Senin, 08 Januari 2018

Antara Dakwah dan Menikah

Bersama gelapnya malam dan hujan yang mengguyur bumi tidak menyurutkan ratusan pemuda dan pemudi yang memadati Masjid Agung Sunda Kelapa yang terletak di Menteng ini menjelang maghrib sampai pukul 21.00 Wib. Kegiatan yang diselenggarakan setiap jum’at pekan pertama dalam setiap bulan oleh Remaja Islam Sunda Kelapa (Riska) ini selalu ramai apalagi tema yang diangkat seputar menikah.

Fitrahnya manusia, dimana-mana namanya seminar, pelatihan, buku, seputar jodoh menjadi serbuan banyak orang. Tampil sebagai pembicara Ustadz Benri Jaisyurrahman yang membahas tema “Antara Dakwah dan Menikah”. (8/12)

Ustadz Benri mengawali kajiannya dengan mengutip Quran surah At-Taubah ayat 24:
“Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”

Allah sebagai Rabb yang menciptakan manusia sangat mengetahui kecenderungan ciptaan-Nya, untuk itulah Allah menciptakan kita penglihatan, pendengaran, dan hati nurani untuk melihat siapa yang lebih kita utamakan dalam hidup?

Dari ayat di atas kita dapat mengambil pelajaran, ada banyak sekali faktor yang bisa mengalihkan diri seseorang untuk lebih mencintai kepada Allah dan Rasul-Nya, salah satunya adalah istri-istri. Untuk itu, menikah jangan sampai membuat kita merampas hak Allah dan dakwah. Karena manusia yang terbaik adalah manusia yang hidup dalam dakwah. Mengapa dakwah? Allah berfirman dalam Quran surah Asy-Syuraa ayat 13,

Dia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya).

Beberapa pelajaran yang kita dapat dari ayat ini tentang keutamaan dakwah adalah,

Pertama, dakwah adalah pekerjaan para nabi.

Para nabi menjadikan dakwah adalah prioritas utama. Seseorang boleh saja menjadi dokter, insinyur, guru, pedangang/ pengusaha, birokrat, petani, tetapi dakwah tetap menjadi prioritas utama.

Kedua, dakwah membuat umur kita yang singkat, tapi berpeluang meraih pahala yang mengalir deras.

Sahabat, mari kita renungkan umat-umat terdahulu memiliki umur yang panjang, ada yang 950 tahum, sedangkan umur umat Nabi Muhammad shalaullohhu ‘alaihi wassalam hari ini paling lama ada orang yang memiliki umur ratusan tahun, 80, 60 tahun.

Ketiga, dakwah menurut para ulama merupakan kumpulan segala kebaikan

Mengapa disebutkan kumpulan segala kebaikan? Karena bukan hanya ia berusaha memperbaiki orang lain, tetapi dengan dakwah ia memperbaiki dirinya sendiri. Orang yang berdakwah, tetapi selalu memperbaharui imannya, memperbaharui ilmunya, berusaha mengamalkan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Sahabat, banyak yang bertanya bagaimana cara agar istiqomah di tengah zaman yang penuh gejolak, syubhat, syahwat, berseliweran di sekeliling kita hari ini? maka jawaban terbaiknya adalah berdakwah. Karena sebaik-baik tobat adalah berdakwah. 

     Baca juga: Apa Sebenarnya Problematika yang dihadapi Umat Islam saat ini?

Bagaimana jika tidak berdakwah? Saya cukup tobat saja. Sahabatku yang saat ini sedang bersungguh-sungguh untuk taat kepada Allah dan rasul-Nya, jika kita tidak ambil bagian dari kerja dakwah ini maka, seseorang akan mudah kembali kepada keburukan. Bukankah semua manusia tidak terlepas dari dosa? Benar, tapi bagi orang yang menjadikan dakwah sebagai pilihan hidupnya maka, peluangnya untuk berbuat buruk/ kembali kepada masa lalunya yang kelam semakin kecil.

Keempat, Dakwah salah satu cara menjaga diri

Dengan dakwah, kita bisa membalas semua keburukan yang telah kita lakukan di masa lalu untuk kembali kepada jati diri kita yang sesungguhnya menjadi hamba Allah. Minimal ikutilah orang-orang yang gemar menebar dakwah, agar kita memiliki lingkungan yang kondusif untuk senantiasa taat.

Sahabat, jika seseorang selalu dimaklumi karena melakukan dosa itu pertanda celaka. Sampai kapan mau dimaklumi? Jika anak-anak okelah, karena akal mereka belum sempurna, tetapi setiap kita bertumbuh semakin hari semakin dewasa, banyak pengalaman hidup, penglihatan, dan merasakan bagaimana rasanya hidup jauh dari bimbingan ilahi.

Kelima, Dakwah cara menyelamatkan bumi dari bencana.

Bencana lingkungan bukan hanya terjadi karena buruknya drainase lingkungan, pembuangan sampah sembarangan, tetapi ada kaitannya dengan ketaatan suatu penduduk terhadap Tuhannya. Beberapa ayat yang berbicara tentang hubungan antara bencana dengan sikap manusia dalam beragama. Seperti Q.S. Al-A’raf: ayat 73 dan 85, 

“Dan (Kami Telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya Telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman". (Q.S. Al-A’raf: 85).

Apa akibatnya jika mereka melanggar?
  
“Kemudian mereka ditimpa gempa, Maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka” (Q.S. Al-A’raf: 91).

Dari kedua ayat di atas, khsuusnya Q.S. Al-A’raf ayat 85 menurut menurut Hamka dalam Tafsirnya Al-Azhar ketika menafsirkan ayat ini, Nabi Syu’aib menyeru kaumnya, pertama, kembali kepada Allah yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Kedua, membina kejujuran dan jangan merugikan orang lain, dan jangan mengusut bumi yang sudah selesai, atau hubungan (relasi) yang telah teratur (stabil).

Ada juga kisah Kaum Nabi Nuh yang dibinasakan dengan bencana banjir dan angin topan,
“Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya, Maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Ankabut: 14)

Tampak jelas dari kisah umat terdahulu yang disebutkan diatas bahwa, penyebab bencana yang membinasakan mereka adalah karena dosa-dosa mereka dalam bentuk : Kesyirikan, Kekufuran, serta Maksiat, serta kegiatan ekonomi yang tidak berdasar pada kejujuran.

Makanya, para ulama terdahulu membahas dakwah bukan hanya dari sisi hukumnya, tetapi karena kelaziman seseorang yang jika mendapatkan nikmat cenderung untuk menonjolkannya, berekspresi, spontan memberi tahu orang. Begitu juga terhadap nikmat islam hendaknya seseorang juga berani (unjuk ekspresi). Adakah nikmat yang lebih maknyus dari nikmat islam? Nikmat iman? Nikmatnya menganal Allah dan menteladani rasul-Nya?
***

Kembali ke topik menikah sahabat, Ustadz Benri mengingatkan bahwa salah satu peran agama adalah mengenalikan syahwat (dengan jalan menikah) jika belum ya puasa, dengan menikah sebagai sarana melakukan kebaikan. Menikah asalnya mubah, bisa berubah makruh, sunnah, wajib, dan haram tergantung kondisi. Sehingga, diharapkan dalam pernikahan mereka yang melakukan kebaikan itu turut serta dalam memperbaiki masyarakat.

        Baca juga: Memperkuat Institusi Keluarga

Berdasarkan pentingnya dakwah dalam kehidupan umat manusia, maka mencari patner untuk melangkah dalam dakwah menjadi penting. Lalu Ustadz Benri memberikan kisah tentang Najmudin Ayub (Ceritanya sedikit saya ubah sesuai dalam Majmu’ah Thalibatul ‘ilmi)

Najmuddin Ayyub (amir Tikrit) belum juga menikah dalam tempo yang lama. Maka bertanyalah sang saudara Asaduddin Syirkuh kepadanya: “Wahai saudaraku, kenapa engkau belum juga menikah?”

Najmuddin menjawab: “Aku belum menemukan seorang pun yang cocok untukku.”

“Maukah aku pinangkan seorang wanita untukmu?” tawar Asaduddin.

“Siapa?” Tandasnya.

“Puteri Malik Syah, anak Sulthan Muhammad bin Malik Syah Suthan Bani Saljuk atau puteri menteri Malik,” jawab asaduddin.

“Mereka semua tidak cocok untukku” tegas Najmuddin kepadanya.

Ia pun terheran, lalu kembali bertanya kepadanya: “Lantas siapa yang cocok untukmu?”

Najmuddin menjawab: “Aku menginginkan wanita shalehah yang akan menggandeng tanganku menuju jannah dan akan melahirkan seorang anak yang ia didik dengan baik hingga menjadi seorang pemuda dan ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.”

Ini merupakan mimpinya.

Asaduddin pun tak merasa heran dengan ucapan saudaranya tersebut. Ia bertanya kepadanya: “Terus dari mana engkau akan mendapatkan wanita seperti ini?”

“Barang siapa yang mengikhlaskan niatnya hanya kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepadanya,” jawab Najmuddin.

Suatu hari, Najmuddin duduk bersama salah seorang syaikh di masjid di kota Tikrit berbincang-bincang. Lalu datanglah seorang pemudi memanggil syaikh tersebut dari balik tabir sehingga ia memohon izin dari Najmuddin guna berbicara dengan sang pemudi. Najmuddin mendengar pembicaraan sang syaikh dengan si pemudi. Syaikh itu berkata kepada si pemudi: “Mengapa engkau menolak pemuda yang aku utus ke rumahmu untuk meminangmu?”

Pemudi itu menjawab: “Wahai syaikh, ia adalah sebaik-baik pemuda yang memiliki ketampanan dan kedudukan, akan tetapi ia tidak cocok untukku.”

“Lalu apa yang kamu inginkan?” Tanya syaikh.

Ia menjawab: “Tuanku asy-syaikh, aku menginginkan seorang pemuda yang akan menggandeng tanganku menuju jannah dan aku akan melahirkan seorang anak darinya yang akan menjadi seorang ksatria yang bakal mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.”

Allahu Akbar, satu ucapan yang persis dilontarkan oleh Najmuddin kepada saudaranya Asaduddin.

Ia menolak puteri Sulthan dan puteri menteri bersamaan dengan kedudukan dan kecantikan yang mereka miliki.

Demikian juga dengan sang pemudi, ia menolak pemuda yang memiliki kedudukan, ketampanan, dan harta.
Semua ini dilakukan demi apa? Keduanya mengidamkan sosok yang dapat menggandeng tangannya menuju jannah dan melahirkan seorang ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.

Bangkitlah Najmuddin seraya memanggil syaikh tersebut, “wahai Syaikh aku ingin menikahi pemudi ini.”

“Tapi ia seorang wanita fakir dari kampung,” jawab asy-syaikh.

“Wanita ini yang saya idamkan.” tegas Najmuddin.

Maka menikahlah Najmuddin Ayyub dengan sang pemudi. Dan dengan perbuatan, barang siapa yang mengikhlaskan niat, pasti Allah akan berikan rezeki atas niatnya tersebut.

Maka Allah mengaruniakan seorang putera kepada Najmuddin yang akan menjadi sosok ksatria yang bakal mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin. Ketahuilah, ksatria itu adalah Shalahuddin al-Ayyubi.
***

“Menikah jangan sampai mengalihkan penglihatan kita tentang misi utama yang menyebabkan kita lalai. Menikah itu memang manis tapi jangan sampai jadi diabetes, karena berlebih-lebihan dan mengabaikan dakwah.” tandas Ustadz Bendri sambil tersenyum.

Sahabat, pada dasarnya roh-roh manusia akan kumpul sesuai sifatnya. anda bisa saja usianya muda, tapi jika seseorang memiliki akhlak, visi yang jauh, selera tinggi, fokus pada pertumbuhan diri, memperbaiki masyarakat, maka ia akan bertemu dan berkumpul dengan orang serupa.

Terakhir, ustadz Bendri memberikan tips dalam memilih patner, “Jika visi seseorang dakwah, tentu pasangan yang dicari adalah aktivis dakwah. Bagaimana cara memilihnya? Pertama, dilihat dari tujuan hidupnya. Kedua, visi akhirat (Q.S. Al-Qasas: 77), ketiga, jangan lupa dunia (salah satunya menikah).”


Jika tidak bisa berjibaku di dakwah? Mungkin karena ia bukan aktivis dakwah, minimal pasangan kita (Istri/ suami) bisa menambah energi agar tetap berdakwah (kenyamanan psikis) seperti khadijah dan Nabi Muhammad shalaullohhu ‘alaihi wassalam. Walaupun khadijah lebih fokus menjadi pengusaha/ saudagar, sedangkan nabi berdakwah. Tetapi, khadijah radhiallahhu 'anha selalu membesarkan jiwa suaminya untuk selalu bersabar dalam berdakwah, kata-kata, wajahnya selalu menyejukkan hati nabi. begitu juga kisah  cinta Buya Hamka dan Istrinya. Karena hijrah, tidak bisa sendiri-sendiri sahabat.

Semoga Allah mengkaruniakanmu pasangan yang sholeh/ sholehan yang dapat bergandengan tangan dalam memuliakan dan mendakwahkan agama Allah dimana pun kita berada.

Bersambung...

Photo Credit: islamkafah

Jakarta, 18 Rabiul Akhir 1439 H.
Hamba Allah yang selalu mengharapkan ampunan, rahmat, dan ridho-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.