Sudah puluhan tahun berlalu, si otong
tampak tidak mengalami perubahan. sekarang umurnya sudah menginjak 18 tahun dan
baru masuk semester 1 di perguruan tinggi ternama di jakarta. Belum tampak,
tanda-tanda yang berarti dari sikap, cara berpikir, dan tutur katanya. Sang ibu,
akhirnya dilema, antara pasrah atau terus mengasah asa di tengah kondisi si
buah hati semata wayangnya untuk tampil bak arjuna.
Sahabat, akhir-akhir ini saya sering
menerima keluhan para orang tua yang bertanya, bagaimana cara mengubah anaknya
agar menjadi anak yang sholeh. ada yang bertanya tipsnya apa? Bagaimana cara
keluarga dulu mendidik saya hingga menjadi seperti ini.
Saya hanya ingat beberap hal hingga
hari ini. di tengah pergulatan orang tua saya sebagai Aparatur Sipil Negara
(ASN), sejak kecil saya selalu dikirim ke TPQ, masjid tempat diselenggarakannya
baca tulis al-Qur’an. Mulai dari yang dekat dari rumah hingga ke Masjid PKDP di
Pasar Purwodadi yang masyoritas orang padang.
Di tengah perjalanan, ketika remaja
sahabat itu sangat berperan dalam menentukan aktivitas yang kita jalani. Jika sedang
hobi main bola, kami masuk ke klub bola. Hingga hari ini, skill bermain bola
saya tidak terlalu buruk. Jika musimnya festival, maka 3 tahun kemudian beralih
menjadi pemain musik, rock, hip hop, rap, underground, dsb. Tetapi, akhir
masa-masa SMA. Allah pertemukan saya dengan salah satu sahabat yang sholeh
yaitu, Ustadz Abdulrahman, Lc. Beliau tamatan yaman yang fokus berdakwah ke
pelosok-pelosok desa dan generasi muda.
Baca juga: Kemenangan butuh Persiapan
Alhamdulillah dari beliau (Ustadz
Abdulrahman) hubungan guru dan murid, sudah seperti sahabat. Beberapa minggu
yang lalu, ketika beliau sedang berada di Jakarta. Ia mengumpulkan kami (yang
pernah belajar) untuk bertemu. Dari beliau saya belajar sosok yang sangat
rendah hati, beliau tidak keberatan untuk mendatangi murid-muridnya, berbicara
suputar aktivitas yang sedang dilakukan, dan tentu tidak lupa terselip
nasehat-nasehat agama. Terkadang satu ayat/ diskusi terkait berbagai fenomena
kekinian yang terjadi di masyarakat.
Sosok beliaulah yang menginspirasi
saya untuk turut serta menyebarkan agama Allah dengan ilmu dan akhlak yang
mulia. Sejak pertama kali kami bertemu, arah hidup saya berubah total. Hingga hari
ini, semoga sampai akhir hayat nanti. Saya telah menemukan goal setting
yang jelas, terang, kuat, bertenaga, dan dahsyat.
Baca juga: Sahabatmu Masa Depanmu
Sahabat, sekelumit pelajaran dari
perjalanan hidup saya? Mungkin beberapa dari kita juga merasakan. Bahwa hidup
ini pilihan, ya kita bisa memilih menjadi siapa pun yang kita mau. Tapi, ingat
semua pasti akan ada pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Oleh karena itu,
saya gunakan semua sumber daya yang saya miliki hari ini sebagai sarana dan
jalan untuk mempersiapkan kepulangan nanti di akhirat yang abadi.
Pelajaran penting lainnya adalah
tentang sahabat,
Hadist ini sering kali saya dengar,
tetapi dengan pengalaman yang pernah saya jalani, sabda nabi ini begitu hidup
dan nyata. Bahwa seorang sahabat membawa pengaruh dalam kehidupan kita. Mempengaruhi
cara kita memandang dunia, cara melihat tantangan yang ada, kesulitan yang
datang, kemudahan dan kesuksesan yang hadir.
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu,
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perumpamaan teman
yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang
pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau
engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap
mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan
apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau
asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhori & Muslim).
Mengapa kita memilih dengan baik
seorang yang bisa dijadikan sahabat?
» Ibnul Qoyyim berkata: “Bergaul
dengan orang sholih itu dapat menghalangimu dari enam perkara (dan membawamu)
kepada enam perkara lainnya, yaitu:
(1) Dari keragu-raguan kepada
keyakinan.
(2) Dari riya’ (suka pamer dan ingin
dipuji) kepada ikhlas (karena Allah semata).
(3) Dari kelalaian kepada dzikrullah
(selalu ingat kepada Allah).
(4) Dari sikap tamak terhadap dunia
kepada semangat mengejar kehidupan akhirat.
(5) Dari kesombongan kepada sikap
tawadhu’ (rendah hati).
(6) Dari niat yang buruk kepada
nasehat (yang baik).
Sahabat, ingatlah karakter itu
cenderung tidak bisa diajarkan, tetapi ia bisa ditularkan. Seseorang yang
memiliki iman yang mendalam, gemar melakukan kebajikan, bahagia dalam menuntut
ilmu dan mengamalkannya, ikhlas dalam berbuat akan menjadi contoh yang baik.
Sesuai dengan sebuah ungkapan,
children learn more from what they have seen than from what they have heard
jika Anda/ anak/ keluarga sedang kesulitan dalam
berhijrah, berubah untuk menjadi lebih baik, mungkin salah satu solusinya
selain kita terus mendoakannya, carikan/ pertemukan mereka dengan orang-orang
sholeh.
Jika Anda sudah memiliki harta berharta itu,
genggam erat. Karena bisa jadi ia menjadi jalan kita untuk mendapatkan shafaat
dari Allah subhanahu wata’ala.
Semoga Allah pertemukan kita dengan orang-orang
yang sholeh dan dikumpulkan nanti bersama orang-orang yang sholeh di Jannah-Nya
(Firdaus).
Jakarta, 24 Rabiul Akhir 1439 H
Hamba Allah yang selalu mengharap rahmat, ampunan,
dan ridho-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.