Rabu, 31 Agustus 2016

Education In Perspective Of Learning and Memory Neurosciences By Taruna Ikrar, M.Pharm., MD,. Ph.D.

Ada beberapa pelajaran penting yang saya dapatkan ketika mengikuti kuliah umum “Education in Perspective of Learning and Memory Neurosciences” yang  diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud dengan menghadirkan pakar neuroscience Indonesia yang sudah berkiprah di dunia internasional, yaitu Taruna Ikrar, M. Pharm., MD., Ph.D.  Acara ini dihadiri oleh pejabat eselon 1 dan 2 di lingkungan Kemendikbud, serta para guru, dosen, mahasiswa, dan praktisi pendidikan pada umumnya. Jumat (3/6/2016).

Ada pertanyaan yang sangat menarik yang beliau ajukan kenapa orang bisa mengingat? Bagaimana seseorang bisa menggunakan memorinya? Mengapa tidak semua yang kita pelajari mampu kita ingat?

Baginya belajar itu sama dengan pengulangan. Belajar dan mengingat mempunyai hubungan yang sangat erat. Tetapi, bukan hanya mengingat yang penting, tetapi otak manusia bisa menyimpulkan sesuatu berdasarkan pengetahuannya dan mampu mengembangkan pengetahuannya.

Berdasarkan pernyataan di atas menurut Pakar neuroscience Taruna mengatakan, pendidik harus memahami ilmu neuroscience penting dalam  perumusan kebijakan di dunia pendidikan. Mengapa? Karena Neuroscience adalah ilmu yang mempelajari tentang berbagai fungsi otak dan manifestasinya dalam kehidupan. Taruna Ikrar lebih lanjut menjelaskan, neuroscience bisa digunakan untuk membantu merumuskan metodologi, silabus kurikulum, hingga mengedukasi masyarakat secara luas.

Selama ini masyarakat menerima informasi yang keliru dari segelintir orang yang mengatakan, awas jangan terlalu rajin belajar nanti bisa gila. Atau paling tidak stress. Benarkah? Saya juga bertanya-tanya di dalam diri, ketika ada tetangga yang terkenal pintar tiba-tiba stress.

Setelah dewasa saya semakin paham, faktanya berbicara lain bahwa manusia menurut Taruna otak manusia terdiri dari 100 miliar sel saraf, setiap 1 sel saraf terdiri dari 10.000 sinaps. Apa yang Penting untuk kita lakukan untuk menghubungkan sinaps tersebut? semakin banyak yang kita pelajari, semakin banyak sinaps yang terhubung.

“Tidak ada otak yang rusak karena belajar banyak” Ungkap  Taruna yang merupakan Academic Senior Specialist & Adjunct Professor University Of California, Irvine, USA

Menyimak pemaparan  Taruna, sesuai dengan ilmu yang saya dapatkan dari Prof. Sabarti tentang salah  satu teori proses belajar itu adalah proses stimulasi. Dari sinilah pentingnya pengulangan. Karena pada hakekatnya kelebihan teori ini adalah belajar merupakan buah dari latihan/ pengulangan. Walaupun ada juga sisi kelemahannya, teori ini hanya menilai sesuatu yang tampak melalui pengamatan.

Realitas yang terjadi masyarakat karena keabaian orang tua, anak-anak sekarang cenderung mendapatkan stimulasi negatif dari televisi, teman-teman yang kurang baik akhlaknya, pembantu yang tidak ramah dan mengerti cara mendidik anak. Akibatnya anak-anak kita saat ini menjadi lebih agresif, susah diatur, dan manja.

Taruna juga menyarankan kepada para ibu untuk menyusui anaknya sampai dua tahun. Lalu para orang tua untuk aktif memberikan stimulus atau rangsangan kepada anaknya yang masih berusia dini untuk membantu perkembangan otak anak.

Salah satu yang bisa diterapkan pada anak-anak adalah pendidikan multi bahasa. Ia mencontohkan memiliki anak, Istrinya menggunakan bahasa jepang, Taruna sendiri menggunakan bahasa indonesia di rumah, sedangkan dengan teman-teman di sekolah, anaknya menggunakan bahasa inggris. Ia mengatakan, pendidikan multibahasa bagi anak sangat bagus karena memberikan suatu konteks rangsangan di mana otak anak akan semakin berkembang.

Ada juga yang bertanya apakah boleh mengajarkan bahasa kepada anak sejak dini?
Menurut Prof. Ikrar multi bahasa adalah konsep yang bagus. Latih saja anak sebanyak mungkin bahasa yang dia bisa. Tapi jangan lakukan tekanan atau intimidasi, karena justru tekanan itu yang dapat merusak perkembangan otak anak,” tuturnya.

Lalu apa yang harus dilakukan?
Ia mengajurkan orang tua agar memberikan stimulus dengan merangsang rasa ingin tahu dan penasaran seorang anak, karena anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. jika saya kolaborasikan dengan ilmu yang saya dapatkan dari Prof. Barti sejak kecil biasakan ajak anak berdialog, sehingga itu secara tidak sadar mampu menstimulus otak anak untuk berkembang.

Lebih lanjut taruna menjelaskan umur 1-2 dan 2-7 adalah golden age. Karena itu pada umur itu anak-anak harus lebih banyak diberikan rangsangan, bangun kepercayaan diri anak sejak kecil.

Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan, peran orang tua (ayah dan ibu), nenek dan kakek, guru, dan orang-orang di sekitar anak sangat menentukan perkembangan otak sang anak. Ilmu ini bagi saya sangat nyambung dengan apa yang sering dibahas oleh Prof. Barti di Kampus.

Ada yang bertanya Bagaimana mengoptimalkan learning? 
Taruna menjelaskan kita harus memberikan stimulus, rangsangan. Jangan hanya menggunakan satu metode, tapi perbanyak rangsangan semakin baik.

 “Siapa yang bisa menyangka bahwa orang bisa belajar, mengetahui sesuatu, bisa cerdas, adalah karena peran otak manusia? Oleh karena itu saya kemukakan, bahwa di seluruh dunia, orang sudah sangat sadar dengan apa yang disebut dengan neuroscience, dan penerapannya sudah dilakukan di mana-mana, termasuk dimulai dari sekolah dasar,”

Bagaimana dengan Neurospritual?
Prof. Taruna yakin spritualisme bisa mengontrol emosi seseorang. Kita melihat juga hari ini bnyak anak yang hafal qur’an. Wakil Presiden I4 atau Ikatan Ilmuan Indonesia Internasional (International Indonesian Scholars Association) ini meyakini diperlukan pegangan hidup (agama) untuk mengantarkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat.

Jakarta, 27 Dzulqa’dah 1437 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.