Selasa, 17 Mei 2016

Belajar Dari Bambu


Masjid Al-Fattaah, Megamendung, Bogor
Pernahkan Anda memperhatikan, rumpun bambu yang menjulang tinggi saat tertiup angin? Ia meliuk ke sana kemari. Bahkan, di tengah badai sekali pun, bahkan hingga liukannya seperti hendak menumbangkannya, bambu tetap kokoh berdiri. Tak tercerabut dari akarnya. Ia tak seperti banyak pepohonan yang tumbuh besar yang sering kali meski berbatang raksasa, namun saat tertiup angin, ambruk dengan mudahnya.
 
Inilah pelajaran yang sangat penting dari bambu “sekali pun bambu meliuk diterpa angin, dia mempunyai pegagangan, akar yang kuat menghujam di tanah.”

Bagaimana bambu bisa sekuat itu? 

Bambu saat pertama kali ditanam, ditahun pertama, di saat kita sibuk menyiramnya agar subur, ia seolah-olah diam saja. Bahkan, tak jarang, ilalang yang dibiarkan malah tumbuh jauh lebih lebat dan suburnya.

Tahun berlalu. Cobalah terus memupuk dan menyiramnya. Bambu tetap seperti tak tumbuh. Seolah tak ada sesuatu pun yang terjadi pada bambu tersebut. Malah, tumbuhan lain yang ada di sekelilinggnya, telah tumbuh dengan pesatnya.

Menginjak tahun ketiga, dengan kesabaran yang terus kita berikan, yakni dengan terus merawat dan menyiraminya, bambu tetap bergeming. Seolah ia tak mau tumbuh sehingga mulai memunculkan rasa frustasi bagi yang menanamnya.

Tahun keempat, pepohonan yang ada di sekeliling bambu telah makin tumbuh lebat dan bahkan ada yang sudah menjulang tinggi. Sementara, bambu hanya tetap “diam” dan seperti tak hendak tumbuh. Ia mungkin telah tumbuh, namun setengah atau semeter saja. Seolah tak mau tumbuh layaknya pohon lainnya.

Namun, di saat bambu menginjak tahun kelima, bagi yang tetap sabar merawatnya, akan segera menikmati hasilnya. Bambu yang seolah diam, ternyata tumbuh tinggi dengan cepatnya. Bahkan, hanya dalam hitungan minggu. Dan, ia tumbuh dengan kuatnya.

Apa yang terjadi? Dalam empat tahun pertama, bambu ternyata “tumbuh” ke dalam tanah. Ia membentuk akar yang kuat sehingga dalam empat tahun, akarnya yang berserabut menancap kuat ke dalam tanah. Ia mengambil saripati terbaik dari dalam tanah sehingga mampu tumbuh menjadi bambu yang kuat diterpa angin dan kokoh dengan banyak manfaat yang bisa dipetik darinya. 

Dengan masa tumbuh yang sangat lama itulah, bambu menjadi sangat kaya manfaat. Batangnnya, bisa menjadi tulang rumah, dari tiang, dinding, hingga aksesoris yang bisa menghias rumah. Mebel, pagar, bahkan lantai rumah pun bisa dibuat dari bambu yang kokoh. Tak hanya itu, dengan cara yang benar, bambu akan menjadi dasar bangunan yang tahan rayap dan kokoh hingga bertahun-tahun lamanya (bahkan sampai 10 tahun).
Masjid ini (Al-Fattaah) dibangun oleh Insinyur dari German dengan Bahan Utama Bambu, Terletak di Puncak Bogor.

Inilah pembelajaran yang bisa kita petik dari filosofi bambu. Seperti juga kehidupan. ada proses panjang menuju terwujudnya impian. Sebab, tak ada sesuatu yang terbangun secara instan. Kalau pun ada, pastinya ia tak kan sekuat dan sekokoh kesuksesan yang didapat dengan peluh keringat dan darah perjuangan.

Dan, semua itu didapat bukan dalam waktu setahun dua tahun. namun, tak jarang bertahun-tahun lamanya. Hingga tak heran, banyak pula yang “bertumbangan” sebelum sampai puncak sukses yang didambanya. Akibatnya, perjuangan kadang justru berhenti di saat hendak sampai puncak. Padahal, dengan sekali lagi, sekali melangkah, sekali menahan rasa sakit, sekali lagi terjatuh, barangkali, dibalik itu akan segera menemukan sukses yang dicari.

“kesabaran” sang bambu inilah yang seharusnya bisa kita pelajari dan hayati untuk dipraktikkan dalam kehidupan. meski tak terlihat orang, ia konsisten mencari dan menyerap yang terbaik di dalam tanah sehingga akarnya sagat kuat menghujam ke tanah.

Begitu pula kita sebagai manusia yang Ruaarr Biasa. Sebaik-baik ciptaan yang Allah ciptakan. Meski tak terlihat, belum tampak memberikan hasil yang diharapkan, kita harus konsisten untuk memperjuangkan apa yang pantas kita raih. Konsistensi dan integritas terhadap bidang yang kita jalani, serta apa yang kita perjuangkan inilah yang akan menjadi “akar” kuat sehingga saat sukses didapat, ia tak kan mudah digoyang dan digoncang badai kehidupan.

Proses layaknya bambu inilah yang harus kita pegang dalam setiap hal yang kita terjuangkan. Jangan pernah menyerah dengan hasil yang belum tampak di depan mata. Tapi, jika yakin dan sadar dengan apa yang diperjuangkan, serta terus fokus, sedikit demi sedikit, “akar” yang terbentuk akan menguatkan sukses kita.

Mari, syukuri apa pun hasil yang telah kita capai saat ini. Dan, dengan syukur itu, mari kita terus berjuang untuk mencapai hasil yang lebih dan lebih baik lagi. Sehingga, kita pun akan tumbuh pesat layaknya sang bambu yang kokoh karena fondasi akarnya yang kuat.

Jakarta, 9 Syaban 1437 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.