Bahagia,
sesuatu yang dicari semua orang. Banyak cara dan usaha dilakukan, namun hanya
sedikit yang mampu meraihnya. Meski tak semua meraihnya, tapi kebahagiaan bukan
sesuatu yang eksklusif dan dimonopoli kelompok tertentu. Ia menjadi hak siapa
saja.
Sungguh,
usahamu memang beraneka macam. Maka, barangsiapa memberikan (hartanya di jalan
Allah) dan bertakwa, dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (Surga) maka
akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan) (Q.S. Al-Lail: 4-7).
Sambil
menikmati pagi, mari kita nikmati udara pagi dan hari yang cerah ini dengan
belajar memahami firman Allah. Ayat ini menunjukan dua di antara banyak jalan
untuk meraih kebahagiaan, yaitu bersedekah dan bertakwa. Bersedekah dan bertakwa
itu sebuah proses. Dan, kebahagiaan itu hasil.
Dalam realita kehidupan, orang yang fokus
kepada hasil dan mengabaikan proses sering berakhir pada kegagalan.
Penalarannya dapat diungkapkan seperti berikut.
“Jangan
habiskan hidupmu untuk mengejar uang! Semakin dikejar, uang itu akan semakin
pintar menghindarimu.” Pepatah ini kemudian dilengkapi dengan nasihat yang
bijak, “Bekerja keras, cerdas, dan benarlah, maka uang itu akan datang dengan
sendirinya!”
Baca juga :
Kata-kata terakhir Steve Jobs
Analoginya, kita tidak cerdas bila mengejar
kebahagiaan hidup. Semakin kita kejar, kebahagiaan itu semakin menjauh.
Kebahagian wajib kita pandang sebagai hasil dari proses yang cerdas dan benar. Baca juga: Bahan bakar menggapai kebahagiaan dan kesuksesan.
Seperti apa
proses yang cerdas dan benar itu? Misalnya, kita ingin meneruskan studi ke S2
atau S3. Prosesnya dimulai dari niat. Niatnya harus benar, sesuai tuntunan
Al-Quran. Misalnya, agar semakin kompeten dalam berbuat kebajikan, memiliki
akses lebih dalam berbuat kebaikan, dan yang lebih utama bisa menjadi jalan/
sarana untuk berdakwah.
Niat ini
penting sahabat, karena studi lanjut/ mendapatkan beasiswa itu bukan untuk
dibangga-banggakan, bukan untuk gaya-gayaan. Jika niatnya sudah lurus, benar,
dan ikhlas sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Niscaya tidak ada kata menyerah,
tidak ada kata nanti, malah ia akan terus bersemangat untuk mempersiapkan diri. Baca Juga: Syarat Meraih Cita-Cita Yang Tinggi.
Nasehat dari
salah satu dosen kami di Pascasarjana UHAMKA (Pak Sumardi) Prosesnya juga harus
benar dan baik. Proses yang benar misalnya dalam mengerjakan tugas-tugas kita
tidak boleh melanggar etika keilmuan dengan menyontek tugas orang lain. Proses
yang baik adalah proses yang sesuai dengan prosedur keilmuan dari disiplin ilmu
yang kita pelajari. Tidak boleh dilakukan secara instan.
Nasehat beliau
di atas benar-benar diterapkan di dalam aktivitas perkuliahan, ketika salah
satu ketahuan ada yang sama walupun hanya satu paragraf. Maka yang memberikan
contekan dan yang mencontek dikurangi nilainya. Lagi-lagi saya belajar banyak
selama satu semester dari beliau. Teramat banyak dan sedikit demi sedikit saya
terapkan dalam kehidupan.
Semester 2
yang lalu, kami mengalami puncak aktivitas kegiatan akademik. Berbagai riset
yang harus diselesaikan, membuat produk buku ajar, media pembelajaran, proposal
tesis, dan aneka laporan lainnya. Di sela-sela kuliah beliau selalu mengingatkan.
“Ketika
niat dan proses sudah benar dan baik serta diridhoi Allah, selesai diwisuda,
kebahagian itu datang tanpa kita undang. Rasanya beban berat seperti batu berat
imajiner di atas kepala kita itu tiba-tiba menguap hilang. Kepala rasanya
ringan dan nyaman. Inilah wujud kebahagiaan sesungguhnya yang dapat kita
rasakan.”
Sahabat, Tips
& kiat untuk meraih kebahagiaan memang bisa diseminarkan &
didiskusikan.Tapi pada akhirnya kebahagiaan itu dinikmati dan dirasakan. Jadi nikmatilah
selama perjalanan itu berlangsung, nikmati semua tantangan, lahap habis semua
kesulitan, teruslah memberikan usaha yang terbaik.
Kebahagiaan
orang lain tidak bisa diketahui secara pasti, karena bukan kita yang merasakan.
Kebahagiaan kita juga tak perlu pengakuan. Tanda-tanda kebahagiaan banyak Allah
tuturkan dalam Al-Qur’an. Klimaksnya ketika kita ridho dengan semua yang Allah
tetapkan dalam kehdiupan kita, Dia puas (ridho) dengan kita dan semua yang kita
lakukan.
Meski tak
mudah terbaca,tapi kebahagiaan bisa dirasakan & ditularkan. Maka biasakan
berkumpullah dengan orang-orang yang Anda kira bahagia. Lagi-lagi lingkungan
itu penting. Penting untuk memompa semangat, memberikan dorongan, menguatkan
keyakinan, dan saling mengingatkan dalam kebaikan tentunya.
Dikatakan
suatu yang mahal mungkin iya, tapi kebahagiaan bukan mustahil untuk diraih, apalagi
jika ada komunitas yang ingin saling membahagiakan. Apakah Anda sudah
menemukannya? Jika ya, jaga dengan baik. Jika belum, teruslah mencari dan
berdoa agar kita dipertemukan dan dikumpulkan dengan orang-orang yang berenergi
positif dan bahagia.
Bicara bahagia
juga layaknya berbicara cinta. Jika cinta bisa direkayasa dengan saling tolong
& bantu merajutnya, maka kebahagiaan juga demikian. Dengan saling membahagiakan
dan saling berwasiat untuk mengingat Sang Pencipat, menjaga aturan-aturanNya. Melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan-Nya. Bukankah di awal kita sudah membahas dari
berbagai macam jalan untuk bahagia salah satunya dengan BERTAKWA.
Baca Juga: Takwa dan Keberuntungan Hidup.
Baca Juga: Takwa dan Keberuntungan Hidup.
Raih
bahagia dengan kebersamaan, mulailah dengan merajut cinta, menyuburkan &
merawatnya agar semakin berkembang, menular dan menyebar ke sekeliling kita. Jadi
bukan hanya penyakit yang bisa menular, tetapi kebaikan, kebahagiaan, sikap
optimis pun bisa menular jika kita berada pada lingkungan yang baik.
Jika
sendiri sulit meraihnya, maka bergabunglah dalam kebersamaan. Karena energi
positif ada dalam kebersamaan. Bukankah dalam sholat pun kita dianjurkan untuk
sholat berjamaah (Kebersamaan). Karena nilainya lebih baik daripada sholat
sendirian.
Kebahagian
itu pada dasarnya bukan tentang dimana kita berada saat ini, bersama siapa
kita, tetapi kebagiaan adalah tentang keputusan. Ya, pada akhirnya kitalah yang
memutuskan untuk bahagia. Apa pun yang terjadi kita berhak bahagia, tak seorang
pun yang berhak mengambil kebahagiaan seseorang.
Terakhir, Kebahagiaan
itu yang paling penting adalah saat kita selalu menghadirkan Allah dalam setiap
desah nafas kita. Hingga akhirnya saat kita meninggalkan dunia ini. kita akan
berkata, “Ya Allah sudah kutunaikan tugasku dengan sebaik-baiknya”
Jakarta, 25
Jumadil Awal 1438 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.