Senin, 16 April 2018

Perbincangan Delapan Mata


Cuaca saat itu sangat terik. Jalanan penuh dengan berbagai pemandangan unik dan menarik untuk dinikmati. Sambil menikmati audio motivasi dan ditemani buku bacaan saya sangat menikmati perjalanan menggunakan bus transjakarta. Ini adalah salah satu keputusan yang saya buat 2 tahun yang lalu ketika mendapatkan tugas belajar di Ibukota Negara.

Ada beberapa pekerjaan yang harus saya selesaikan hari itu, seminar yang harus saya ikuti, dan janji yang harus saya penuhi. Salah satunya adalah pertemuan dengan sosok yang tidak lagi asing di mata dan sanubari saya. Ia yang menjembatani saya untuk lebih merasakan manisnya iman, nikmatnya menjadi seorang mukmin sejati, mengenalkan kepada Robb yang Maha Memelihara, Maha Mendidik, dan Maha Memberi Rezeki.

Seperti biasa, kebiasaan itu tidak pernah berubah hingga hari ini, telah  10 tahun berlalu saat saya baru tamat di bangku SMA. Ketika sedang mengunjungi keluarganya di Jakarta, Ustadz Abdulrahman, Lc menghubungi kami semua. Ya semua murid yang pernah menimba ilmu, berjalan bersama, makan bersama, sholat bersama, berpuasa bersama. Di atas kebersamaan itulah hati kami terjalin dan menyatu untuk selalu mengingat saat-saat sulit di awal-awal dakwah di tanah kelahiran saya di Arga Makmur.

Saya sangat meyakini hingga saat ini, selain doa dari seorang Ibu, kami sangat beruntung memiliki guru yang tulus ikhlas dan tawadhu seperti beliau. Dengan gelar akademik yang di dapatkannya di Yaman dan memilih untuk menetap dan menyebarkan dakwah ke pelosok-pelosok provinsi Bengkulu. Tentu ini bukan keputusan yang mudah, tapi akan berbuah hingga waktunya tiba.

Saya masih ingat, bagaimana orang-orang memandang dengan sebelah mata sosok dai yang tulus ikhlas membina para pemuda yang kelihatannya tidak memiliki masa depan yang cerah. Beliau sangat terampil dan piawai untuk menyentuh hati para murid sekaligus sahabat-sahabatnya di jalan Allah.

Kami memutuskan untuk bertemu di Toko Buku Walisongo saat itu, karena tidak jauh dari salah satu rumah keluarga beliau di Senen dan sahabat yang ingin kami kunjungi tinggal di sekitar sana. Saat itu, ia membawa salah satu sepupunya yang baru lulus dan bekerja di UI Salemba. Setelah sholat, maghrib kami langsung bergegas untuk mengunjungi salah satu sahabat kami mengaji dahulu, namanya Edo.

Setibanya sampai di tujuan, kami di sambut oleh Edo dengan ramah. Malu-malu bercampur bahagia tampak di ronah wajah Edo yang tentu umurnya jauh lebih muda dari saya. Ia masih tidak habis berpikir, seorang ulama besar (tentu saat ini di Arga Makmur, pandangan dan pendapat keagamaan beliau menjadi penting karena dekat dengan semua kalangan, termasuk Bupati).

Ini adalah salah satu karakter yang sangat menarik dari beliau. Tidak pernah bosan dan gengsi untuk mendatangi murid-muridnya. Saya pikir, mungkin salah satu tradisi di yaman adalah para guru-guru mereka sangat perhatian dengan murid-muridnya sehingga karakter itu sangat melekat dalam diri mereka.

Baca juga: Manusia Langit yang Membumi

Ketika kami memasuki kosan Edo, dengan badan yang besar dan tinggi tentu Ustadz Abdulrahman, sedikit menunduk dan harus menaiki tangga untuk sampai ke lantai 2 tempat kami akan berbincang tepat di samping kamar Edo. Tampak, Edo terus saja merasa tidak enak karena menjamu seorang Ustadz di tempatnya yang kecil, lampu yang seadanya, tidak terang dan tidak pula terlalu gelap. Kursi kecil berjejer rapi di ruang tengah dengan satu meja menghadap sebuah WC.

Saat itulah, perbincangan kami dimulai.

Beliau selalu memantau bagaimana perkembangan kami, kabar terbaru, aktivitas, kejadian-kejadian apa saja yang pernah di jalani. Ada banyak hal yang kami perbincangkan saat itu. Seperti biasa, beliau sangat sedikit mengeluarkan nasehat kecuali jika ada pertanyaan yang harus di jawab. Ia tahu kapan saat yang tepat, untuk menyampaikan dan selalu saja nasehat yang disampaikan padat, ringkat, dan mengena.

Kami memulainya dengan makan malam bersama, tentu menggunakan aplikasi *****. Setelah itu, perbincangan pun dimulai.

Apa isi perbincangan itu? Semoga akan kita sambung lain waktu ya.
Maaf, belum bisa merampungkan tulisannya. InsyaAllah besok kita akan bahas isi perbincangannya. (RSP)

Baca di sini yang apa yang kami perbincangkan : Janji Ilahi dan Pengharapan

Photo Credit: sewa-apartemen

Jakarta, 1 Syaban 1439 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.