Tidak
terhitung lagi berapa banyak nikmat yang telah Sang Pencipta berikan kepada
kita. Nikmat waktu, nikmat sehat, nikmat iman, nikmat penyesalan. Yang tidak
kalah pentingnya adalah nikmat persahabatan.
Salah satu
sahabat saya pernah berkata, menurutnya salah satu nikmat adalah nikmat
berkumpul. Jika dilengkpai bagi saya Salah satu kenikmatan hidup adalah
berkumpul dengan sahabat yang baik. Mereka menjadi pengingat saat kita lupa dan
menjadi penyemangat saat kita berkarya. Selain itu, sahabat yang baik kelak
bisa menyelamatkan kita dari siksa api neraka.
Salah
seorang sahabat saya mengiksahkan kisah yang menarik tentang sepenggal kisah
tentang persauadaraan.
Umar Bin
Khattab pernah berkata: Aku tidak mau hidup lama di dunia yang fana ini,
kecuali karena tiga hal: keindahan berdakwah dan berjihad di jalan-Nya.
Repotnya bangun dan berdiri untuk Qiyamul lail. Dan indahnya bertemu dengan
sahabat-sahabat seiman.
Mungkin
kisah berikut ini mampu mengawal perasaan kita. betapa ukhuwah itu merupakan
penanda iman kita.
Semenjak
Rosululloh wafat, bilal menyatakan bahwa dirinya tidak akan mengumandangkan adzan lagi.
Ketika
khalifah Abu Bakar memintanya untuk menjadi muadzin kembali, dengan hati pilu
nan sendu bilal berkata: Biarkan aku hanya menjadi muadzin Rosululloh saja.
Rosululloh telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.
Abu Bakar
pun tidak bisa lagi mendesar Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan.
Kesedihan
sebab ditinggal wafat Rosululloh terus mengendap di hati Bilal. Dan kesedihan
itu yang mendorongnya meninggalkan Madinah, dia ikut pasukan Fath Islamy menuju
Syam, dan kemudian tinggal di Horms, Syiria.
Lama Bilal
tak mengunjungi Madinah, sampai pada suatu malam, Rosululloh hadir dalam mimpi
Bilal, dan menegurnya: Ya Bilal, Wa Maa hadza jafa? Hai Bilal, mengapa engkau
tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?
Bilal pun
bangun terperanjat, segera dia mempersiapkan perjalanan ke Madinah, untuk
ziarah ke makam Rosululloh. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Rosululloh.
Setiba di
Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Rosululloh, pada sang
kekasih.
Saat itu,
dua pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya. Keduanya adalah cucu
Rosululloh Hasan dan Husein. Dengan mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian
beranjak tua memeluk kedua cucu Rosululloh tersebut.
Salah satu
dari keduanya berkata kepada Bilal: Paman, maukah engkau sekali saja
mengumandangkan adzan untuk kami? Kami ingin mengenang kakek kami.
Ketika itu,
Umar bin Khattab yang telah jadi khalifah juga sedang melihat pemandangan
mengharukan itu, dan beliau juga memohon kepada Bilal untuk mengumandangkan
adzan, meski sekali saja.
Bilal pun
memenuhi permintaan itu.
Saat waktu
sholat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Rosululloh
masih hidup.
Mulailah
dia mengumandangkan adzan.
Saat lafadz
Allohhu Akbar dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala
aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah lama bertahun-tahun
hilang, suara yang mengingatkan pada sosok Nan Agung, suara yang begitu
dirindukan itu telah kembali.
Ketika
Bilal meneriakkan kata Asyhadu an laa ilaha illaulloh, seluruh isi kota madinah
berlarian ke arah suara itu sambil berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan
mereka pun keluar.
Dan saat
bilal mengumandangkan Ashadu anna Muhammadan Rosululloh, Madinah pecah oleh
tangis dan ratapan yang sangat memilukan.
Semua menangis,
teringat masa-masa indah bersama Rosululloh, Umar bin Khattab yang paling keras
tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya
tercekat oleh air mata yang berderai. Hari itu madinah mengenang masa saat
masih ada Rosululloh diantara mereka.
Hari itu
adalah adzan pertama dan terakhir bagi Bilal setelah Rosululloh wafat. Adzan
yang tiak bisa dirampungkan.
Bayangkan
kita seolah sedang hidup bersama di tengah-tengah mereka.
Hamba-hamba
Alloh yang selalu terhubung dengan langit dan merasakan indahnya ukhuwah dalam
kebenaran dan kemuliaan.
Maka jika
masih ada batas dalam perjalanan ukhuwah kita, bisa dipastikan kita telah gagal
menggenggam makna ukhuwah yang sebenarnya.
Ada sebuah
nasihat dari Ibnul Qoyyim Al Jauziyah: Ukhuwah itu hanya sekedar buah dari
keimanan kita kepada Alloh.
Jadi jika
Ukhuwah bermasalah mari kita evaluasi keimanan kita kepada-Nya.
Efek dari
hubungan baik kita dengan yang ada di langit secara langsung berefek pada
baiknya keterhubungan kita dengan bumi.
Dalam
sebuah kutipan ada yang mengingatkan kepada kita: Sebesar cintamu pada Alloh,
sebesar itu pula cinta orang lain kepadamu. Sebesar ketakutanmu akan murka
Alloh, sebesar itu pula keseganan orang lain terhadapmu.
Namun dalam
perjalanan kehidupan, tidak semua persahabatan berjalan mulus dan langgeng.
Tidak sedikit yang berpisah karena perbedaan organisasi, partai, suku, dsb.
Banyak juga yang kandas bahkan akhirnya bermusuhan.
Saya masih
ingat pesan Pak Eskauli (Lengkapnya baca di sini), Persahabatan yang baik itu
lebih berharga daripada seonggok emas.
Persahabatan
juga bisa menjadi “mesin pengingat” kemana arah kehidupan kita menuju. Sebagian
orang berubah oleh waktu dan persahabatan, tapi lebih parah. Sebagian menjadi
lebih baik. Semoga persahabatan yang
kita jalin menjadikan kita kualitas pribadi yang lebih baik.
Apabila
kualitas persahabatan Anda semakin baik dan juga sahabat baik Anda semakin
bertambah itu “Pertanda” arah hidup Anda sudah tepat. Sebaliknya, Anda perlu
mengenali beberapa “Tanda” yang menunjukkan bahwa kualitas persahabatan dan
kehidupan Anda ada yang perlu diperbaiki. Berikut nasehat dari guru kehidupan
saya JA:
Pertama,
sahabat yang kita kenal kesabarannya tiba-tiba marah kepada Anda. Mungkin ini
yang dirasakan oleh sahabat saya beberapa waktu yang lalu (Baca di sini).
Kedua,
sahabat yang kita kenal setia, tiba-tiba kecewa kepada Anda
Ketiga,
sahabat yang beriman dan berilmu menjauh dari Anda
Apabila
ketiga hal tersebut di atas menimpa Anda maka waspadalah dan segeralah perbaiki
sikap Anda. Mungkin ada yang salah, atau kita terlalu sibuk, mungkin kita lebih
mengedepankan ego pribadi daripada kepentingan tim.
Mudah-mudahan
Anda tidak berkata, “Inikan hidup saya, mereka menjauh ya saya akan cari
sahabat baru lagi.” Bila ini terjadi, saya yakin Anda tidak akan pernah punya
sahabat sejati. Kualitas persahabatan Anda adalah kualitas murahan yang
dibungkus dengan egoisme dan keinginan untuk selalu menang sendiri.
Jika Anda
memilih menenangkan diri, saya berharap jangan terlalu lama. Karena waktu terus
berlalu, seperti nasehat Imam Syafii :
Ketika Kamu
berada di jalan Alloh, maka berlarilah.
Jika itu
sulit bagimu, maka berlari kecillah.
Jika kamu
lelah, berjalanlah.
Dan jika
itupun tak bisa, merangkaklah.
Jangan
pernah berbalik arah atau berhenti.
Untukmu
Para Pejuang
Patience
and Fortitude Conquer all things
(Kesabaran
dan ketabahan dapat menaklukkan segala sesuatu)
Bengkulu,
22 Jumadil Awal 1436 H
Hamba Alloh
yang merindukan Ridho dan Ampunan-Nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.