Kamis, 09 Februari 2017

Mana yang lebih dahulu: Akidah atau Kekuasaan?

Di tengah aktivis islam mungkin  diskusi seputar apakah Akidah dahulu atau kekuasaan terdengar sudah tidak asing. Tetapi bagi sebagian masyarakat awam tentu hal ini sedikit langkah pembahasannya. Untuk itu, mari kita berbincang sedikit seputar mana yang lebih dahulu, akidah atau kekuasaan?

Dalam kitab karya Syaikh Muhammad Bin Jamil Zainu yang berjudul “Jalan Golongan yang selamat” ada satu bagian khsusu membahas hal ini.

Lewat manakah Islam akan tampil kembali memimpin dunia? Da’i besar Muhammad Quthb menjawab persoalan ini dalam sebuah kuliah yang disampaikannya di Dar al-Hadits, Makkah al-Mukarramah. Teks pertanyaannya sebagai berikut:

“Sebagian orang berpendapat bahwa Islam akan kembali tampil lewat kekuasaan, sebagian yang lain berpendapat bahwa Islam akan kembali dengan jalan meluruskan akidah dan tarbiyah (pendidikan masyarakat). Manakah di antara dua pendapat ini yang benar?”

Beliau menjawab, “Bagaimana Islam akan tampil berkuasa di bumi, jika pada du’at belum meluruskan akidah umat, beriman secara benar dan diuji keteguhan agama mereka, lalu mereka bersabar dan berjihad di jalan Allah. Bila berbagai hal itu telah diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, barulah agama Allah akan berkuasa dan hukum-hukumNya diterapkan di persada bumi. Persoalan ini amat jelas sekali. Kekuasaan itu tidak datang dari langit, tidak serta merta turun dari langit. Memang benar, segala sesuatu tidak datang dari langit, tetapi melalui kesungguhan dan usaha manusia. Hal itulah yang diwajibkan oleh Allah atas manusia dengan firmannya
...Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain... (Q.S. Muhammad: 4)

Karena itu, kita mesti memulai dengan meluruskan akidah, mendidik generasi pada akidah yang benar, sehingga terwujud suatu generasi yang tahan uji dan sabar oleh berbagai cobaan sebagaimana yang terjadi pada generasi awal Islam.
Demikianlah penjelasan beliau yang patut kita renungi.

Saudaraku yang merindukan keadilan, kesejahteraan, dan keselamatan hadir di muka bumi.

Seberapa pun kuatnya orang-orang yang tidak senang Islam tampil di tengah-tengah masyarakat. kita harus selalu berusaha untuk belajar dan mengajarkan Islam kepada orang-orang terdekat lalu diperluas kepada yang terjauh.

Salah satu caranya menurut hemat saya, dakwah hari ini tidak cukup dengan ceramah di masjid-masjid, menyebarkan buletin, tetapi kita sudah masuk dalam dunia digital. Jika era digital ini dimanfaatkan oleh para pelaku ekonomi untuk mencari melakukan transaksi bisnis, kenapa kita tidak memanfaatkannya untuk memperluas penyebaran fikrah islam ke seluruh umat manusia? Termasuk salah satunya menulis di blog.

Dari pemaparan di atas kita juga bisa mengambil kesimpulan intinya Kekuasaan itu dasarnya tauhid. Jadi sudah pastilah tauhid dahulu seperti yang Anda katakan. Buat apa meraih kekuasaan kalau tidak ada tauhid, betul tidak ? Merebut Kekuasaan tanpa dilandasi tauhid itu sama saja dengan bikin rumah tidak pakai pondasi.

Tapi jangan lupa bahwa ketika kita menanam pondasi, tujuannya memang ingin bikin rumah. Sebab kalau yang dikerjakan hanya bikin pondasi saja tanpa pernah mendirikan rumah, tidak bisa dijadikan tempat berteduh dari hujan dan panas, bukan ?

Masalahnya mungkin ada pada perbedaan dalam menentukan, kapankah kita mulai mendirikan dinding rumah ini ? Sebagian dari umat ini berkata bahwa pondasinya belum selesai, jadi jangan dulu mendirikan bangunan. Sementara yang lain mengatakan bahwa pondasi utama sudah lumayan jadi dan kuat, maka tidak ada salahnya bila kita sudah mulai memikirkannya juga untuk mendirikan dindingnya.

Kalau ini yang terjadi maka sangat mudah menyelesaikannya. Kedua belah pihak duduk sama-sama memeriksa apakah benar pondasinya sudah jadi atau belum. Kalau ternyata sudah, maka tidak salah kan kalau mulai mendirikan bangunan. Dan kalau belum, maka marilah sama-sama menguatkan pondasinya.
Yang agak sulit adalah bisa kedua belah pihak sama sama ‘ngeyel’ dengan maunya sendiri. Yang satu mengatakan bahwa rumah tidak perlu, yang penting bikin pondasi saja. Dan yang lain mengatakan bahwa pondasi tidak perlu dibuat, yang bikin rumah saja. Nah, kalau kasusnya demikian, memang agak sulit menyatukannya. Sebab prinsip keduanya memang sejak awal sudah beda.

Bahwa partai-partai Islam di berbagai negeri masih banyak yang belum bisa menempuh cita-cita mendirikan negera Islam dan menegakkan syariat di dalamnya, bukan berarti kita tidak perlu memperjuangkannya. Tapi yang pasti, memperjuangkan tegaknya negara Islam dan hukumnya bukanlah perkara mudah. Apalagi bila berangkat dari ketidak-samaan persepsi dari banyak pihak, maka alih-alih kita bisa menikmati tegaknya Islam, yang terjadi malah perpecahan dan ketidak-efisienan di dalam tubuh umat sendiri.

Mendirikan partai Islam itu tidak mudah dan setelah berdiri untuk sekedar bisa eksis pun banyak tantangannya. Apalagi untuk menang dan menjadi penguasa. Jarang-jarang terjadi saat ini di dunia Islam. Tapi paling tidak kita perlu menghargai ijtihad saudara kita sendiri yang merasa yakin bahwa Islam bisa diperjuangkan di dalam dan melalui parlemen.


Mari kita berbagi peran demi terwujudnya kedamaian di muka bumi. Bagaimana pun keduanya (Akidah dan Kekuasaan) bisa saling mempengaruhi di tengah-tengah umat. Karena kekuasaan yang diamanahkan Allah jika diraih akhirnya dapat menjaga dan mengokohkan akidah umat.

Saya akan akhiri tulisan ini dengan satu ungkapan dari seorang mujtahid “Tegakkan Islam dalam dirimu, niscaya islam akan tegak di atas bumimu”

Gambar: Google

Jakarta, 11 Jumadil awal 1438 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.