Apa yang
membuat sebagian guru atau dosen kita sulit untuk produktif? Selain faktor internal
seperti malas, sibuk, dan sebagainya. Mungkin ada faktor administrasi yang
menumpuk dirasakan oleh tenaga pengajar di Indonesia.
Di satu sisi
kita harus unggul dalam keilmuan, penelitian, dan melakukan pengabdian di
masyarakat. Tapi, di sisi lain terkadang kita disibukkan dengan administrasi
yang bagai sebagian guru atau dosen sangat menyita waktunya. Belum lagi, mereka
harus membagi waktu untuk keluarga.
Apa dampaknya?
Sebagian tumbuh
semakin tangguh, tetapi sebagian yang lain tenggelam dalam arus. Kebanyakan mengalami
impotensi kecendekiaan sehingga tidak mampu menghasilkan karya dan produktif
dalam dunia keilmuan. Membaca buku jarang, mengikuti seminar tidak sempat
karena jadwal mengajar dan peraturan sekolah yang ketat. Akhirnya pengembangan
diri terhenti, padahal dunia terus berubah.
Akhirnya ini
berdampak juga kepada para siswa dan mahasiswa yang lumpuh dalam berkarya. Bagaimana
kita mengajarkan pembelajar untuk rajin membaca jika kita tidak rajin membaca. Kita
berbicara pentingnya menulis tetapi kita tidak pernah menulis. Kita harus
memiliki adab dan akhlak, tapi kita sendiri tidak pernah dipertontonkan
bagaimana adab yang baik itu?
Mengapa semua
ini bisa terjadi? Pertama bisa jadi karena sumber daya manusianya, sistem
pendidikan kita menyumbang peran terhadap banyaknya orang yang mengalami
impotensi kecendekiaan.
Salah satu
sahabat saya di Program Magister mengajar di Sekolah Internasional, beliau
menuturkan perangkat pembelajarannya sangat ramping, efektif, dan tidak ribet
jika dibandingkan dengan yang dimiliki oleh guru pada umumnya.
Ada hal
menarik yang saya tangkap dalam budaya keilmuan di Indonesia. Masih ada
sebagian orang yang menganggap tingkat kecerdasan seseorang itu diukur dari
kompleksitas, gaya bahasa yang tinggi, walaupun terkadang sulit dipahami. Sedangkan
orang yang menggunakan bahasa yang sederhana, mudah ditanggkap, renyah,
dianggap kurang intelek.
Faktanya,
berdasarkan pengamatan saya, salah satu ciri-ciri orang-orang yang cerdas itu adalah
mampu menyederhanakan sesuatu yang sulit. Mereka bisa menerangkan sesuatu yang
sulit dipahami orang kebanyakan dengan bahasa yang mudah ditangkap oleh akal,
menggunakan kosa kata yang ramah dengan telinga, akal, dan hati. Bukan malah
menjadikan sulit dan kompelks sesuatu yang awalnya sederhana.
Bagaimana
Solusi mengatasi Impotensi Kecendikiaan?
Salah satu
point pentingnya adalah membangun kesadaran keilmuan. Dengan memiliki kesadaran
keilmuaan, maka pelajar, mahasiswa guru atau dosen bahkan mayarakat secara umum
gemar dan senang untuk belajar. Inilah salah satu misi dan tujuan Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana UHAMKA.
Pengalaman
selama kuliah, saya mengalami bagaimana sistem pendidikan di Sekolah
Pascasarjana membangun hubungan antara spiritual dan ilmu, mahasiswa dan dosen.
Kami merasa tidak berhadapan dengan dosen, melainkan seperti sedang berhadapan
dengan orang tua.
Para
Profesornya tidak pelit untuk meminjamkan buku-buku penunjang dan memberikan
kisi-kisi materi ujian. Mereka sangat rendah hati, apalagi ketua prodinya,
Prof. Dr. Hj. Sabarti Akhadiah, M.K. sangat mengayomi, memudahkan, tutur
katanya halus dan lembut, humornya renyah, tapi tidak menghilangkan nilai-nilai
keilmuan yang kaya akan referensi. Ketika umurnya 65 tahun, beliau masih
belajar bahasa spanyol, selain bahasa yang telah dikuasai seperti bahasa
inggris, jerman, arab, belanda, indonesia, minang, sunda, jawa.
Saya masih
memiliki keyakinan, bahwa karakter itu tidak bisa diajarkan, tetapi hanya bisa
ditularkan. Jika kita ingin siswa atau mahasiswa giat belajar, ya guru atau
dosennya pun harus keranjingan belajar. Itu yang saya tangkap dari Dosen-Dosen
di Pascasarjana UHAMKA.
Mereka (Para
Dosen) tidak hanya memiliki keunggulan dalam keilmuan karena latar
pendidikannya di dalam dan luar negeri, tetapi adabnya yang tinggilah yang
membuat kami samakin terpikat dengan kepribadiannya.
Sebut saja,
Prof. Dr. Dendy Sugono, P.U. yang selalu memulai perkuliahan dengan doa, di
sela-sela memberikan perkuliahan terkadang menggungah kesadaran beragama untuk
dekat kepada Sang Pencipta dan peduli terhadap kehidupan sekitar.
Mudah-mudahan
dengan semangat belajar yang tinggi dan adab yang kita miliki, semakin
berkuranglah orang-orang yang mengalami impotensi kecendikiaan.
Selain itu, kepada pengambil kebijakan bisa menyederhankan sistem administrasi yang harus dipersiapkan oleh guru atau dosen tanpa menghilangkan esensinya.
Foto : Success
Selain itu, kepada pengambil kebijakan bisa menyederhankan sistem administrasi yang harus dipersiapkan oleh guru atau dosen tanpa menghilangkan esensinya.
Foto : Success
Jakarta, 25 Dzulqaidah 1437 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.