Perbincangan delapan mata yang kami lakukan malam itu sangat berkesan hingga saat ini. Satu hal yang
selalu beliau ajarkan adalah untuk meluangkan waktu mengamati perkembangan
keadaan sosial masyarakat, khususnya dalam media. Tentu dengan dosis yang pas ya. Karena
membaca Al-Qur’an sudah tentu wajib, mentadabburi, mengamalkan, dan
mendakwahkannya.
Mengapa
ini penting? Tentu fenomena yang terjadi di tengah-tengah umat ini kita harus
carikan solusi dan sudut pandang yang tepat. Kami malam itu berbicara tentang
kondisi negeri ini dan bagaimana cara yang tepat menyikapinya.
Saya memahami
dengan baik, di tengah kondisi yang dianggap sebagian orang tahun politik saat ini. Kita tanpa
sadar di bawah untuk saling membenci, saling menghujat, akhirnya terprovokasi
tanpa sadar. Kecuali hamba-hamba Allah yang mendapatkan bimbingan dan hidup di
bawah naungan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Faktanya
di lapangan, sebagian masyarakat mudah termakan isu yang di jual oleh
musuh-musuh islam yang tidak sedang dengan kemajuan islam. Saat itulah, dalam
menyikapi gejolak yang terjadi di tengah masyarakat, ada yang terlalu ekstrem
menyikapi dengan berlebihan dan ketakutan dan ada juga yang tidak peduli sama
sekali dengan kondisi bangsa. Merasa bahwa bangsa ini akan aman dan terus ada
sampai hari kiamat.
Baca juga: Moral dan Peradaban Menurut Ibnu Khaldun
Baca juga: Moral dan Peradaban Menurut Ibnu Khaldun
Bagaimana
menyikapinya?
Di sinilah Ustadz Abdulrahman, Lc. meminta saya untuk membuka Al-Qur’an
dan membaca surat an-nuur ayat 55. Setelah membaca ayat tersebut, kami
mendiskusikan secara garis besar maksud dan tujuan ayat ini.
وَعَدَ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ
وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا
يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ (٥٥)
“Dan
Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah
orang-orang yang fasik.” (Q.S. An-Nuur: 55)
Tiba-tiba
ketenangan itu timbul tanpa di undang. Ayat ini memberikan sebuah pengharapan
dan janji Allah kepada orang-orang beriman. Di tengah arus informasi yang tidak
menentu kejelasan sumbernya. Tetapi, Al-Qur’an dengan mukjizatnya selalu
memberikan sudut pandang yang mencerahkan.
Pertemuan
itu berakhir pukul 22.00, setiba di rumah, saya belum bisa tidur dan menggali
lebih dalam apa maksud ayat di atas. Membaca beberapa kitab tafsir untuk
melihat lebih luas dan dalam tujuan ayat ini diturunkan.
Ayat 55
ini adalah inti tujuan perjuangan hidup. dan inilah janji dan pengharapan yang
telah dikemukakan Allah subhanahu wata’ala bagi setiap mukmin dalam
perjuangan menegakkan kebenaran dan keyakinan di permukaan bumi ini.
Saya meyakini
satu hal, bahwa kesuksesan itu selalu meninggalkan jejak. Jika kita konsisten
untuk mengikuti jejak itu, kita akan sampai di tujuan.
Dan pokok
pendirian mesti dipegang teguh dan sekali-kali jangan dilepaskan, baik keduanya
atau salah satu di antara keduanya.
Pertama,
ialah iman, atau kepercayaan.
Kedua,
amal saleh, perbuatan baik, bukti dan bakti.
Kalau
iman tidak ada pedoman pekerjaan, tidaklah tentu arahnya entah berakibat baik
ataukah berakibat buruk. Iman sebagaimana telah berkali-kali diterangkan adalah
pelita yang memberi cahaya dalam hati, menyinar cahaya itu keluar dan dapatlah
petunjuk, sehingga nyatalah apa yang akan dikerjakan. Oleh sebab itu, iman
dengan sendirinya menimbulkan amal yang saleh.
Banyak
pula amalan saleh dikerjakan, tetapi jika tidak timbul dari iman, bercampur
aduklah ia di antara yang hak dengan yang batil. Tetapi kalau keduanya telah
bersatu padu, amal saleh timbul dari iman dan iman menimbulkan amal,
terdapatlah kekuatan pribadi, baik pada individu ataupun pada masyarakat mukmin
itu.
Maka
kepada orang-orang seperti ini, atau masyarakat seperti inilah Allah subhanahu wata’ala menjanjikan, bahwa
mereka akan diberi warisan kekuasaan di
permukaan bumi ini. kendali bumi ini akan diserahkan ke tangan mereka,
sebagaimana dahulu pun Allah telah memberikan warisan seperti itu kepada umat
yang terdahulu dari mereka.
Dengan
sendirinya, apabila kekuatan iman, amal saleh itu telah bersatu padu dan
menimbulkan hasil nyata dalam masyarakat, maka agama yang dipeluk pun menjadi
kokoh dan teguh, berurat ke bumi,
bercabang ke langit, tidak dapat diusik dan diganggu orang lagi. Sebab dialah
agama yang diridhai Allah.
Kalau
sekiranya selama ini dada rasanya berdebar, cemas ditimpa oleh takut, rasa-rasa
akan ditimpa oleh bahaya juga, rasa-rasa agama ini akan diancam orang/kelompok
yang tidak suka, sehingga keamanan dalam hati tidak pernah ada, namun apabila
janji warisan itu telah dikabulkan Allah subhanahu wata’ala, rasa
ketakutan itu akan hilang dengan sendirinya dan keamanan tercapai sebagai ganti
dari ketakutan.
mereka
tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.
dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah
orang-orang yang fasik. (ujung ayat 55)
Tentunya,
semua yang dijanjikan Allah, memiliki persyaratan.
tetapi
pokok keamanan itu diperingatkan kembali oleh Allah subhanahu wata’ala,
yaitu sifat-sifat dan kelakuan yang dipunyai oleh umat beriman dan beramal
saleh itu, yaitu mereka hanya beribadah kepada Allah. Mereka tidak
mempersekutukan Allah subhanahu wata’ala dengan yang lain. Selama hal
ini masih dijaga terus dan dipelihara, selama itu pula janji pewarisan itu
tidak akan dicabut oleh Allah subhanahu wata’ala. Tetapi, kalau sesudah
itu mereka kafir lagi, menolak dan ingkar lagi, niscaya mereka pun telah
terhitung menjadi orang fasik. Jangan kecewa jika janji itu dicabut oleh Allah subhanahu
wata’ala.
Sebagaimana
telah kita ketahui bersama, surah An-nuur turun di Madinah setelah Nabi dan
sahabat-sahabatnya itu berhijrah dari Mekah, menderita selama tiga belas tahun,
berperang dengan kaum musyrikin, padahal
kaum musyrikin itu sebagian besar memiliki hubungan darah dan keluarga dengna
mereka. Seakan-akan tidak terbuka sedikit juga pintu pengharapan. Malahan Nabi
sendiri pun hendak dibunuh orang. Sekarang mereka telah berpindah ke Madinah.
Pindah atau hijrah karena keyakinan bukanlah perkara mudah. Harta benda, rumah
tangga, kampung halaman tempat diri dilahirkan, ditinggalkan karena menuruti
suara keyakinan, suara iman.
Dan
sesampai di Madinah tidak pula segera muncul sesuatu yang dicita-citakan itu
berdiri. Ada halangan dari orang Yahudi, ada ejekan dari kaum munafikin dan ada
pula ancaman dari kaum senegeri yang telah ditinggalkan itu, yaitu kaum
musyrikin Mekah senantiasa hendak membalas dendam. Ditambah lagi dengan faktor
yang keempat, yaitu orang Rum yang berkuasa telah hampir tujuh ratus tahun di
bagian Palestina. Mereka pun cemas melihat kebangkitan umat baru ini.
Kadang-kadang
seakan-akan gelaplah alam sekeliling, seakan-akan tidak ada titik terang dari
luar. Maka datanglah ayat ini memberi peringatan kepada kaum muslimin, bahwa
titik terang itu bukan di luar tempatnya dan bukan dari luar datangnya. Titik
ternag itu ada dalam diri kita sendiri.
Masih
adakah kita mempunyai kepercayaan? Iman?
Masih
adakah kesanggupan beramal saleh? Berbuat baik?
Kalau
keduanya ini masih ada, inilah dia kekuatan dan tenaga vital bagi seorang
Muslim atau bagi suatu masyarakat islam. Karena kekuatan sejati itu bukanlah
pada harta benda. Harta benda hanya alat untuk mencapai tujuan. Dan bukan pada
banyaknya jumlah pengikut, karena banyaknya pengikut tidak ada manfaatnya kalau kekuatan batin kosong melompong.
Golongan yang banyak tidak mempunyai cita-cita, sebentar saja dapat dikalahkan
oleh golongan yang sedikit yang mempunyai cita-cita. Dan bukan pula pada
senjata. Kekuatan yang sebenarnya ialah pada yang berdiri di belakang senjata.
Tetapi yang berdiri di belakang senjata itu pun tidak kuat, kalau jiwa yang
memegang senjata itu tidak mempunyai arah tujuan.
Kehidupan
di dunia ini adalah laksana lautan, tidak sekali ada laut yang tenang. Airnya
beriak terus dan bergelombang dan berombak.
Kesusahan
terletak dalam kemudahan dan kemudahan pun terletak dalam kesusahan.
Tanyailah
dirimu sendiri, adakah engkau berbekal? Adakah engkau tahan menderita?
Di dalam
ayat ini dijanjikan dengan tegas, asalkan iman dan amal saleh, artinya
keteguhan jiwa dan daya karya usaha masih sejalin jadi satu dalam jiwamu,
warisan itu pasti engkau terima.
Engkau
bukan seorang umat Muhammad Shalaullahhu ‘alaihi wassalam kalau engkau
berputus asa, dan engkau bukan umat Muhammad Shalaullahhu ‘alaihi wassalam kalau
hidupmu tidak mempunyai pengharapan.
Ayat 55
surah an-Nuur inilah pegangan Nabi Muhammad
Shalaullahhu ‘alaihi wassalam bersama sekalian pengikutnya dari
Muhajirin dan Anshar, selama sepuluh tahun di Madinah. Ayat inilah bekal Abu
Bakar menundukkan kaum murtad, pegangan Umar bin Khaththab meruntuhkan dua
kerajaan besar, yaitu Persia dan Rum.
Kekuasaan
pasti diserahkan ke tangan kita dan agama kita pasti tegak dengan teguhnya dan
keamanan pasti tercapai. Asal iman dan amal saleh juga dilepaskan dari
pendirian.
Hidup
itu adalah perjuangan, sekali ombak naik, sesekali ombak turun. Kadang-kadang
kita memukul dan kadang-kadang kita terpukul.
Maka
daya tahan kita ialah pada iman dan amal saleh.
Sekali
Muhammad al-fatih, pahlawan Turki telah menyeberangi Tanduk Emas dan merebut
Konstatinopel dan meruntuhkan sisi terakhir dari kerajaan Byzantium di tahun
1453, seluruh dunia islam bersorak mengucap syukur. Tetapi sekali pula kaum
Muslimin diusir besar-besaran dan masjid-masjid dijadikan gereja, menaranya
diambil penggangtungan lonceng oleh Raja Spanyol suami istri di tahun 1429.
Di tahun
1258 masuklah tentara Mongol dan Tartar ke negeri Baghdad, sesudah
menghancur-leburkan, membunuhi dan membakar
negeri-negeri Islam di Asia Tengah. Mereka hancur-leburkan Baghdad,
mereka bakari istana, mereka lemparkan beribu-ribu jilid, kitab-kitab
pengetahuan Islam ke Sungai Dajlah, sehingga berubah air sungai itu jadi hitam
karena tinta yang luntur, dan mereka bunuh khalifah.
Musuh
islam menyangka, bahwa habislah Islam dengan runtuhnya Baghdad dan terbunuhnya
khalifah. Tetapi, dalam masa setengah abad saja sesudah kejadian itu, cucu dari
tentara Mongol penakluk itu sendirilah yang masuk ke dalam Islam, dan
cucu-cucunya pula yang mendirikan kerajaan Islam Mongol di India.
Sejak
tahun 1511 bangsa-bangsa Barat Kristen telah menjajah negeri-negeri Islam.
Bangsa Kristen Belanda telah menguasai Indonesia selama 350 tahun. Orang
menyangka habislah sudah Islam di Indonesia. Rupanya karena pengaruh ayat 55
surah an-nuur ini, tenaga Islam bangkit
kembali dan penjajahan terhapus sirna.
Negeri-Negeri
Kristen membantu berdirinya Negara Israel di pusat kebudayaan dan peradaban
Arab, yaitu Palestina. Lebih satu juga orang Arab penduudk asli Palestina,
terusir dari kampung halamannya. Tetapi kejadian ini pulalah yang menjadi
perangsang buat kebangkitan baru pada tanah-tanah Arab yang mengelilingi
Palestina agar bersatu padu.
Di
samping terusirnya satu juga umat Islam dari Palestina dan hidup
menumpang-numpang di negeri tetangganya, 75 juta umat Islam di Indonesia
mencapai kemerdekaan dan 75 juta umat Islam pula di Pakistan dapat mendirikan
negara.
Di dalam
memperjuangkan iman dan amal saleh tidaklah selalu kita menemukan jalan yang
datar disirami minyak wangi. Kadang-kadang kita terbentur, sebagaimana Nabi dan
para sahabatnya pun pernah terbentur. Kalau kita gagal sekali atau dua kali,
ataupun kalau kita kalah, bukanlah berarti, bahwa yang kita tuju dan kita
cita-citakan tidak benar, mungkin cara kita mencapai tujuan yang tidak kena
jalannya.
Perjuangan
menegakkan cita Islam, mencapai tujuan menjadi penerima waris di atas bumi,
bukanlah kepunyaan satu generasi, dan jumlahnya bukanlah sekarang, melainkan
menghendaki tenaga sambung bersambung.
Maka
untuk menguatkan pribadi menghadapi segala kesulitan dan penderitaan mencapai
tujuan itu, hendaklah selalu jiwa dikuatkan, sehingga tahan kena badai dan iman
serta amal saleh itu tidak luntur.
Bagaimana
cara memperkuat jiwa itu?
Jakarta,
1 Sya’ban 1439 H
Hamba
Allah yang Mengharapkan Ridho dan Ampunan-Nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.