Pernahkah
Anda mendengar cerita Nabi Yusuf? Apa yang terbayang dalam pikiran Anda ketika
mendengar nama Nabi Yusuf? Tampan, apa lagi? Allah menyebutnya di dalam Al-Qur’an
sebagai kisah yang paling baik.
Suroh ini
turun ketika Nabi mengalami Kesedihan yang cukup mendalam. Turunnya suroh ini
membawa kembali semangat perjuangan Nabi Muhammad Sholaullohhu ‘Alaihi Wassalam
tentang kesabaran, akhir kisah yang mengembirakan setelah melewati berbagi
lika-liku kehidupan.
Pelajaran
ini penting bagi Anda seorang anak, seorang ayah, siapa pun yang ingin
mengambil pelajaran hidup yang berharga dalam hidup.
Pertama:
Pentingnya sebuah komunikasi yang terjalin antara seorang anak dengan ayahnya.
Seorang ayah yang menyediakan waktunya untuk mendengar keluhan, kebimbangan,
kebahagian dan cerita anak-anaknya. Sebuah keluarga yang baik tentunya
menyediakan waktu bersama untuk berdikusi dan menyelesaikan permasalahan yang
mungkin dihadapai sehari-hari. Komunikasi inipun dilakukan oleh Nabi Ibrahim
a.s. dengan anaknya Nabi Ismail a.s..
Kedua:
Memanggil ayah ataupun memanggil anak dengan panggilan terbaik.
Panggilan: Yâ Abati (wahai ayahanda) ini adalah
panggilan terindah yang digunakan dalam bahasa arab, begitu juga dengan
panggilan yâ bunayya (wahai anandaku). Jangan sampai orang tua memanggil
anaknya dengan panggilan yang jorok dan tidak pantas didengar seperti halnya
yang banyak kita dengar ditengah masyarakat kita.
Ketiga:
Menceritakan hal pribadi dan hal yang bisa membuat kecemburuan kepada yang lain
hendaklah tidak diceritakan kepada semua orang.
Maka dianjurkan hanya
menceritakan kepada orang terdekat yang dapat dipercaya, sebagaimana Nabi
Ya’qub a.s. yang melarang anaknya Yusuf menceritakan mimpinya kepada
saudara-saudaranya, untuk menghindari tipu daya setan yang akan menggoda
saudara-saudaranya dan akan menimbulkan rasa dengki dan iri, yang sebelumnya
kecemburuan akan kasih sayang itu telah nampak di mata Nabi Ya’qub terhadap
saudara-saudara Yusuf, seperti dalam ungkapan saudara-saudara yusuf dalam ayat
ke-8 .
Keempat: Ada
dua pendapat ulama tentang berbuat adil kepada anak-anak berdasarkan hadits
dari Rasulullah: “Berbuat adillah kepada anak-anakmu” (Hadis Riwayat al-Bukhari
dan Muslim)
Pendapat
pertama: Imam Ahmad mengatakan wajib hukumnya berbuat adil kepada anak-anak
dalam pemberian dan pembagian sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Pendapat
kedua: Imam Syafi’i dan Jumhur ulama berpendapat bahwa berbuat adil kepada
anak-anak itu adalah sebuah anjuran dan sunnah.
Adapun
melebihkan salah seorang anak dari yang lain terhadap kasih sayang karena anak
tersebut memilki sifat-sifat mulia dan karena kesholehannya, ini bukanlah
merupakan suatu pelebihan yang terlarang dan tercela. Sebagaimana halnya Nabi
Ya’qub a.s. yang melebihkan kasih sayangnya kepada Yusuf karena kesholihan nabi
Yusuf daripada saudara-saudaranya yang lain.
Walaupun demikian
sebagai orang tua yang bijak tetap harus hati-hati memberikan perhatian yang
berlebih kepada anaknya yang lain. Kenapa? Untuk menghindari tipu daya setan.
Kelima:
Mewaspadai tipu daya setan.
Jangan memberi celah kepada setan untuk menghasud
karena menceritakan suatu kelebihan yang dimiliki kepada semua orang, yang
mungkin orang tersebut tidak senang melihat kelebihan yang dimiliki oleh orang
lain. Sehingga di sana membuka celah setan untuk masuk dan merusak hubungan
antara seorang dengan orang lainnya. Karena setan adalah musuh yang nyata, dan
harus dijadikan musuh, untuk dilawan dan dijauhi.
Demikianlah pelajaran
berharga sepenggal kisah Nabi Yusuf yang dapat kita tauladani, semoga
Keselamatan, rahmat, dan Barokah Allah selalu menyertai kita semua.
Jakarta, 28
Jumadil Akhir 1437 H/ 6 April 2016 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.