Oleh Hasmi Bakhtiar*
Raja Salman
bin Abdul Aziz sebagai nakhoda baru kerajaan Saudi Arabia terus melanjutkan
'kudeta' di tubuh kerajaan lumbung minyak tersebut. Sebelumnya, pasca dibai'at
menjadi raja menggantikan saudara tirinya Abdullah bin Abdul Aziz, raja Salman
langsung bergerak cepat dengan memilih Muhammad bin Nayef sebagai wakil putra
mahkota dan memecat Khalid Al-Tuwaijri yang menjabat kepala dewan kerajaan.
Baru-baru
ini raja Salman kembali mengambil kebijakan yang membuat dirinya semakin
menjadi sorotan. Raja Salman mengganti Gubernur Makkah dan melakukan perombakan
besar-besaran dalam kaninet kerajaan, mungkin ini perombakan terbesar yang
pernah terjadi di kerajaan Saudi Arabia. Setidaknya raja Salman mengeluarkan 34
keputusan raja yang salah satunya pergantian kabinet.
Perombakan
kabinet tersebut sangat jelas tujuannya yaitu membersihkan loyalis raja
Abdullah dan menggantinya dengan sosok yang dipercaya oleh raja Salman. Sebut
saja menteri pertahanan yang baru, sekarang dijabat oleh Muhammad bin Salman
yang merupakan anaknya sendiri. Kemudian menteri dalam negeri, dijabat oleh
Muhammad bin Nayef bin Abdul Aziz, yang sebelumnya dipilih menjadi wakil putra
mahkota.
Keputusan
lainnya adalah memberi ampunan kepada tahanan politik, yang merupakan pantangan
dalam kerajaan. Selama ini Saudi Arabia selalu menempatkan oposisi kerajaan
sebagai musuh berbahaya, tetapi raja Salman malah memberi ampunan, semakin
membuat penasaran kemana arah politik raja baru tersebut.
Sebenarnya
membaca arah politik raja Salman tidaklah terlalu sulit. Dengan kebijakannya
akhir-akhir ini sudah terlihat, baik itu arah politik dalam negeri maupun
kawasan dan internasional. Dari komposisi kabinet yang baru dipilih dan
orang-orang terdekat raja Salman juga bisa dikuak, kemana kapal kerajaan
tersebut akan berlayar.
Di dalam
kerajaan, raja Salman dibantu oleh dua orang terdekatnya dalam melakukan
operasi pembersihan loyalis Abdullah. Pertama adalah Muhammad bin Nayef yang
dipilih sebagai wakil putra mahkota.
Muhammad bin
Nayef selama ini dikenal dekat dengan petinggi Turki dan mempunyai sejarah
buruk dengan Khalifa bin Zayed presiden Uni Emirat Arab. Mungkin inilah alasan
mengapa Erdogan menunda lawatannya ke Somalia dan memilih terbang ke Riyadh
ikut prosesi pemakaman Abdullah. Sedangkan Bin Zayed presiden Uni Emirat Arab
memilih tidak hadir dengan alasan tidak jelas.
Sosok kedua
adalah Muhammad bin Salman. Tidak tanggung-tanggung, Muhammad bin Salman diberi
tiga jabatan penting sekaligus, yaitu sebagai menteri pertahanan, kepala dewan
kerajaan dan kepala urusan ekonomi dan pembangunan. Dua sosok inilah yang
membantu pembersihan loyalis Abdullah ditubuh kerajaan.
Untuk raja
Salman sendiri, dirinya dikenal dekat dengan Tamim bin Hamed, amir kerajaan
Qatar. Raja Salman dikenal sudah lama memiliki hubungan baik dengan kerajaan
Qatar. Terlihat ketika kudeta di Mesir terhadap Muhammad Mursi, raja Salman
bersama Qatar menentang aksi kudeta tersebut, namun raja Salman tidak bisa
berbuat banyak terbentur oleh raja Abdullah yang waktu itu salah seorang
pendukung kudeta. Sosok raja Salman sangat dibenci Uni Emirat Arab, konon issue
kesehatan raja Salman bermasalah bermula dari negara tersebut.
Raja Salman
sangat paham posisinya saat ini, kemungkinan buruk bisa saja terjadi terhadap
pemerintahannya. Bagi loyalis Abdullah di istana, yang dilakukan raja Salman
bukanlah reformasi, tetapi kudeta yang tentu menimbulkan badai di internal
kerajaan. Apalagi mengingat yang memusuhinya bukan saja dari internal kerajaan,
tetapi juga dari kawasan dan internasional.
Setidaknya
saat ini raja Salman memiliki tiga musuh berbahaya. Yang pertama adalah Khalid
Tawajiri, mantan kepala dewan kerajaan. Kedua Bendar bin Sulthan, mantan kepala
kemanan nasional dan ketiga Khalifah bin Zayed presiden Uni Emirat Arab.
Tiga nama
tersebut jauh sebelum Abdullah wafat sudah menyusun strategi agar raja Salman
tidak naik tahta, namun sayang sebelum misi selesai, Abdullah wafat. Rencana
tinggal rencana raja Salman tetap naik tahta.
Maka wajar
raja Salman bergerak cepat membersihkan istana sebelum melakukan manuver
politik lebih jauh. Contoh sikap Saudi Arabia terjadap kasus kudeta di Mesir
dan kasus Palestina. Belum lagi konspirasi Barat yang harus dihadapi raja
Salman, jika dirinya melakukan langkah politik yang membahayakan Barat yang
sejak lama menjadi 'tamu istimewa' di Saudi Arabia.
Mendekat IM
Kedekatan
raja Salman dengan kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) juga menjadi catatan penting
dalam membaca arah politik raja Salman. Rasyid Al-Ghanusy adalah tokoh Ikhwanul
Muslimin yang turut hadir dalam prosesi pemakaman Abdullah bersama Erdogan. Ini
tentu tanda bahwa raja Salman membuka pintu pembicaraan dengan kelompok
tersebut, namun banyak kalangan memperkirakan sebenarnya mereka sudah memiliki
hubungan dekat.
Beberapa
media menurunkan berita bahwa Saudi Arabia waktu pemerintahan Abdullah meminta
PM Inggris David Cameron melakukan penyelidikan terhadap pemimpin Ikhwanul
Muslimin yang bermukim di sana dengan tuduhan teroris. David Cameron
menyanggupi permintaan Abdullah sebagai sahabat. Namun setelah penyelidikan
dilakukan, Inggris tidak menemukan tudahan tersebut, tetapi Inggris belum
melaporkan hasil penyelidikan tersebut takut Abdullah kecewa. Mungkin saat ini
waktu yang tepat bagi Inggris untuk melaporkan hasil penyelidikan tersebut
kepada pemerintah Saudi Arabia, lapor pejabat tinggi kementrian luar negeri
Inggris.
Politik
Mesir
Kurang
lengkap berbicara timur tengah tanpa membahas Mesir. Berita teranyar raja
Salman telah memecat Dubes Saudi Arabia untuk Mesir, Ahmad bin Abdul Aziz
Qattan. Dubes Qattan dikenal sebagai kurir kerajaan Saudi Arabia untuk
pemerintah kudeta Abdel Fattah As-sisi.
Pemecatan
tersebut signal dari raja Salman bahwa politik Saudi Arabia akan berubah
terhadap Mesir. Bisa jadi raja Salman menghentikan bantuan untuk Mesir, atau
masih memberikan bantuan tapi dengan syarat yang harus dipenuhi Mesir.
Syaratnya apa? Mungkin kesepakatan poros baru nanti Ankara-Riyadh-Doha yang
bisa menjawab.
Sepak
terjang Raja Salman ini tentu mendapat dukungan kuat dari rakyat Saudi Arabia,
bahkan muslim internasional yang melihat selama ini Saudi Arabia seperti
raksasa ompong, makanpun harus disuapkan bubur oleh Amerika. Raja Salman
diharapkan menjadi penerus raja Fahd yang mementingkan negaranya dan umat
muslim dari pada Barat.
Mungkin
benar yang dilakukan Salman adalah kudeta, kudeta terhadap kepentingan Barat,
kudeta yang didukung Rakyat Saudi Arabia.
*Hasmi
Bachtiar, Alumni Al-Azhar Mesir, Saat ini menempuh S2 di Lille Perancis Jurusan
Hubungan Internasional (Twitter: @hasmi_bakhtiar)
saya bisa menerima informasi yang anda berikan, karena sesuai dengan fakta di lapangan. Terus perjuangkan kebenaran.
BalasHapus