wata'ala.

Ini benar-benar menunjukkan jiwa mereka yang terlatih dengan takwa.

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah ini.

   Tulisan terkait: Belajar Memaafkan

Photo Credit: remajaislam

Jakarta, 2 Rabiul Awal 1439 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.