Bahasa adalah ciri khas manusia; tidak ada bahasa tanpa manusia, dan sebagai
makhluk sosial manusia tidak dapat hidup layak tanpa bahasa.
di Indonesia
saat ini banyak anak-anak yang pintar, tetapi kurang beradab (berkepribadian).
Pendidikan seharusnya mampu membentuk manusia yang beradab. Oleh karena itu,
belajar bahasa bukan hanya belajar komunikasi, tetapi membangun kepribadian.
Kenapa
manusia diberikan bahasa? Untuk menjadi khalifah di muka bumi. Maka Allah beri
manusia tiga kemampuan: Akal, bahasa, dan kemampuan belajar. Sehingga manusia dapat
menjalankan tujuan penciptaannya dan bisa mengurus dunia.
Apa yang
paling vital dalam pengembangan kepribadian anak bangsa secara utuh? Tentu
keluarga dan lingkungan sosial. Selama mengandung hendaknya ayah dan ibunya
sering melakukan kebaikan, membaca Al-Qur’an, cerita yang baik, dan puisi.
Bukan hanya dia anak siapa, tapi dengan siapa dia hidup.
Dalam proses
pertumbuhan anak, bahasa bukan sekedar menjadi sarana pengungkapan perasaan dan
sikap, melainkan juga merupakan unsur diri pribadi karena pembentukan diri
pribadi terjadi dalam interaksi dengan lingkungan melalui bahasa.
Pembentukan
karakter di mulai dari bahasa pertama. Makanya beda budaya beda cara. Contoh
pendidikan orang jawa, ketika berbicara mereka menundukkan kepala (karena
dianggap tabu dan tidak sopan menatap lawan bicara). Sedangkan pendidikan di
barat, ketika berbicara harus menatap.
Salah satu
contoh di keluarga, saya mengamati kenapa seorang anak kehilangan kepercayaan
diri. Dia kehilangan keberaniannya untuk mengungkapkan perasaannya. Ia
menganggap bahwa itu identitas dirinya yang sulit dirubah. Setelah saya
menyelidiki dari neneknya, ternyata anak ini ketika kecil sering dimarah oleh
orang tuanya. Bukan hanya pilihan katanya yang kurang tepat, tetapi intonasi
yang tinggi membuat anak ini sering ketakutan. Akibatnya anak ini sering
melamun dan pendiam.
Orang tuanya
pun memperlakukan para pembantunya dengan kurang santun, sehingga anak-anaknya
memperlakukan para pembantunya dengan kurang santun juga. Anaknya serba
dilayani, mulai dari bangun tidur, harus
dipaksa bangun, lalu digendong ke kamar mandi, makan disediakan.
Jika seorang
anak tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mengajari berbahasanya baik, maka
diharapkan dia akan terbiasa untuk selalu berbahasa yang baik dan sopan.
Sebaliknya jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan berbahasa yang kasar dan
kurang sopan maka ia akan tumbuh dengan berbahasa yang kasar dan kurang sopan
pula.
Anak
memiliki sifat paling senang meniru. Orang tuanya merupakan lingkungan terdekat
yang selalu mengitarinya dan sekaligus menjadi figur dan idolanya. Bila mereka
melihat kebiasaan baik dari ayah maupun ibunya, maka mereka pun akan cepat
mencontohnya. Orang tua yang berperilaku buruk akan ditiru perilakunya oleh
anak-anak. Anak-anak pun paling mudah
mengikuti kata-kata yang keluar dari mulut kita. Anak-anak akan menirukan
bahasa yang dipilih, intonasinya, mimik dan gerak tubuh menjadi kepribadian
anak.
Bagaimana
caranya?
Keteladanan
dan kedekatan ibarat dua kaki kita, saling melengkapi dan saling menguatkan.
Keteladanan tanpa kedekatan akan menghasilkan anak yang kehilangan jati diri.
Ia ingin seperti orang tuanya namun sebenarnya ia tak terlalu yakin dengan
dirinya. Ia bangga dengan profesi orang tuanya namun ada kebencian tersembunyi
yang ada di alam bawah sadarnya. Bangga tetapi hatinya terluka.
Begitupula
kehidupan rumah tangga akan pincang apabila hubungan orang tua dan anak dekat
namun sejatinya orang tuanya tidak bisa menjadi teladan. Merokok di depan
anak-anak, berkata-kata kasar, bangun kesiangan, tidak melakukan kewajiban
agama, melakukan hal-hal buruk di depan anak. Secara fisik dan emosi dekat
namun sikap dan perilakunya tak bisa menjadi teladan. Keteladanan dan kedekatan
seperti dua sisi mata uang yang tak boleh dipisahkan.
Oleh karena
itu, tanggung jawab orang tua adalah memberikan lingkungan yang terbaik bagi
pertumbuhan anak-anaknya. Salah satunya dengan memberikan keteladanan yang baik
bagi anak-anaknya, karena kenangan utama bagi anak-anak adalah kepribadian
ayah-ibunya.
Kesimpulannya
dengan bahasa inilah seorang anak manusia menjalani proses pemanusiaan
(humanisasi) dirinya yang akan membentuk jati dirinya sepanjang hayat. Dalam perkembangan dirinya (baca: individu),
melalui bahasanya ia belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan
sosialnya (baca: masyarakat). Melalui bahasanya pula ia menyerap berbagai
pengetahuan, sikap, serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya.
*Jawaban Soal UTS Nomor 1 Mata Kuliah Metodologi Pengajaran Bahasa (Prof. Dr. Hj. Sabarti Akhadiah, M.K.)
Jakarta, 4 Syaban 1437 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.