Bersama gelapnya
malam dan hujan yang mengguyur bumi tidak menyurutkan ratusan pemuda dan pemudi
yang memadati Masjid Agung Sunda Kelapa yang terletak di Menteng ini menjelang
maghrib sampai pukul 21.00 Wib. Kegiatan yang diselenggarakan setiap jum’at
pekan pertama dalam setiap bulan oleh Remaja Islam Sunda Kelapa (Riska) ini
selalu ramai apalagi tema yang diangkat seputar menikah.
Bencana
lingkungan bukan hanya terjadi karena buruknya drainase lingkungan, pembuangan
sampah sembarangan, tetapi ada kaitannya dengan ketaatan suatu penduduk
terhadap Tuhannya. Beberapa ayat yang berbicara tentang hubungan antara bencana
dengan sikap manusia dalam beragama. Seperti Q.S. Al-A’raf: ayat 73 dan 85,
“Dan
(Kami Telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan
saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya Telah datang
kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan
timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu
orang-orang yang beriman". (Q.S. Al-A’raf: 85).
Apa akibatnya jika mereka melanggar?
“Kemudian mereka ditimpa gempa, Maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka” (Q.S. Al-A’raf: 91).
Dari
kedua ayat di atas, khsuusnya Q.S. Al-A’raf ayat 85 menurut menurut Hamka dalam
Tafsirnya Al-Azhar ketika menafsirkan
ayat ini, Nabi Syu’aib menyeru kaumnya, pertama, kembali kepada Allah yang Esa,
tidak ada Tuhan selain Dia. Kedua, membina kejujuran dan jangan merugikan orang
lain, dan jangan mengusut bumi yang sudah selesai, atau hubungan (relasi) yang
telah teratur (stabil).
Ada juga
kisah Kaum Nabi Nuh yang dibinasakan dengan bencana banjir dan angin topan,
Fitrahnya manusia,
dimana-mana namanya seminar, pelatihan, buku, seputar jodoh menjadi serbuan
banyak orang. Tampil sebagai pembicara Ustadz Benri Jaisyurrahman yang membahas
tema “Antara Dakwah dan Menikah”. (8/12)
Ustadz Benri
mengawali kajiannya dengan mengutip Quran surah At-Taubah ayat 24:
“Katakanlah:
"Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu
cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang fasik.”
Allah sebagai Rabb
yang menciptakan manusia sangat mengetahui kecenderungan ciptaan-Nya, untuk
itulah Allah menciptakan kita penglihatan, pendengaran, dan hati nurani untuk
melihat siapa yang lebih kita utamakan dalam hidup?
Dari ayat di atas
kita dapat mengambil pelajaran, ada banyak sekali faktor yang bisa mengalihkan
diri seseorang untuk lebih mencintai kepada Allah dan Rasul-Nya, salah satunya
adalah istri-istri. Untuk itu, menikah jangan sampai membuat kita merampas hak
Allah dan dakwah. Karena manusia yang terbaik adalah manusia yang hidup dalam
dakwah. Mengapa dakwah? Allah berfirman dalam Quran surah Asy-Syuraa ayat 13,
Dia telah mensyariatkan
kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah
Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa
dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.
Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk
kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
Beberapa pelajaran
yang kita dapat dari ayat ini tentang keutamaan dakwah adalah,
Pertama, dakwah
adalah pekerjaan para nabi.
Para nabi
menjadikan dakwah adalah prioritas utama. Seseorang boleh saja menjadi dokter,
insinyur, guru, pedangang/ pengusaha, birokrat, petani, tetapi dakwah tetap
menjadi prioritas utama.
Kedua, dakwah
membuat umur kita yang singkat, tapi berpeluang meraih pahala yang mengalir
deras.
Sahabat, mari kita
renungkan umat-umat terdahulu memiliki umur yang panjang, ada yang 950 tahum,
sedangkan umur umat Nabi Muhammad shalaullohhu ‘alaihi wassalam hari ini
paling lama ada orang yang memiliki umur ratusan tahun, 80, 60 tahun.
Ketiga, dakwah
menurut para ulama merupakan kumpulan segala kebaikan
Mengapa disebutkan
kumpulan segala kebaikan? Karena bukan hanya ia berusaha memperbaiki orang
lain, tetapi dengan dakwah ia memperbaiki dirinya sendiri. Orang yang
berdakwah, tetapi selalu memperbaharui imannya, memperbaharui ilmunya, berusaha
mengamalkan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sahabat, banyak
yang bertanya bagaimana cara agar istiqomah di tengah zaman yang penuh gejolak,
syubhat, syahwat, berseliweran di sekeliling kita hari ini? maka jawaban
terbaiknya adalah berdakwah. Karena sebaik-baik tobat adalah berdakwah.
Baca juga: Apa Sebenarnya Problematika yang dihadapi Umat Islam saat ini?
Baca juga: Apa Sebenarnya Problematika yang dihadapi Umat Islam saat ini?
Bagaimana jika
tidak berdakwah? Saya cukup tobat saja. Sahabatku yang saat ini sedang bersungguh-sungguh
untuk taat kepada Allah dan rasul-Nya, jika kita tidak ambil bagian dari kerja
dakwah ini maka, seseorang akan mudah kembali kepada keburukan. Bukankah semua
manusia tidak terlepas dari dosa? Benar, tapi bagi orang yang menjadikan dakwah
sebagai pilihan hidupnya maka, peluangnya untuk berbuat buruk/ kembali kepada
masa lalunya yang kelam semakin kecil.
Keempat, Dakwah
salah satu cara menjaga diri
Dengan dakwah, kita
bisa membalas semua keburukan yang telah kita lakukan di masa lalu untuk
kembali kepada jati diri kita yang sesungguhnya menjadi hamba Allah. Minimal ikutilah
orang-orang yang gemar menebar dakwah, agar kita memiliki lingkungan yang
kondusif untuk senantiasa taat.
Sahabat, jika
seseorang selalu dimaklumi karena melakukan dosa itu pertanda celaka. Sampai kapan
mau dimaklumi? Jika anak-anak okelah, karena akal mereka belum sempurna, tetapi
setiap kita bertumbuh semakin hari semakin dewasa, banyak pengalaman hidup,
penglihatan, dan merasakan bagaimana rasanya hidup jauh dari bimbingan ilahi.
Kelima, Dakwah cara
menyelamatkan bumi dari bencana.
Apa akibatnya jika mereka melanggar?
“Kemudian mereka ditimpa gempa, Maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka” (Q.S. Al-A’raf: 91).
“Dan
Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya, Maka ia tinggal di antara
mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar,
dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (Q.S.
Al-Ankabut: 14)
Tampak jelas dari kisah
umat terdahulu yang disebutkan diatas bahwa, penyebab bencana yang membinasakan
mereka adalah karena dosa-dosa mereka dalam bentuk : Kesyirikan, Kekufuran,
serta Maksiat, serta kegiatan ekonomi yang tidak berdasar pada kejujuran.
Makanya, para ulama terdahulu membahas dakwah bukan hanya dari sisi
hukumnya, tetapi karena kelaziman seseorang yang jika mendapatkan nikmat
cenderung untuk menonjolkannya, berekspresi, spontan memberi tahu orang. Begitu
juga terhadap nikmat islam hendaknya seseorang juga berani (unjuk ekspresi). Adakah
nikmat yang lebih maknyus dari nikmat islam? Nikmat iman? Nikmatnya menganal
Allah dan menteladani rasul-Nya?
***
Kembali ke
topik menikah sahabat, Ustadz Benri mengingatkan bahwa salah satu peran agama
adalah mengenalikan syahwat (dengan jalan menikah) jika belum ya puasa, dengan
menikah sebagai sarana melakukan kebaikan. Menikah asalnya mubah, bisa berubah
makruh, sunnah, wajib, dan haram tergantung kondisi. Sehingga, diharapkan dalam
pernikahan mereka yang melakukan kebaikan itu turut serta dalam memperbaiki
masyarakat.
Baca juga: Memperkuat Institusi Keluarga
Baca juga: Memperkuat Institusi Keluarga
Berdasarkan
pentingnya dakwah dalam kehidupan umat manusia, maka mencari patner untuk
melangkah dalam dakwah menjadi penting. Lalu Ustadz Benri memberikan kisah
tentang Najmudin Ayub (Ceritanya sedikit saya ubah sesuai dalam Majmu’ah
Thalibatul ‘ilmi)
Najmuddin
Ayyub (amir Tikrit) belum juga menikah dalam tempo yang lama. Maka bertanyalah
sang saudara Asaduddin Syirkuh kepadanya: “Wahai saudaraku, kenapa engkau
belum juga menikah?”
Najmuddin
menjawab: “Aku belum menemukan seorang pun yang cocok untukku.”
“Maukah
aku pinangkan seorang wanita untukmu?” tawar Asaduddin.
“Siapa?”
Tandasnya.
“Puteri
Malik Syah, anak Sulthan Muhammad bin Malik Syah Suthan Bani Saljuk atau puteri
menteri Malik,” jawab asaduddin.
“Mereka
semua tidak cocok untukku” tegas Najmuddin kepadanya.
Ia pun
terheran, lalu kembali bertanya kepadanya: “Lantas siapa yang cocok
untukmu?”
Najmuddin
menjawab: “Aku menginginkan wanita shalehah yang akan menggandeng tanganku
menuju jannah dan akan melahirkan seorang anak yang ia didik dengan baik hingga
menjadi seorang pemuda dan ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke
dalam pangkuan kaum muslimin.”
Ini
merupakan mimpinya.
Asaduddin
pun tak merasa heran dengan ucapan saudaranya tersebut. Ia bertanya kepadanya:
“Terus dari mana engkau akan mendapatkan wanita seperti ini?”
“Barang
siapa yang mengikhlaskan niatnya hanya kepada Allah, niscaya Allah akan
memberikan rezeki kepadanya,” jawab Najmuddin.
Suatu
hari, Najmuddin duduk bersama salah seorang syaikh di masjid di kota Tikrit
berbincang-bincang. Lalu datanglah seorang pemudi memanggil syaikh tersebut
dari balik tabir sehingga ia memohon izin dari Najmuddin guna berbicara dengan
sang pemudi. Najmuddin mendengar pembicaraan sang syaikh dengan si pemudi.
Syaikh itu berkata kepada si pemudi: “Mengapa engkau menolak pemuda yang aku
utus ke rumahmu untuk meminangmu?”
Pemudi
itu menjawab: “Wahai syaikh, ia adalah sebaik-baik pemuda yang memiliki
ketampanan dan kedudukan, akan tetapi ia tidak cocok untukku.”
“Lalu
apa yang kamu inginkan?” Tanya syaikh.
Ia
menjawab: “Tuanku asy-syaikh, aku menginginkan seorang pemuda yang akan
menggandeng tanganku menuju jannah dan aku akan melahirkan seorang anak darinya
yang akan menjadi seorang ksatria yang bakal mengembalikan Baitul Maqdis ke
dalam pangkuan kaum muslimin.”
Allahu
Akbar, satu ucapan yang persis dilontarkan oleh Najmuddin kepada saudaranya
Asaduddin.
Ia
menolak puteri Sulthan dan puteri menteri bersamaan dengan kedudukan dan
kecantikan yang mereka miliki.
Demikian
juga dengan sang pemudi, ia menolak pemuda yang memiliki kedudukan, ketampanan,
dan harta.
Semua
ini dilakukan demi apa? Keduanya mengidamkan sosok yang dapat menggandeng
tangannya menuju jannah dan melahirkan seorang ksatria yang akan mengembalikan
Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.
Bangkitlah
Najmuddin seraya memanggil syaikh tersebut, “wahai Syaikh aku ingin menikahi
pemudi ini.”
“Tapi ia
seorang wanita fakir dari kampung,” jawab asy-syaikh.
“Wanita
ini yang saya idamkan.” tegas Najmuddin.
Maka
menikahlah Najmuddin Ayyub dengan sang pemudi. Dan dengan perbuatan, barang
siapa yang mengikhlaskan niat, pasti Allah akan berikan rezeki atas niatnya
tersebut.
Maka
Allah mengaruniakan seorang putera kepada Najmuddin yang akan menjadi sosok
ksatria yang bakal mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.
Ketahuilah, ksatria itu adalah Shalahuddin al-Ayyubi.
***
“Menikah
jangan sampai mengalihkan penglihatan kita tentang misi utama yang menyebabkan
kita lalai. Menikah itu memang manis tapi jangan sampai jadi diabetes, karena
berlebih-lebihan dan mengabaikan dakwah.” tandas Ustadz Bendri
sambil tersenyum.
Sahabat,
pada dasarnya roh-roh manusia akan kumpul sesuai sifatnya. anda bisa saja
usianya muda, tapi jika seseorang memiliki akhlak, visi yang jauh, selera
tinggi, fokus pada pertumbuhan diri, memperbaiki masyarakat, maka ia akan
bertemu dan berkumpul dengan orang serupa.
Terakhir,
ustadz Bendri memberikan tips dalam memilih patner, “Jika visi seseorang
dakwah, tentu pasangan yang dicari adalah aktivis dakwah. Bagaimana cara
memilihnya? Pertama, dilihat dari tujuan hidupnya. Kedua, visi akhirat (Q.S.
Al-Qasas: 77), ketiga, jangan lupa dunia (salah satunya menikah).”
Jika
tidak bisa berjibaku di dakwah? Mungkin karena ia bukan aktivis dakwah, minimal
pasangan kita (Istri/ suami) bisa menambah energi agar tetap berdakwah
(kenyamanan psikis) seperti khadijah dan Nabi Muhammad shalaullohhu ‘alaihi
wassalam. Walaupun khadijah lebih fokus menjadi pengusaha/ saudagar,
sedangkan nabi berdakwah. Tetapi, khadijah radhiallahhu 'anha selalu membesarkan jiwa
suaminya untuk selalu bersabar dalam berdakwah, kata-kata, wajahnya selalu
menyejukkan hati nabi. begitu juga kisah cinta Buya Hamka dan Istrinya. Karena hijrah, tidak bisa sendiri-sendiri sahabat.
Semoga
Allah mengkaruniakanmu pasangan yang sholeh/ sholehan yang dapat bergandengan
tangan dalam memuliakan dan mendakwahkan agama Allah dimana pun kita berada.
Bersambung...
Photo Credit: islamkafah
Bersambung...
Photo Credit: islamkafah
Jakarta,
18 Rabiul Akhir 1439 H.
Hamba Allah
yang selalu mengharapkan ampunan, rahmat, dan ridho-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.