Jumat, 13 Maret 2015

Nikmat Persahabatan


Tidak terhitung lagi berapa banyak nikmat yang telah Sang Pencipta berikan kepada kita. Nikmat waktu, nikmat sehat, nikmat iman, nikmat penyesalan. Yang tidak kalah pentingnya adalah nikmat persahabatan.

Salah satu sahabat saya pernah berkata, menurutnya salah satu nikmat adalah nikmat berkumpul. Jika dilengkpai bagi saya Salah satu kenikmatan hidup adalah berkumpul dengan sahabat yang baik. Mereka menjadi pengingat saat kita lupa dan menjadi penyemangat saat kita berkarya. Selain itu, sahabat yang baik kelak bisa menyelamatkan kita dari siksa api neraka.

Salah seorang sahabat saya mengiksahkan kisah yang menarik tentang sepenggal kisah tentang persauadaraan.

Umar Bin Khattab pernah berkata: Aku tidak mau hidup lama di dunia yang fana ini, kecuali karena tiga hal: keindahan berdakwah dan berjihad di jalan-Nya. Repotnya bangun dan berdiri untuk Qiyamul lail. Dan indahnya bertemu dengan sahabat-sahabat seiman.

Mungkin kisah berikut ini mampu mengawal perasaan kita. betapa ukhuwah itu merupakan penanda iman kita.

Semenjak Rosululloh wafat, bilal menyatakan bahwa dirinya  tidak akan mengumandangkan adzan lagi.

Ketika khalifah Abu Bakar memintanya untuk menjadi muadzin kembali, dengan hati pilu nan sendu bilal berkata: Biarkan aku hanya menjadi muadzin Rosululloh saja. Rosululloh telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.

Abu Bakar pun tidak bisa lagi mendesar Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan.

Kesedihan sebab ditinggal wafat Rosululloh terus mengendap di hati Bilal. Dan kesedihan itu yang mendorongnya meninggalkan Madinah, dia ikut pasukan Fath Islamy menuju Syam, dan kemudian tinggal di Horms, Syiria.

Lama Bilal tak mengunjungi Madinah, sampai pada suatu malam, Rosululloh hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya: Ya Bilal, Wa Maa hadza jafa? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?

Bilal pun bangun terperanjat, segera dia mempersiapkan perjalanan ke Madinah, untuk ziarah ke makam Rosululloh. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Rosululloh.

Setiba di Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Rosululloh, pada sang kekasih.

Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya. Keduanya adalah cucu Rosululloh Hasan dan Husein. Dengan mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua memeluk kedua cucu Rosululloh tersebut.

Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal: Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami? Kami ingin mengenang kakek kami.

Ketika itu, Umar bin Khattab yang telah jadi khalifah juga sedang melihat pemandangan mengharukan itu, dan beliau juga memohon kepada Bilal untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.

Bilal pun memenuhi permintaan itu.

Saat waktu sholat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Rosululloh masih hidup.

Mulailah dia mengumandangkan adzan.

Saat lafadz Allohhu Akbar dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah lama bertahun-tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok Nan Agung, suara yang begitu dirindukan itu telah kembali.

Ketika Bilal meneriakkan kata Asyhadu an laa ilaha illaulloh, seluruh isi kota madinah berlarian ke arah suara itu sambil berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar.

Dan saat bilal mengumandangkan Ashadu anna Muhammadan Rosululloh, Madinah pecah oleh tangis dan ratapan yang sangat memilukan.

Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Rosululloh, Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai. Hari itu madinah mengenang masa saat masih ada Rosululloh diantara mereka.

Hari itu adalah adzan pertama dan terakhir bagi Bilal setelah Rosululloh wafat. Adzan yang tiak bisa dirampungkan.

Bayangkan kita seolah sedang hidup bersama di tengah-tengah mereka.

Hamba-hamba Alloh yang selalu terhubung dengan langit dan merasakan indahnya ukhuwah dalam kebenaran dan kemuliaan.

Maka jika masih ada batas dalam perjalanan ukhuwah kita, bisa dipastikan kita telah gagal menggenggam makna ukhuwah yang sebenarnya.

Ada sebuah nasihat dari Ibnul Qoyyim Al Jauziyah: Ukhuwah itu hanya sekedar buah dari keimanan kita kepada Alloh.


Jadi jika Ukhuwah bermasalah mari kita evaluasi keimanan kita kepada-Nya.

Efek dari hubungan baik kita dengan yang ada di langit secara langsung berefek pada baiknya keterhubungan kita dengan bumi.

Dalam sebuah kutipan ada yang mengingatkan kepada kita: Sebesar cintamu pada Alloh, sebesar itu pula cinta orang lain kepadamu. Sebesar ketakutanmu akan murka Alloh, sebesar itu pula keseganan orang lain terhadapmu.

Namun dalam perjalanan kehidupan, tidak semua persahabatan berjalan mulus dan langgeng. Tidak sedikit yang berpisah karena perbedaan organisasi, partai, suku, dsb. Banyak juga yang kandas bahkan akhirnya bermusuhan.

Saya masih ingat pesan Pak Eskauli (Lengkapnya baca di sini), Persahabatan yang baik itu lebih berharga daripada seonggok emas.

Persahabatan juga bisa menjadi “mesin pengingat” kemana arah kehidupan kita menuju. Sebagian orang berubah oleh waktu dan persahabatan, tapi lebih parah. Sebagian menjadi lebih baik. Semoga persahabatan yang  kita jalin menjadikan kita kualitas pribadi yang lebih baik.

Apabila kualitas persahabatan Anda semakin baik dan juga sahabat baik Anda semakin bertambah itu “Pertanda” arah hidup Anda sudah tepat. Sebaliknya, Anda perlu mengenali beberapa “Tanda” yang menunjukkan bahwa kualitas persahabatan dan kehidupan Anda ada yang perlu diperbaiki. Berikut nasehat dari guru kehidupan saya JA:

Pertama, sahabat yang kita kenal kesabarannya tiba-tiba marah kepada Anda. Mungkin ini yang dirasakan oleh sahabat saya beberapa waktu yang lalu (Baca di sini).


Kedua, sahabat yang kita kenal setia, tiba-tiba kecewa kepada Anda

Ketiga, sahabat yang beriman dan berilmu menjauh dari Anda

Apabila ketiga hal tersebut di atas menimpa Anda maka waspadalah dan segeralah perbaiki sikap Anda. Mungkin ada yang salah, atau kita terlalu sibuk, mungkin kita lebih mengedepankan ego pribadi daripada kepentingan tim.

Mudah-mudahan Anda tidak berkata, “Inikan hidup saya, mereka menjauh ya saya akan cari sahabat baru lagi.” Bila ini terjadi, saya yakin Anda tidak akan pernah punya sahabat sejati. Kualitas persahabatan Anda adalah kualitas murahan yang dibungkus dengan egoisme dan keinginan untuk selalu menang sendiri.

Jika Anda memilih menenangkan diri, saya berharap jangan terlalu lama. Karena waktu terus berlalu, seperti nasehat Imam Syafii :

Ketika Kamu berada di jalan Alloh, maka berlarilah.
Jika itu sulit bagimu, maka berlari kecillah.
Jika kamu lelah, berjalanlah.
Dan jika itupun tak bisa, merangkaklah.
Jangan pernah berbalik arah atau berhenti.

Untukmu Para Pejuang
Patience and Fortitude Conquer all things
(Kesabaran dan ketabahan dapat menaklukkan segala sesuatu)

Bengkulu, 22 Jumadil Awal 1436 H
Hamba Alloh yang merindukan Ridho dan Ampunan-Nya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.