Sahabat, manusia merek dan jenis apa pun, secara fitrah tentu menyukai harta benda. Sebagian besar aktifitas
manusia adalah menginginkan, memimpikan, dan memperjuangkan kepemilikan harta
benda. Mengapa? Dengan harapan statusnya akan naik, memiliki kedudukan
terhormat di mata masyarakat, dan bisa
membantu orang banyak.
Allah
mengingatkan kita sebagai manusia untuk hati-hati Berlebihan mencintai harta: “Sungguh manusia itu sangat ingkar (tidak
bersyukur) kepada Tuhannya. Dan sungguh
dia (manusia) menyaksikan sendiri keingkarannya. dan sesungguhnya cintanya
kepada harta benar-benar berlebihan.” (QS Al-‘Adiyat(100): 6- 8)
Di sisi
lain, di tengah keberlimpahan harta yang banyak itu tetap ada saja yang merasa
kurang bersyukur. Sesuai dengan arti kata Kanuud
pada ayat di atas ialah tidak berterima kasih, melupakan jasa. Kepada siapa?
Berapa saja nikmat yang diberikan Allah, dia tidak merasa puas dengan yang
telah ada itu, bahkan masih meminta tambah lagi. Nafsunya tidak pernah merasa
cukup dan kenyang.
Manusia terkadang
memang aneh, ketika kehilangan sesuatu seolah-olah ia telah kehilangan
segalanya. Padahal sesuatu yang melekat pada dirinya jauh lebih banyak dan bisa
menjadi harapan untuk bangkit menatap masa depan.
Jika ia
memiliki sedikit, jadilah ia pengeluh bahkan mengomel mengapa sedikit. Dan yang
pernah datang dahulu, nikmat yang berlimbah dan banyak dilupakannya. Demikianlah
sering kita saksikan sikap manusia terhadap sesuatu yang datang dan pergi dalam
kehidupannya.
Mengapa Orang Semakin Kaya Semakin Pelit?
Yang lebih
menarik lagi Bagaimana memahami makna ayat ini dari sudut pandang yang berbeda?
Mengapa tidak sedikit manusia yang mencintai hartanya secara berlebihan,
sehingga orang lain mengecapnya sebagai orang kikir atau pelit?
Besar
kemungkinan penyebabnya adalah latar belakang keluarganya. Keluarganya sangat
miskin dan tidak mampu mengajarkan nilai-nilai kesalehan menyikapi harta.
Akibatnya, saat orang itu dewasa dan dapat mengumpulkan harta secara tidak sadar
terjebak ‘dendam kemiskinan’. Dendam kemiskinan bisa tersalur pada kerja keras,
mencintai harta secara berlebihan, dan kikir.
Kemiskinan di sini bukan hanya miskin harta, tapi miskin dari ilmu dan iman. karena tidak jarang kita temukan, ada orang yang hidup dalam kondisi kaya raya, tapi sebab miskin ilmu agama menyebabkan dirinya kikir.
Kemiskinan di sini bukan hanya miskin harta, tapi miskin dari ilmu dan iman. karena tidak jarang kita temukan, ada orang yang hidup dalam kondisi kaya raya, tapi sebab miskin ilmu agama menyebabkan dirinya kikir.
Sahabat, kekikiran itu hanya terjadi pada jiwa
orang-orang yang tidak pernah disirami dengan keimanan untuk mengenal Allah,
mencintai, dan membenci karena-Nya. Tidak pernah terbersit di dalam jiwanya
untuk melaksanakan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran.
Kepada
manusia seperti inilah Allah ta’ala bersumpah. Karena ia telah ingkar kepada
Rabbnya dan kepada seluruh nikmat-Nya yaitu bersikap keras dan banyak
keingkarannya. Dengan cara selalu mengingat-ingat, merasakan, dan berkeluh
kesah atas musibah yang sedang maupun telah menimpanya serta melupakan nikmat dan karunia Allah. Akhirnya
ia tidak pernah mengingat dan bersyukur kepada-Nya.
Apakah Anda
pernah menyaksikan kondisi tersebut? orang yang memiliki harta tetapi pelit? Tidak
suka membantu bahkan terhadap keluarganya sendiri? Karena jumlah kelas menengah
menurut BPPK kemenkeu : Berdasarkan data Bank Dunia, pada 2003 jumlah penduduk
dengan pendapatan kelas menengah di Indonesia hanya 37,7 persen dari populasi.
Namun pada 2010 kelas menengah Indonesia mencapai134 juta jiwa atau 56,5 persen
dari populasi.
Setiap
tahun kelas menengah tumbuh tujuh juta, sehingga Bank Dunia menilai pertumbuhan
kelas menengah di Indonesia sangat cepat. Peningkatan kelas menengah seperti yang terjadi di Indonesia juga
dialami negara berkembang lainnya.
Pertumbuhan itu menyebabkan melonjaknya konsumsi yang mendorong pertumbuhan
ekonomi.
Baca juga: 4 Kebiasaan Orang Kaya Dalam Mengelola Keuangannya
Baca juga: 4 Kebiasaan Orang Kaya Dalam Mengelola Keuangannya
Saya pernah
membaca hasil sebuah riset yang cukup menarik ternyata semakin banyak harta
seseorang tidak menjamin membuatnya semakin tergugah untuk berderma dan
berbagi. Orang miskin ternyata lebih berempati dan dermawan dibanding orang
kaya. Hal ini telah dibuktikan oleh sebuah studi dan dipublikasikan dalam Psychological
Science. Dalam serangkaian percobaan, penelitian menemukan bahwa masyarakat
kelas bawah lebih baik saat membaca emosi di wajah seseorang. Ini menjadi satu
ukuran dari akurasi empati.
Oleh karena
itu, hendaklah orang-orang yang memiliki kelapangan harta berhati-hati
jangan sampai menyinggung perasaan orang miskin. Mengapa? Karena hati mereka
sangat sensitif. Allah subhanahu wata’ala mengingatkan kita dalam firmannya:
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di
atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih
(tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka
usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir . “ (Al Baqarah:264)
Jangan
sampai kebaikan yang kita lakukan puluhan tahun yang lalu hilang karena kita
mengungkit-ungkit kebaikan yang pernah kita lakukan dan orang yang pernah kita
tolong menjadi tersinggung.
Baca juga:
Jalan Menuju Kebahagiaan
Sahabat,
hidup terkadang seperti roda. Ada saatnya kita di atas dan ada saatnya kita di
bawah. Ketika kita saat ini sedang berada di atas belajarlah dan ajarkan kepada
anak-anak kita untuk berbuat amal kebajikan yang banyak dan benar. Karena ada
saatnya suatu hari posisi kita berganti dengan orang yang pernah kita tolong.
Baca Family For Family.
Sahabat,
tahukah anda bahwa harta dalam bahasa arab dinamakan khairan (kebaikan) karena sesuai dengan penamaan adat (kebiasaan)
bangsa arab. Mereka mengatakan bahwa harta adalah baik terutama apabila
diinfakkan di jalan Allah, yang akan mendapatkan kebaikan yang sangat banyak
(pahala).
Solusi mengatasinya
Allah Maha
kaya, ia tidak membutuhkan harta kita, tetapi kitalah yang membutuhkan rahmat,
cinta, dan ampunan dari-Nya. Jangan sampai dendam kemiskinan membuat kita mencintai
harta secara berlebihan. Bersedekah, berinfaq, waqaf, dan aneka kebajikan yang
kita lakukan sebenarnya cara Allah mengurangi kadar kecintaan kepada harta
secara berlebih. Baca juga: Manfaat Sedekah
Sudahkah kita
belajar mengurangi kecintaan harta secara berlebih demi menggapai cinta Allah
dengan bersedekah hari ini?
Baca juga: Mental Kaya
Gambar: JPMI
Baca juga: Mental Kaya
Gambar: JPMI
Jakarta, 14
Jumadil Akhir 1438 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.