Jumat, 12 Januari 2018

Sahabat yang Sholeh


Sudah puluhan tahun berlalu, si otong tampak tidak mengalami perubahan. sekarang umurnya sudah menginjak 18 tahun dan baru masuk semester 1 di perguruan tinggi ternama di jakarta. Belum tampak, tanda-tanda yang berarti dari sikap, cara berpikir, dan tutur katanya. Sang ibu, akhirnya dilema, antara pasrah atau terus mengasah asa di tengah kondisi si buah hati semata wayangnya untuk tampil bak arjuna.

Sahabat, akhir-akhir ini saya sering menerima keluhan para orang tua yang bertanya, bagaimana cara mengubah anaknya agar menjadi anak yang sholeh. ada yang bertanya tipsnya apa? Bagaimana cara keluarga dulu mendidik saya hingga menjadi seperti ini.

Saya hanya ingat beberap hal hingga hari ini. di tengah pergulatan orang tua saya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), sejak kecil saya selalu dikirim ke TPQ, masjid tempat diselenggarakannya baca tulis al-Qur’an. Mulai dari yang dekat dari rumah hingga ke Masjid PKDP di Pasar Purwodadi yang masyoritas orang padang.

Di tengah perjalanan, ketika remaja sahabat itu sangat berperan dalam menentukan aktivitas yang kita jalani. Jika sedang hobi main bola, kami masuk ke klub bola. Hingga hari ini, skill bermain bola saya tidak terlalu buruk. Jika musimnya festival, maka 3 tahun kemudian beralih menjadi pemain musik, rock, hip hop, rap, underground, dsb. Tetapi, akhir masa-masa SMA. Allah pertemukan saya dengan salah satu sahabat yang sholeh yaitu, Ustadz Abdulrahman, Lc. Beliau tamatan yaman yang fokus berdakwah ke pelosok-pelosok desa dan generasi muda.

          Baca juga: Kemenangan butuh Persiapan

Alhamdulillah dari beliau (Ustadz Abdulrahman) hubungan guru dan murid, sudah seperti sahabat. Beberapa minggu yang lalu, ketika beliau sedang berada di Jakarta. Ia mengumpulkan kami (yang pernah belajar) untuk bertemu. Dari beliau saya belajar sosok yang sangat rendah hati, beliau tidak keberatan untuk mendatangi murid-muridnya, berbicara suputar aktivitas yang sedang dilakukan, dan tentu tidak lupa terselip nasehat-nasehat agama. Terkadang satu ayat/ diskusi terkait berbagai fenomena kekinian yang terjadi di masyarakat.

Sosok beliaulah yang menginspirasi saya untuk turut serta menyebarkan agama Allah dengan ilmu dan akhlak yang mulia. Sejak pertama kali kami bertemu, arah hidup saya berubah total. Hingga hari ini, semoga sampai akhir hayat nanti. Saya telah menemukan goal setting yang jelas, terang, kuat, bertenaga, dan dahsyat.

         Baca juga: Sahabatmu Masa Depanmu

Sahabat, sekelumit pelajaran dari perjalanan hidup saya? Mungkin beberapa dari kita juga merasakan. Bahwa hidup ini pilihan, ya kita bisa memilih menjadi siapa pun yang kita mau. Tapi, ingat semua pasti akan ada pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Oleh karena itu, saya gunakan semua sumber daya yang saya miliki hari ini sebagai sarana dan jalan untuk mempersiapkan kepulangan nanti di akhirat yang abadi.

Pelajaran penting lainnya adalah tentang sahabat,

Hadist ini sering kali saya dengar, tetapi dengan pengalaman yang pernah saya jalani, sabda nabi ini begitu hidup dan nyata. Bahwa seorang sahabat membawa pengaruh dalam kehidupan kita. Mempengaruhi cara kita memandang dunia, cara melihat tantangan yang ada, kesulitan yang datang, kemudahan dan kesuksesan yang hadir.

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhori & Muslim).

Mengapa kita memilih dengan baik seorang yang bisa dijadikan sahabat?

» Ibnul Qoyyim berkata: “Bergaul dengan orang sholih itu dapat menghalangimu dari enam perkara (dan membawamu) kepada enam perkara lainnya, yaitu:

(1) Dari keragu-raguan kepada keyakinan.
(2) Dari riya’ (suka pamer dan ingin dipuji) kepada ikhlas (karena Allah semata).
(3) Dari kelalaian kepada dzikrullah (selalu ingat kepada Allah).
(4) Dari sikap tamak terhadap dunia kepada semangat mengejar kehidupan akhirat.
(5) Dari kesombongan kepada sikap tawadhu’ (rendah hati).
(6) Dari niat yang buruk kepada nasehat (yang baik).

Sahabat, ingatlah karakter itu cenderung tidak bisa diajarkan, tetapi ia bisa ditularkan. Seseorang yang memiliki iman yang mendalam, gemar melakukan kebajikan, bahagia dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya, ikhlas dalam berbuat akan menjadi contoh yang baik. Sesuai dengan sebuah ungkapan,

children learn more from what they have seen than from what they have heard

jika Anda/ anak/ keluarga sedang kesulitan dalam berhijrah, berubah untuk menjadi lebih baik, mungkin salah satu solusinya selain kita terus mendoakannya, carikan/ pertemukan mereka dengan orang-orang sholeh.

Jika Anda sudah memiliki harta berharta itu, genggam erat. Karena bisa jadi ia menjadi jalan kita untuk mendapatkan shafaat dari Allah subhanahu wata’ala.

Semoga Allah pertemukan kita dengan orang-orang yang sholeh dan dikumpulkan nanti bersama orang-orang yang sholeh di Jannah-Nya (Firdaus).

Jakarta, 24 Rabiul Akhir 1439 H
Hamba Allah yang selalu mengharap rahmat, ampunan, dan ridho-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.