Belajar dari Supir Angkot |
Dalam perjalanan aku bertanya,
“berapa pak penghasilan bersihnya?”tanyaku dengan hormat
“80 ribu hingga 100 ribu rupiah” jawabnya sampil tersipu malu
“wah ternyata lebih besar dari gaji PNS dong pak?” balasku
Bapak itu tersenyum lalu menjawab,
“ya” secara sederhana
“artinya lebih sejahtera dong dari PNS” kembaliku merespon jawabannya
“ah, ga juga” jawabnya dengan nada sederhana.
Hanya status, tempat, dan Pandangan masyarakat yang banyak menganggap profesi supir angkot terlihat tidak berharga dan bergengsi.. Bagiku, ini bukanlah persoalan status, tetapi soal kebenaran.
Bahkan dalam obrolan kami lebih jauh, Pak Joni sampai bercerita,
“Jika kita tidak tahu jamnya, maka kita satu hari itu, hanya beramal dengan mengantarkan orang ke tempat tujuan. Tapi, saya tetap bahagia, dan yang terpenting kita berani bekerja karena ini halal dan semoga membawa barokah bagi keluarga saya”
Lalu sejenak aku berpikir, tidak heran jika banyak anak-anak yang mempunyai keterbatasan materi dapat sukses dalam belajar, bekerja, dan berwirausaha karena inputnya dari sesuatu yang halal dan barokah.
Budaya tentang status yang bergengsi (PNS) telah memenjarakan para generasi muda dalam mengambil tindakan untuk bekerja.
Berulang kali, aku menemukan pelajaran berharga dari Angkutan Kota (Angkot)
Bahagia, sejahtera, dan Mati Masuk Surga.
Bengkulu, 27 Januari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.