Selasa, 20 Mei 2025

Ujian Kesulitan dan Kemakmuran


















Setiap manusia akan melewati masa-masa sulit dan masa-masa lapang dalam hidupnya. Namun, tidak semua orang mampu menjaga kesadaran spiritual dalam kedua keadaan itu. Sering kali, kesulitan justru mendekatkan hati kepada Allah, sementara kemakmuran membuat kita lupa kepada-Nya.

Tulisan ini mengajak kita untuk merenungi pesan mendalam dari Surah Al-A'raf ayat 94–95. Lewat kisah reflektif seorang pria bernama Amir, kita diajak melihat bagaimana perubahan hidup dari kesempitan menuju kelapangan bisa melunturkan hubungan spiritual, bila tidak disertai dengan kesadaran dan rasa syukur yang terus-menerus.

Semoga renungan ini menjadi pengingat, bahwa baik ujian dalam bentuk penderitaan maupun kenikmatan, semuanya adalah sarana untuk mendekat kepada Allah. Dan yang paling perlu dijaga bukan hanya kondisi lahiriah kita, melainkan kelembutan hati dan kepekaan jiwa terhadap tujuan hidup yang hakiki.

Renungan dari Surah Al-A'raf 94-95

(94) "Dan Kami tidak mengutus seorang nabi pun kepada suatu negeri melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesusahan dan penderitaan agar mereka memohon (kepada Allah) dengan rendah hati."

(95) "Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan sehingga mereka menjadi makmur dan berkata, 'Sesungguhnya nenek moyang kami pun telah merasakan penderitaan dan kesenangan.' Maka Kami timpakan azab kepada mereka secara tiba-tiba, sedangkan mereka tidak menyadarinya."

Kisah Tentang Lupa dan Sadar

Malam itu, di sebuah kota yang gemerlap, seorang pria bernama Amir duduk termenung di balik jendela apartemennya yang mewah. Ia memandangi langit yang bersih, tanpa awan, tanpa hujan, tanpa badai. Semuanya tampak sempurna.

Ia memikirkan masa lalunya. Dua puluh tahun lalu, hidupnya sangat berbeda. Ia lahir di keluarga sederhana yang sering kali harus berjuang keras hanya untuk makan. Masa kecilnya penuh dengan doa ibunya yang tak henti-henti memohon agar Allah mengangkat kesulitan mereka.

Dan akhirnya, kehidupan mulai berubah. Bisnisnya berkembang, uang datang dari berbagai arah, dan kini ia memiliki segalanya—rumah besar, mobil mewah, dan hidup yang nyaman.

Tapi ada satu hal yang ia sadari malam itu: hatinya terasa kosong.

Dulu, saat hidup penuh kesulitan, ia sering menangis dalam sujud. Ia mengenal doa, ia mengenal rendah hati, ia mengenal Allah. Tapi sekarang, ia terlalu sibuk menikmati hidup.

Siklus Kehidupan: Dari Ujian ke Kemakmuran, Lalu Lupa?

Surah Al-A’raf ayat 94-95 menggambarkan pola hidup yang sering terjadi dalam sejarah manusia. Allah menguji suatu kaum dengan kesulitan agar mereka kembali kepada-Nya. Ketika mereka berserah diri dan memohon dengan rendah hati, Allah menggantinya dengan kemakmuran.

Tapi di sinilah masalahnya: ketika kemakmuran datang, banyak manusia lupa kepada Allah.

Mereka mulai berpikir bahwa ini hanyalah siklus biasa—seperti yang dikatakan dalam ayat:
"Sesungguhnya nenek moyang kami pun telah merasakan penderitaan dan kesenangan."

Ini adalah pola pikir yang sangat berbahaya. Mereka menganggap bahwa kesulitan dan kemakmuran hanyalah bagian dari kehidupan yang berjalan secara alami, bukan sebagai bentuk ujian dari Allah.

Mengapa Kesulitan Membuat Kita Dekat dengan Allah?

Seorang teman pernah berkata kepada Amir, "Lucu, ya? Ketika hidup susah, kita berdoa sungguh-sungguh, tapi saat hidup mudah, kita mulai merasa tidak butuh Tuhan."

Dan ini sangat benar.

  1. Kesulitan Membuat Kita Sadar Akan Ketergantungan kepada Allah
    Ketika kita mengalami kesulitan, kita sadar bahwa kita tidak berdaya. Kita mencari pertolongan kepada Allah karena kita tahu hanya Dia yang bisa membantu.

  2. Kesulitan Mengajarkan Kerendahan Hati
    Orang yang mengalami kesulitan cenderung lebih rendah hati, karena mereka tahu bagaimana rasanya berada di titik nol.

  3. Kesulitan Memurnikan Doa Kita
    Pernahkah kamu memperhatikan bahwa doa seseorang yang sedang berada dalam kesulitan terdengar lebih tulus dan lebih dalam? Saat tidak ada lagi tempat untuk bergantung, hati manusia akan kembali kepada Tuhan dengan sepenuh hati.

Bahaya Kemakmuran Tanpa Kesadaran

Kemakmuran bukanlah sesuatu yang buruk. Bahkan, kemakmuran adalah anugerah Allah. Masalahnya bukan pada kekayaan atau kenyamanan hidup, tetapi pada bagaimana manusia menyikapinya.

  1. Kemakmuran Bisa Membuat Kita Lupa
    Saat hidup nyaman, kita mulai merasa bahwa semua ini adalah hasil kerja keras kita sendiri, bukan pemberian Allah.

  2. Kemakmuran Bisa Membuat Kita Merasa Tidak Membutuhkan Tuhan
    Kita berhenti berdoa karena merasa bahwa segala kebutuhan kita sudah terpenuhi.

  3. Kemakmuran Bisa Mengubah Hati Kita
    Hati yang dulu lembut menjadi keras. Kita tidak lagi peduli pada orang lain, kita mulai terobsesi dengan dunia dan melupakan akhirat.

Inilah yang disebut dalam ayat 95: ketika manusia merasa aman dalam kemakmuran, tiba-tiba azab Allah datang tanpa mereka sadari.

Bagaimana Kita Bisa Menghindari Jebakan Ini?

  1. Bersyukur dalam Segala Keadaan
    Baik dalam kesulitan maupun dalam kemakmuran, kita harus selalu bersyukur kepada Allah. Jangan hanya mengingat-Nya saat sedang kesusahan.

  2. Tetap Dekat dengan Allah, Apapun Keadaannya
    Jangan biarkan kemakmuran menjauhkan kita dari ibadah. Jika kita bisa berdoa dalam kesulitan, mengapa tidak dalam kemudahan?

  3. Jangan Lupa Bahwa Semua Ini Adalah Ujian
    Baik kesulitan maupun kemakmuran, semuanya adalah ujian dari Allah. Jangan sampai kita gagal dalam ujian kemakmuran.

  4. Gunakan Kekayaan dan Kemakmuran untuk Kebaikan
    Jika Allah memberi kita rezeki berlimpah, gunakanlah untuk membantu sesama dan berbuat kebaikan. Ini adalah salah satu cara agar hati kita tetap bersih dan tidak terperangkap dalam kesombongan.

Refleksi untuk Kita Semua

Malam itu, Amir menutup jendelanya dan mengambil wudhu. Sudah lama ia tidak shalat malam. Ia sadar bahwa ia telah terlalu lama menikmati dunia tanpa mengingat siapa yang memberikannya semua ini.

Ia bersujud lama.

Doanya malam itu berbeda. Tidak ada lagi doa tentang bisnis atau harta. Yang ada hanyalah permohonan agar hatinya tetap lembut dan selalu mengingat Allah, dalam susah maupun senang.

Karena ia tahu, hidup adalah ujian. Dan ujian terbesar bukanlah kemiskinan, tetapi kemakmuran yang membuat kita lupa kepada Tuhan.

Semoga kita semua selalu mengingat Allah, baik dalam kesulitan maupun dalam kemakmuran.
Karena yang paling berbahaya bukanlah hidup miskin, tetapi hati yang miskin dari kesadaran akan Allah.

Aamiin.

Baca juga: Cara Memahami Sunnah Allah terkait Kesempitan dan Kesenangan

Malang, 3 Dzulqaidah 1446 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung. Semoga langkah Anda hari ini membawa semangat baru untuk terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijak. Saya menghargai setiap dedikasi dan perjalanan Anda. Sampai kita berjumpa kembali, dalam tulisan atau kehidupan nyata.