Di awal
tulisan ini, saya ingin mengajukan pertanyaan, dapatkah kita membayangkan Ada
manusia hidup berpuluh tahun tetapi tidak mengenal siapa dirinya yang
sebenarnya?
Ketika kita telah mengenal siapa diri kita sebenarnya, siapa pencipta yang harus kita sembah dan tempat kita meminta pertolongan. Maka kita akan lebih merasa bahagia, dimana pun kita berada dan dalam kondisi apa pun.
Jika ia
masih Kecil wajar jika ia belum mengenal dirinya, tetapi jika semakin bertambah
umur semakin lupa diri? Bagaimana perasaan orang itu? Tentu kegelisahan,
kegundahan, sedikit ketakutan terkadang datang menghampiri di sela-sela
kehidupannya. Karena orang yang belum mengenal siapa dirinya tentu belum
mengenal dekat siapa Tuhannya.
Apa jadinya
jika seseorang lupa diri alias tidak tahu untuk apa ia gunakan hidupnya? Kemana
ia harus menuju? Apa yang harus dilakukan? Hal apa yang terbaik didahulukan? Tentu
kita akan menghabiskan waktu yang tidak jelas, kegelisahan selalu menghantui.
Mengapa hal
itu bisa terjadi pada sebagian besar manusia?
“Dan janganlah keadaan kamu seperti
orang-orang yang melupakan Allah, lalu Allah pun membuatnya lupa kepada dirinya
sendiri” (Q.S.
Al-Hasr: 19)
Menurut Ibnu
Katsir ialah “Janganlah kamu lupa mengingat kepada Allah, atau Dzikir; karena
bila kamu telah lupa mengingat Allah, Allah pun akan membuat lupa apa-apa yang
patut dikerjakan untuk kepentingan dirimu sendiri, yang akan membawa manfaat
bagimu di akhir kelak kemudian hari”
Ibnu Qayyim
menulis tentang tafsir ayat ini dalam kitabnya, Miftahud Daris Sa’adah (Kunci Menuju Negeri Bahagi) sebagai
berikut:
“Perhatikan
ayat ini, niscaya akan engkau dapati di dalamnya arti yang sangat mulia dan
dalam. Yaitu bahwa barangsiapa yang lupa kepada Tuhannya, Allah akan membuatnya
lupa kepada dirinya sendiri, sehingga dia tidak mengenal lagi siapa sebenarnya
dirinya dan apa yang perlu dilakukan untuk kebahagiaan dirinya. bahkan dia pun
akan dibuat lupa apa jalan hidup yang akan ditempuhnya untuk kebahagiaan dirinya
sendiri, baik untuk kehidupan dunia sekarang atau kehidupan akhirat kelak;
sehingga dia hidup dalam kekosongan dan hampa, sama saja dengan bintarang
ternak yang dihalau-halau. Bahkan kadang-kadang binatang ternak itu lebih tahu
apa yang baik untuk memelihara hidupnya dengan petunjuk naluri yang
dianugrahkan Allah kepadanya. Tetapi manusia yang telah lupa diri ini, dia
telah keluar dari garis-garis fitrahnya, yang dengan itu dia diciptakan. Dia
telah lupa kepada Tuhannya, maka dia dibuat lupa oleh Allah kepada dirinya
sendiri sehingga dia tidak ingat lagi bagaimana supaya diri itu mencapai
kesempurnaan dan bagaimana agar dia bersih, bagaimana supaya dia mencapai
bagian kini dan esok.”
Allah
berfirman,
“Dan janganlah engkau ikuti orang
yang telah kami jadikan lalai hatinya dari mengingat Kami, lalu
dipertaruhkannya kehendak hawa nafsunya, dan jadilah segala perbuatannya di
luar batas. “ (Q.S. AL-Kahfi: 28)
Dia telah
lalai dan lengah dari mengingat tubuhnya. Sebab itu maka segala tindak
tanduknya, dan rasa hatinya tidak ada yang beres lagi, sehingga tidak ada
perhatiannya untuk memperbaiki diri dan mencari yang maslahat, hati pecah
berderai, jiwa porak-poranda, apa yang dikerjakan kocar-kacir, bingung tidak
tentu arah hidup yang akan ditempuh.
Oleh sebab
itu maka mengenal Allah adalah pokok pangkal segala ilmu, pokok pangkal
kebahagiaan dan kesempurnaan seorang hamba Allah, dunianya dan akhiratnya. Dan
kalau jahil, tidak mengetahui hubungan diri dengan Allah, pastilah dia pun
tidak akan tahu siapa dirinya yang sebenarnya dan apa yang harus dilakukannya
supaya dia mencapai kemenangan. Sebab itu maka mengenal Allah adalah pangkal
bahagia, dan jahil akan Dia pangkal celaka.
Di ujung
ayat dijelaskan bagaimana kedudukan orang itu pada pandangan Allah.
“Itulah orang-orang yang fasik”
Yaitu bahwa
perjalanan hidupnya tidak melalui aturan, sebab itu hidupnya selalu kocar-kacir
dan celaka terus. Selalu melakukan kesalahan yang sama. Tahu apa yang harus
dilakukan, tetapi tidak melakukan apa yang diketahui. Dalam hidup tahu saja
tidak cukup, Segera Ambil Tindakan.
Saya yakin
kekondusifan gudang jiwa kita dapat membuat kita lebih produktif. Ketika kita
telah mengenal Siapa Pencipta kita, mengenal diri kita, kita bisa hidup lebih
berkualitas. Kepercayaan diri kita meningkat karena memiliki sandaran yang Maha
Kuat.
Ketika kita telah mengenal siapa diri kita sebenarnya, siapa pencipta yang harus kita sembah dan tempat kita meminta pertolongan. Maka kita akan lebih merasa bahagia, dimana pun kita berada dan dalam kondisi apa pun.
Bukankah Lebih
baik kita dinasehati jadi ingat diri, daripada dipuji-puji jadi lupa diri.
Setuju?
Foto : Success
Foto : Success
Jakarta, 15
Dzulqaidah 1437
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.