Jumlah penduduk di indonesia semakin bertambah. Pertambahan jumlah penduduk itu juga mendorong terciptanya permintaan kebutuhan pekerjaan yang semakin meninggi. Mereka (Para Pekerja) rela melakukan apa saja untuk mendapatkan sesuap nasi. Dalam beberapa media ada yang menyebutkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan saat ini telah mencapai 1:7, semuanya butuh hidup, butuh pekerjaan, dan butuh pendidikan yang cukup dalam rangka memberikan sumbangsih bagi kemajuan bangsa dan negara terkhusus untuk dirinya sendiri. Sulitnya mencari pekerjaan menyebabkan kebanyakan kaum hawa memilih bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang mayoritas adalah perempuan. Fenomena pekerjaan ini menimbulkan sebuah misteri yang belum jelas mengenai kesejahteraan dan aturan-aturan yang melindungi para pekerja rumah tangga terutama untuk perempuan yang mayoritas bergelut dibidang itu. Adakah aturan yang jelas untuk mengatur hal ini? Atau para pekerja diperlakukan secara serampangan alias SMS (Semau Majikan Saja).
Survei Organisasi Buruh Internasional, ILO-IPEC yang dilakukan Th. 2003 di Bekasi dan Jakarta Timur mendapati jumlah pekerja rumah tangga di Indonesia mencapai 2.593.399 orang dan untuk anak rumah tangga berjumlah 688.132. hal ini mengindikasikan jumlah yang cukup besar, tetapi pertanyaannya bagaimana mereka menjalani hari-harinya sebagai pekerja rumah tangga. Belum lagi informasi yang baru kita saksikan di Televisi bahwa Kekerasan yang dialami oleh TKW kita di Arab Saudi.
Yang Lucunya dalam Kasus kekerasan ini adalah TIdak adanya Ketegasan dan satu suara antara Parlemen dan Negara. Ketegasan Pemerintah adalah salah satu jalan untuk menaikkan harga Diri bangsa Indonesia di Mata Internasional. Pemerintah yang lemah membuat Indonesia di pandang sebelah mata, karena kasus kekerasan yang terjadi ditanggapi dengan kurang serius oleh indonesia.
Melihat perkembangan Pekerja Rumah Tangga di indonesia baik yang ada di dalam maupun di luar negeri sangat rentan dengan tindakan anarkis dari majikan, seperti yang dialami oleh maryanti sebagai Pekerja rumah Tangga. (Kompas, 10 Januari 2004). Ia sering mendapatkan perlakuan yang tidak wajar dari sang majikan. Kerapkali ia tidak mendapatkan upah yang seharusnya menjadi haknya sebagai pekerja dan manusia. Ibu ini juga tidak jarang dituduh sebagai pencuri dan itu bisa saja alasan dari majikan untuk tidak memberikan maryanti upah. Pemukulan dan perlakuan semena-mena juga sering ia dapatkan. Masih banyak maryanti-maryanti lain yang selama ini belum terkespos oleh media.
Bagaimana kedudukan perempuan sebenarnya ketika sebagai pekerja, apakah karena mereka lamah sehingga pantas dianiaya?, dimana hati nurani para pemilik kebijakan dan kekuasaan yang sesaat itu? Apakah karena kemiskinan yang menyebabkan para majikan berhak atas seluruh hidup bahkan nyawa seorang Pembantu Rumah Tangga. Belum lagi jika kita membahas Pekerja Rumah tangga Indonesia yang berada di luar negeri. Dengan demikian, hal ini berarti kondisi Pekerja Rumah tangga di indonesia masih sangat memprihatinkan. Konstruksi gender dan kelas sosial bagi mereka sangat pasif.
Permasalahan kerja usia muda secara umum adalah tidak ada penghargaan yang layak, eksploitasi oleh agen penyelur PRT, Kekerasan seksual, upah yang rendah, ketiadaan stándar jam kerja, dan masih segudang permasalahan yang ditanggung oleh Pekerja Rumah Tangga yang notabene adalah kaum Hawa. Ternyata, Semua itu terjadi karena tidak adanya ketentuan dan kejelasan hukum yang mengatur penerimaan standar kerja, beban dan kondisi kerja untuk PRT. Kepastian hukum sudah seharusnya jelas demi kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan negara ini. Bukankah mereka memiliki anak yang ingin sekolah seperti anak yang lain. Sudah cukup, Indonesia melecehkan dan dilecehkan karena tertutupnya hati para pengambil kebijakan yang belum tergerak untuk menuntaskan permasalahan bangsa ini.
Terakhir, ada hal yang patut kita renungkan bersama bahwa, sesungguhnya apapun profesi seseorang, mereka tetap harus diperlakukan secara baik dan adil. Adil dalam arti bukan menyamakan kedudukan perempuan dan laki-laki, akan tetapi adil dalam konteks meletakkan sesuatu pada tempatnya. Baik itu sebagai Pekerja Rumah Tangga hingga presiden sekalipun. Karena hakikatnya mereka adalah sama. Selain itu, UUD 1945 pasal 27 ayat 2 telah menegaskan seluruh warga negara indonesia memiliki hak yang sama mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menjalani hidupnya. Agama apapun juga mengajarkan kita untuk tidak sombong, tidak berlaku semena-mena terhadap orang lain. bukankah ketika posisi kita di atas, baik sebagai Majikan, Direktur, dan Presiden, karena ada kaum lemah yang ada di bawah. Jadi, setiap manusia saling membutuhkan untuk mengokohkan kedudukannya di sisi Allah Swt.
Kepada Pemerintah Indonesia, Keuntungan yang diraih dari Perjuangan TKW harus Diiringi dengna Perlindungan secara penuh terhadap kekerasan yang rentan terjadi. Terkait pernyataan aparat yang mengatakan kekerasan yang terjadi akibat ketidakberhasilan TKI kita, itu adalah salah satu Tugas Pemerintah untuk Memberikan Bantuan Hukum seperti MOU dengan Majikan TKI asal Indonesia. Memperketat Penyaluran TKI ke Luar negeri merupakan solusi yang efektif dalam meminimalisir dalam tindak kekerasan.
Bengkulu, 31 Januari 2011
kasihan juga ea nasib mereka saat ini . .
BalasHapusMereka dan Negara ini,Karena Belum memiliki sistem dan kepemipinan yang berkarakter dan mengakar
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus