Jumat, 14 Januari 2011

Perjalanan Di Senja Hari

Senja dari Makassar menuju Surabaya
Perpindahan adalah sebuah proses menuju perubahan. Terkadang kita harus senantiasa bergerak, karena alam semesta telah mengajarkan kepada kita untuk selalu bergerak. Air yang lama tidak bergerak tentu akan menjadi bau. Lalu pertanyaannya adalah bagaimana dengan kita. Apa jadinya jika kita selalu menetap, tidak pernah melakukan perpindahan atau bahasa gaulnya berhijrah.

Kulangkahkan kakiku untuk menuju kantor pemasaran perumahan pinang mas, kulihat sesosok bapak tua yang sedang bingung membolak-balikkan kertas lokasi kaplingan rumah. Setelah saya masuk akhirnya kami berbincang-bincang sejenak mengenai perumahan di sana. Di sela-sela pembicaraan akhirnya bapak itu sedikit menceritakan sejarah manis dan pahit kehidupannya di masa lalu.


Bagi saya kehidupan memang sebagai sebuah roda yang terus berputar. Awalnya ia adalah orang yang selalu turun naik mobil karena banyak menangani proyek-proyek besar. Selain itu, ia juga sempat membuka warung makan di polres. Akan tetapi hal itu ternyata lama-kelamaan tidak membawa keuntungan karena menurutnya, pembelinya sangat ramai tetapi uangnya tidak pernah kelihatan. Tapi itu semua tidak membuatnya putus asa, malah sebaliknya sekarang perjuangan itu masih ia lakukan dengan selalu duduk di kursi reot itu untuk tetap eksis dalam kehidupan.

Waktu sudah menunjukkan puluk 15.17, itu menandakan bahwa sebentar lagi akan masuk waktu ashar. Kulangkahkan kakiku menuju masjid sebelum melanjutkan agenda silaturrahim yang letaknya tidak jauh dari masjid Al Barokah pinang mas. Tidak disangka sehabis sholat saya menemukan lagi sosok pria yang sudah terlihat perjuangan hidupnya melalui mata dan raut wajahnya yang sudah mulai bergaris seperti rajutan benang.

Semua hal yang diceritakan dari sang bapak itu sangat menggungah perasaan saya. Keberanian adalah ujung tombak yang sangat terlihat. Bapak itu berasal dari jogjakarta, akan tetapi ketika masih muda ia nekat merantau ke Bengkulu, di Bengkulu pun akhirnya ia keliling kota-kota di pulau Sumatra, seperti Riau, jambi, dll. Yang lebih menggugah adalah ia keliling bukan naik bus raflesia atau san dan mobil sejenisnya. Akan tetapi, kendaraanya selama pejralanan itu adalah dengan menggunakan Truk besar yang mengangkat barang-barang. Ia menyetop truk itu di pinggir jalan dna begitulah seterusnya.

Entah apa yang dicarinya akan tetapi, setelah saya mencoba menggali secara mendalam ternyata ia hanya ingin melihat kehidupan trans orang jawa di sana. Karena menurut beberapa informan yang ia dengar bahwa kehidupan orang trans melarat. Tetapi ternyata tidak ungkapnya.

Satu pristiwa lagi yang sangat menarik adalah ketika hidup di dalam perantuannya ia selalu di ajak untuk masuk PNS di kantor gubernur akan tetapi ia selalu menolak dengan halus karena lebih senang untuk berwiraswasta. Gila…mungkin kebanyakan orang berkata seperti itu, akan tetapi bagi saya itu bukan suatu kegilaan. Hal itu adalah sebuah solusi untuk mengatasi krisis yang sedang terjadi di negeri kita.

Kenapa seperti itu? Karena dengan berwirswastamaka kita berpeluang untuk menyerap pekerja, hidup lebih sejahtera. Memang katanya gaji PNS itu stabil. Tapi, bapak itu lebih suka memilih tantangan hidup daripada kehidupan yang terjamin. Di dalam hatinya yang paling dalam memilih berwiraswasta karena kebebasan itu ada.

Peluang wiraswasta di Sumatra ini sangat banyak “katanya”. Saya paling benci melihat ada pemuda yang menganggur, kalau pemuda sudah menggangur itu artinya ia malas. Tidak ada yang tidak dapat dikerjakan dalam hidup ini walaupun hanya pekerjaan serabutan. Saya tersentuh, sekaligus setuju dengan pendapat bapak itu.

Ketika kepulangannya ke jawa, ia mengatakan bahwa tidak betah lagi tinggal di jawa karena suasananya yang kurang kondusif. Lebih nyamanlah di Bengkulu daripada di jawa. Karena tingkat persaingannya sudah sangat tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.