Di tengah
aktivis islam mungkin diskusi seputar
apakah Akidah dahulu atau kekuasaan terdengar sudah tidak asing. Tetapi bagi
sebagian masyarakat awam tentu hal ini sedikit langkah pembahasannya. Untuk itu,
mari kita berbincang sedikit seputar mana yang lebih dahulu, akidah atau
kekuasaan?
Mari kita berbagi peran demi terwujudnya kedamaian di muka bumi. Bagaimana pun keduanya (Akidah dan Kekuasaan) bisa saling mempengaruhi di tengah-tengah umat. Karena kekuasaan yang diamanahkan Allah jika diraih akhirnya dapat menjaga dan mengokohkan akidah umat.
Dalam kitab
karya Syaikh Muhammad Bin Jamil Zainu yang berjudul “Jalan Golongan yang
selamat” ada satu bagian khsusu membahas hal ini.
Lewat manakah
Islam akan tampil kembali memimpin dunia? Da’i besar Muhammad Quthb menjawab
persoalan ini dalam sebuah kuliah yang disampaikannya di Dar al-Hadits, Makkah
al-Mukarramah. Teks pertanyaannya sebagai berikut:
“Sebagian
orang berpendapat bahwa Islam akan kembali tampil lewat kekuasaan, sebagian
yang lain berpendapat bahwa Islam akan kembali dengan jalan meluruskan akidah
dan tarbiyah (pendidikan masyarakat). Manakah di antara dua pendapat ini yang
benar?”
Beliau
menjawab, “Bagaimana Islam akan tampil berkuasa di bumi, jika pada du’at belum
meluruskan akidah umat, beriman secara benar dan diuji keteguhan agama mereka,
lalu mereka bersabar dan berjihad di jalan Allah. Bila berbagai hal itu telah
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, barulah agama Allah akan berkuasa dan
hukum-hukumNya diterapkan di persada bumi. Persoalan ini amat jelas sekali. Kekuasaan
itu tidak datang dari langit, tidak serta merta turun dari langit. Memang benar,
segala sesuatu tidak datang dari langit, tetapi melalui kesungguhan dan usaha
manusia. Hal itulah yang diwajibkan oleh Allah atas manusia dengan firmannya
...Demikianlah,
apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah
hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain... (Q.S. Muhammad: 4)
Karena itu,
kita mesti memulai dengan meluruskan akidah, mendidik generasi pada akidah yang
benar, sehingga terwujud suatu generasi yang tahan uji dan sabar oleh berbagai
cobaan sebagaimana yang terjadi pada generasi awal Islam.
Demikianlah
penjelasan beliau yang patut kita renungi.
Saudaraku yang
merindukan keadilan, kesejahteraan, dan keselamatan hadir di muka bumi.
Seberapa pun
kuatnya orang-orang yang tidak senang Islam tampil di tengah-tengah masyarakat.
kita harus selalu berusaha untuk belajar dan mengajarkan Islam kepada
orang-orang terdekat lalu diperluas kepada yang terjauh.
Salah satu
caranya menurut hemat saya, dakwah hari ini tidak cukup dengan ceramah di
masjid-masjid, menyebarkan buletin, tetapi kita sudah masuk dalam dunia
digital. Jika era digital ini dimanfaatkan oleh para pelaku ekonomi untuk
mencari melakukan transaksi bisnis, kenapa kita tidak memanfaatkannya untuk
memperluas penyebaran fikrah islam ke seluruh umat manusia? Termasuk salah
satunya menulis di blog.
Dari pemaparan
di atas kita juga bisa mengambil kesimpulan intinya Kekuasaan itu dasarnya
tauhid. Jadi sudah pastilah tauhid dahulu seperti yang Anda katakan. Buat apa meraih
kekuasaan kalau tidak ada tauhid, betul tidak ? Merebut Kekuasaan tanpa
dilandasi tauhid itu sama saja dengan bikin rumah tidak pakai pondasi.
Tapi jangan
lupa bahwa ketika kita menanam pondasi, tujuannya memang ingin bikin rumah.
Sebab kalau yang dikerjakan hanya bikin pondasi saja tanpa pernah mendirikan
rumah, tidak bisa dijadikan tempat berteduh dari hujan dan panas, bukan ?
Masalahnya
mungkin ada pada perbedaan dalam menentukan, kapankah kita mulai mendirikan
dinding rumah ini ? Sebagian dari umat ini berkata bahwa pondasinya belum
selesai, jadi jangan dulu mendirikan bangunan. Sementara yang lain mengatakan
bahwa pondasi utama sudah lumayan jadi dan kuat, maka tidak ada salahnya bila
kita sudah mulai memikirkannya juga untuk mendirikan dindingnya.
Kalau ini
yang terjadi maka sangat mudah menyelesaikannya. Kedua belah pihak duduk
sama-sama memeriksa apakah benar pondasinya sudah jadi atau belum. Kalau
ternyata sudah, maka tidak salah kan kalau mulai mendirikan bangunan. Dan kalau
belum, maka marilah sama-sama menguatkan pondasinya.
Yang agak
sulit adalah bisa kedua belah pihak sama sama ‘ngeyel’ dengan maunya sendiri.
Yang satu mengatakan bahwa rumah tidak perlu, yang penting bikin pondasi saja.
Dan yang lain mengatakan bahwa pondasi tidak perlu dibuat, yang bikin rumah
saja. Nah, kalau kasusnya demikian, memang agak sulit menyatukannya. Sebab
prinsip keduanya memang sejak awal sudah beda.
Bahwa
partai-partai Islam di berbagai negeri masih banyak yang belum bisa menempuh
cita-cita mendirikan negera Islam dan menegakkan syariat di dalamnya, bukan
berarti kita tidak perlu memperjuangkannya. Tapi yang pasti, memperjuangkan
tegaknya negara Islam dan hukumnya bukanlah perkara mudah. Apalagi bila
berangkat dari ketidak-samaan persepsi dari banyak pihak, maka alih-alih kita
bisa menikmati tegaknya Islam, yang terjadi malah perpecahan dan
ketidak-efisienan di dalam tubuh umat sendiri.
Mendirikan
partai Islam itu tidak mudah dan setelah berdiri untuk sekedar bisa eksis pun
banyak tantangannya. Apalagi untuk menang dan menjadi penguasa. Jarang-jarang
terjadi saat ini di dunia Islam. Tapi paling tidak kita perlu menghargai
ijtihad saudara kita sendiri yang merasa yakin bahwa Islam bisa diperjuangkan
di dalam dan melalui parlemen.
Mari kita berbagi peran demi terwujudnya kedamaian di muka bumi. Bagaimana pun keduanya (Akidah dan Kekuasaan) bisa saling mempengaruhi di tengah-tengah umat. Karena kekuasaan yang diamanahkan Allah jika diraih akhirnya dapat menjaga dan mengokohkan akidah umat.
Saya akan
akhiri tulisan ini dengan satu ungkapan dari seorang mujtahid “Tegakkan Islam
dalam dirimu, niscaya islam akan tegak di atas bumimu”
Gambar: Google
Gambar: Google
Jakarta, 11
Jumadil awal 1438 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.