Melanjutkan
pembicaraan kita kemarin Baca (Revolusi Pendidikan). Ada sebuah kaidah, (Manusia,
akal) adalah ciptaan-Nya dan Allah adalah Sang Pencipta Maka jangan
pertentangkan antara ciptaan dan Sang Penciptanya. Alangkah beraninya kita
menentang kebesaran Allah dengan akal, lisan dan perbuatan kita.
Mengapa semua
ini terjadi? Bagaimana cara mengantisipasinya? Ada 5 Prinsip Pendidikan dalam
islam yang sebaiknya kita jadikan pedoman.
Pertama,
Prinsip Al-Wihdah (Integrasi)
Tidak ada
pemisahan antara dunia dan akhirat, antara agama dan negara, antara ilmu agama
dan ilmu umum. Dalam islam dunia ini adalah jembatan menuju kampung akhirat. Karena
itu, mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dielakkan
agar masa kehidupan di dunia ini benar-benar bermanfaat untuk bekal yang akan
dibawa ke akhirat.
Semua mata
pelajaran (mata kuliah) idealnya menjadikan ketauhidan seseorang bertambah, bertambah
imannya, bertambah yakin akan kebesaran Allah di alam semesta. Oleh karena itu,
guru (dosen/pendidik) adalah ujung tombak dalam membenamkan nilai ketauhidan
dan melakukan integrasi nilai-nilai di jiwa pembelajar.
Perilaku yang
terdidik dan nikmat apapun yang diperoleh dari Sang Kholik harus diabdikan
untuk mencapai mencari keridhoanNya.
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan. “(Q.S. Al-Qashash: 77)
Prioritas kita
dalam hidup adalah mempersiapkan bekal untuk pulang, kejar akhirat
sungguh-sungguh, tapi jangan lupakan bagianmu di dunia. Jika prioritas ini kita
balik, menjadikan akhirat di waktu-waktu sisa, mungkin inilah penyebab kita
sering merasa hampa, capek, kesal, kecewa. Selengkapnya Baca di (Kapan WaktuTerbaik Untuk Berlari atau Berjalan?)
Kedua, Prinsip
Tawazun (Keseimbangan)
Bukankah hakikatnya
manusia terdiri dari badan kasar dan badan halus? Jasad dan Ruh? Unsur Bumi dan
Unsur Langit? Oleh karena itu, prinsip keseimbangan merupakan sebuah
keniscayaan, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada
kesenjangan.
Keseimbangan
antara material dan spritual, unsur jasmani dan rohani. Pada banyak ayat Al-Qur’an
menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh
ayat yang menyebutkan iman dan amal secara bersamaan, secara implisit
menggambarkan keseimbangan dan kesatuan yang tidak terpisahkan.
Ketiga,
Prinsip Taswiyah (Persamaan)
Prinsip ini
berangkat dari konsep dasar bahwa manusia mempunyai asal muasal kejadian yang
sama, yaitu dari tanah, tidak ada yang membedakan derajat, baik antara jenis
kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras atau warna kulit. Sehingga budak
sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan islam. Nabi Muhammad
Sholaullohhu ‘alaihi Wassalam bersabda:
“siapapun di antara seorang laki-laki
yang mempunyai seorang budak perempuan lalu diajar dan dididiknya dengan ilmu
dan pendidikan yang baik kemudian dimerdekakannya lalu dinikahinya, maka
(laki-laki) itu mendapat dua pahala disisi Allah” (HR. Bukhori)
Keempat,
Prinsip Ta’lim Minal Mahdi ilal-Lahdi
(Long Life Education)
Sesungguhnya
prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam
kaitan keterbatasan manusia di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan
pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri ke
jurang kebinasaan. Makanya ayat yang pertama kali turun adalah perintah
membaca, sebagaimana firman Allah,
“Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-Alaq: 1-5)
Dalam hal
ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali
kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, disamping selalu memperbaiki kualitas
dirinya. Sebagaimana firman Allah,
“Maka barang siapa bertobat sesudah
melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Q.S . Al-Maidah: 39)
Kelima,
Prinsip Fadhilah (Keutamaan)
Pendidikan bukanlah
hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh dimana
segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Karena pada
dasarnya manusia selalu bertanya apa manfaatnya bagiku? Ketika seseorang
mengetahui keutamaan memiliki akhlak yang baik maka ia akan terdorong
menjadikannya sebagai kepribadian yang melekat pada dirinya.
Nilai-nilai
moral/akhlak tersebut harus dilandasi oleh nilai-nilai tauhid. Seperti yang
telah kita bahas di point pertama. Tahukah Anda orang yang nilai moral atau
akhlaknya yang paling buruk dan rendah? Banyak orang yang menyangka orang yang
paling muruk akhlaknya hanya pencuri, dan sejenisnya, padahal nilai moral/
akhlak yang paling rendah dan buruk adalah mensekutukan Allah (Syirik).
Dengan prinsip
ini, pendidik diharapkan bukan hanya menyediakan kondisi belajar, tetapi lebih
dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang
ditunjukkan oleh pendidik tersebut. Nabi Muhammad Sholaullohu “alaihi Wassalam
bersabda :
“Hargailah anak-anakmu dan baikkanlah budi
pekerti mereka” (HR. Nasa’i)
Terakhir,
berbicara mengenai akhlak, moral, budi pekerti. Semuanya tidak bisa diajarkan,
tetapi ditularkan. Oleh karena itu, jadilah tauladan untuk orang-orang
disekitarmu. Karena perbuatan kita lebih menunjukkan siapa kita sebenarnya
daripada perkataan kita.
Foto: aliyahmujahirin
Jakarta, 25
Rajab 1437 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.