Dipandu langsung oleh Prof. Dr. Hariyono, M.Pd., Rektor Universitas Negeri Malang, acara ini menghadirkan pembicara utama, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) sekaligus akademisi terkemuka di bidang pendidikan. Beliau menyampaikan wawasan mendalam tentang bagaimana konsep deep learning tidak hanya berlaku dalam ranah kecerdasan buatan tetapi juga dalam membangun pemahaman mendalam dalam proses belajar manusia.
Deep Learning dalam Pendidikan
Dalam kuliah tamu ini, Prof. Mu’ti menyoroti pentingnya pembelajaran mendalam (deep learning) dalam dunia pendidikan, sebuah konsep yang berakar dari penelitian di negara-negara Skandinavia sejak tahun 1970-an, dengan beberapa tokohnya, seperti Morton Salio, yang berkontribusi dalam pengembangannya. Beliau menjelaskan bahwa dalam pembelajaran mendalam, pemahaman yang diperoleh peserta didik lebih dari sekadar hafalan—melainkan pemahaman bermakna yang melibatkan refleksi dan koneksi antar konsep.
Deep learning, sebagai pendekatan dalam pembelajaran mengalami renaisans di kalangan
kelompok kognitivis yang banyak membahas tema ini dalam dunia pendidikan,
terutama dalam aliran konstruktivisme dan information processing.
Namun, ada juga perdebatan yang mengaitkan deep learning dengan kecerdasan
buatan (AI). Padahal, konsep dasarnya berakar pada deep processing dan
data storage dalam jumlah besar. Gagasan awalnya muncul ketika
komputer mulai dapat menangkap, menyimpan, dan menggunakan informasi. John
Piaget menyebut pendekatan ini sebagai 3P (process, product,
and performance), di mana hasil belajar sangat bergantung pada proses
menangkap dan mengolah informasi.
Baca juga: Education in Perspective of Learning and Memory Neurosciences
Perspektif Neurologi dan Deep Learning
Pemahaman manusia tentang otak juga turut berpengaruh dalam pengembangan
konsep deep learning. Bagian otak tertentu memiliki peran luar biasa dalam
menangkap dan memproses informasi. Jika diamati, cara kerja otak sangat mirip
dengan komputer: indra menangkap informasi, lalu otak memprosesnya. Ketika
seseorang melihat sesuatu, sesungguhnya ia sedang memanfaatkan kapasitas
otaknya dalam menginterpretasikan informasi tersebut.
Namun, pembelajaran tidak sekadar mentransfer ilmu. Konsep surface
learning hanya menyentuh permukaan, sehingga tidak memberikan
pemahaman yang mendalam dan bermakna. Oleh karena itu, dalam teori Gestalt,
proses belajar harus diarahkan untuk menemukan insight atau pemahaman
mendalam. Jika dalam perspektif Islam, ilmu itu diibaratkan sebagai nurrun
(cahaya), yang menerangi proses berpikir seseorang.
Core dari deep learning adalah deep level processing, yaitu bagaimana seseorang benar-benar memahami dan mengolah informasi secara mendalam.
Humanisasi dalam Pembelajaran: Perspektif Pendidikan Indonesia
Berbeda dengan konsep pendidikan Barat, proses pembelajaran di Indonesia
seharusnya lebih menekankan pada aspek memanusiakan manusia.
Pembelajaran harus bersifat individual dan unik, sesuai dengan
potensi masing-masing peserta didik. Konsep ini sejalan dengan pembelajaran
merdeka, yang memberikan kebebasan bagi siswa untuk mengembangkan
dirinya. Sayangnya, banyak teori pendidikan yang tidak dimulai dari prinsip
ini, sehingga humanisasi belum menjadi fondasi utama dalam sistem
pendidikan kita.
Gaya berpikir (style of thinking) juga sangat memengaruhi cara belajar seseorang. Misalnya, dalam budaya menulis, bahasa Latin ditulis dari kiri ke kanan, sedangkan bahasa Arab dari kanan ke kiri. Dalam membaca, seseorang terbiasa lebih mengingat bagian awal dan akhir, sementara bagian tengah sering kali terabaikan. Jika pembelajaran tidak dirancang secara sistematis, maka akan terjadi dehumanisasi, di mana peserta didik hanya menghafal tanpa memahami.
Quantum Learning dan Konsep Pembelajaran yang Efektif
Konsep dasar Quantum Learning dimulai dari bagaimana otak bekerja
ketika melihat, mendengar, meraba, dan merasakan. Oleh karena itu, proses
belajar siswa tidak boleh dihentikan begitu saja. Jika seorang murid diberikan
pertanyaan mendadak, sering kali ia lupa apa yang ingin ia sampaikan, karena
proses berpikirnya terganggu.
Dalam konteks ini, evaluasi pembelajaran juga perlu dilakukan secara
mendalam. Sistem service learning yang berlaku saat ini sering
kali hanya berorientasi pada "apa yang diketahui" (know about
what), bukan "bagaimana memahami". Konsekuensinya, banyak siswa
hanya melakukan reproductive learning—menghafal tanpa
memahami. Hal ini tercermin dalam anekdot seorang anak yang berdoa agar ibu
kota Jawa Timur dipindah ke Bandung, padahal yang benar adalah Surabaya. Hal
ini terjadi karena anak tersebut tidak memahami makna dari apa yang dipelajari.
Pembelajaran yang bermakna harus mampu menghubungkan fakta dengan
konteks kehidupan nyata.
Baca juga: Bagaimana Cara Belajar di Abad ke-21?
Prinsip-Prinsip Deep Learning dalam Pembelajaran
Deep learning dalam pendidikan harus dimulai dari mind mapping
dan schemata, di mana ilmu yang dipelajari saling terhubung dan
memiliki relevansi. Proses belajar yang mendalam tidak sekadar mengumpulkan
informasi, tetapi juga menemukan makna dari ilmu tersebut.
Terdapat tiga prinsip utama dalam deep learning:
1. Mindful
Learning
- Memiliki kesadaran penuh dalam proses pembelajaran.
- Menghormati kehadiran setiap murid (full respect). Tidak boleh ada
diskriminasi terhadap siswa yang lambat belajar atau yang memiliki
kekhususan tertentu.
- Bersifat reflektif, yakni siswa memahami alasan dan cara belajar
yang efektif. Konsep ini sejalan dengan Contextual Teaching and Learning (CTL),
yang menekankan pentingnya relevansi dalam pembelajaran.
2. Meaningful
Learning
- Ilmu yang dipelajari harus memiliki manfaat dan keterkaitan
dengan kehidupan nyata.
- Siswa harus memahami mengapa
suatu konsep dipelajari, bukan sekadar apa yang harus dipelajari.
- Pemberian contoh konkret dalam pembelajaran di kelas akan
membantu siswa menemukan makna dari materi yang diajarkan.
3. Joyful
Learning
- Pembelajaran yang menyenangkan (joyful), bukan sekadar hiburan (fun).
- Lingkungan belajar yang positif akan meningkatkan motivasi siswa
dalam menemukan sesuatu yang baru.
- Tidak ada body shaming atau penghinaan di kelas; setiap siswa harus merasa dihargai
Evaluasi Pembelajaran dan Metakognisi
Konsep achievement learning dalam pendidikan seharusnya
tidak hanya berorientasi pada peringkat dan nilai ujian. Pendidikan yang baik
harus menanamkan metakognisi, yakni kesadaran siswa dalam
mengevaluasi cara belajarnya sendiri.
Evaluasi pembelajaran dapat dilakukan dengan pendekatan SOLO
Taxonomy (Structure of Observed Learning Outcome), yang mendorong
siswa untuk berpikir lebih dalam. Ketika jawaban siswa kurang tepat, ia harus
diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kembali materi tersebut melalui
referensi yang relevan.
Deep learning akan berjalan efektif jika materi yang diajarkan tidak
terlalu banyak, tetapi lebih esensial dan bermakna dalam berbagai konteks.
Oleh karena itu, kurikulum harus dirancang agar tidak terlalu padat (overload),
melainkan lebih menekankan pada nilai dan makna dari setiap materi pelajaran.
Contohnya dalam sejarah, peristiwa Kendedes sering kali
hanya dipahami sebagai konflik dan pertumpahan darah. Padahal, jika nilai-nilai
sejarah ini dikontekstualisasikan, siswa akan lebih memahami makna di balik
peristiwa tersebut. Begitu pula dalam matematika, konsep abstrak seperti
panjang garis dapat diajarkan dengan cara yang lebih bermakna.
Deep Learning sebagai Fondasi Kurikulum
Di masa depan, pendidikan berbasis deep learning akan lebih ditekankan dalam
kurikulum. Tidak boleh ada materi pelajaran yang minus value
atau tidak memiliki makna bagi peserta didik. Bahkan dalam pelajaran olahraga,
siswa harus diajarkan tentang sportivitas dan menghargai lawan, bukan hanya
mengejar kemenangan semata.
Pak Abdul Mu’ti pernah berkata, ketika ia masih di Madrasah
Ibtidaiyah, gurunya melarang terlalu banyak bertanya karena dianggap seperti Bani
Israil yang terlalu banyak bertanya kepada Nabi Musa. Begitu pula dalam
matematika, dulu banyak siswa yang diajarkan bahwa pelajaran ini tidak akan
ditanyakan di kubur. Padahal, dalam Islam, konsep hisab (perhitungan)
sangat erat kaitannya dengan matematika.
Deep learning memungkinkan ilmu tidak dipisah-pisahkan. Dengan pendekatan
ini, setiap bidang ilmu dapat diintegrasikan dengan nilai-nilai kehidupan yang
lebih luas. Pendidikan tidak hanya tentang menguasai materi, tetapi juga
memahami makna dan relevansinya dalam kehidupan nyata.
Deep learning bukan sekadar konsep, tetapi sebuah revolusi dalam dunia pendidikan.
Baca juga: Revolusi Pendidikan
Menuju Pendidikan yang Lebih Bermakna
Kuliah tamu ini bukan hanya sekadar diskusi akademik, tetapi juga panggilan untuk mereformasi pendidikan agar lebih berorientasi pada pemahaman mendalam dan pengembangan karakter. Dengan adanya pendekatan deep learning, diharapkan sistem pendidikan di Indonesia mampu melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki pemikiran kritis, reflektif, dan humanis.
Dengan berakhirnya kuliah tamu ini, semangat untuk menghadirkan pendidikan yang lebih bermakna, menyenangkan, dan mendalam semakin menggelora. Kita semua berharap bahwa konsep deep learning tidak hanya menjadi diskusi akademik, tetapi juga menjadi langkah nyata dalam membangun masa depan pendidikan yang lebih baik di Indonesia.
Malang, 15 Syaban 1446 H/ 13 Februari 2025 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.