Kamis, 04 Januari 2018

Sepatu Pak Tua

Pagi yang cerah seiring dengan terbitnya mentari pagi yang mengeluarkan sinar lembutnya ke seluruh penjuru bumi. Seorang bapak tua pada suatu hari hendak berpergian naik bus kota. tampaknya ia sedang terburu-buru dengan tali sepatu yang longgar.

Saat menginjakkan kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Sayang, pintu tertutup dan bus segera berlari cepat. Bus ini hanya akan berhenti di halte berikutnya yang jaraknya cukup jauh sehingga ia tak dapat memungut sepatu yang terlepas tadi. Melihat kenyataan itu, si bapak tua itu dengan tenang melepas sepatunya yang sebelah dan melemparkannya ke luar jendela.

Seorang pemuda yang duduk dalam bus tercengang, dan bertanya pada si bapak tua “Mengapa bapak melemparkan sepatu bapak yang sebelah juga?” Bapak tua itu menjawab dengan tenang, “supaya siapa pun yang menemukan sepatuku bisa memanfaatkannya.”

Sahabat, apakah kamu pernah melakukan seperti bapak tua itu?

Bapak tua dalam cerita di atas adalah contoh orang yang bebas dan merdeka. Ia telah berhasil melepaskan keterikatannya pada benda. Ia berbeda dengan kebanyakan orang yang mempertahankan sesuatu semata-mata karena ingin memilikinya, atau karena tidak ingin orang lain memilikinya.

Sikap mempertahankan sesuatu, termasuk mempertahankan sesuatu yang tidak bermanfaat lagi adalah akar dari ketamakan. Penyebab tamak adalah kecintaan yang berlebihan pada harta benda. Kecintaan ini melahirkan keterkaitan atau kemelekatan. Kalau Anda sudah terikat dengan sesuatu, Anda akan mengidentifikasikan diri Anda dengan sesuatu itu. Anda bahkan dapat menyamakan kebahagiaan Anda dengan memiliki benda tersebut. kalau demikian, Anda pasti sulit memberikan apapun yang Anda miliki karena hal itu bisa berarti kehilangan sebagaian kebahagiaan Anda.
Kalau kita pikirkan lebih dalam lagi ketamakan sebenarnya berasal dari pikiran dan paradigma kita yang salah terhadap harta benda. Kita sering menanggap harta kita sebagai milik kita. Pikiran ini salah. Harta kita bukanlah milih kita. Ia hanyalah titipan dan amanah yang suatu ketika harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban kita adalah sejauh mana kita bisa menjaga dan memanfaatkannya.

Pera kita dalam hidup ini hanyalah menjadi media dan perantara. Semuanya adalah milik Allah dan suatu ketika akan kembali kepada-Nya. Allah telah menitipkan banyak hal kepada kita: harta benda, kekayaan, pasangan hidup, anak-anak, dan sebagainya. Tugas kita adalah menjaga manah ini dengan baik, termasuk meneruskan pada siapa saja yang membutuhkannya.

Paradigma yang terakhir ini akan membuat kita menyikapi masalah secara berbeda. Kalau biasanya Anda merasa terganggu begitu ada orang yang membutuhkan bantuan, sekarang Anda justru merasa bersyukur. Kenapa? Karena Anda melihat hal itu sebagai kesempatan untuk menjadi “Perpanjangan tangan” Allah. Anda tidak merasa  terganggu karena tahu bahwa tugas Anda hanyalah meneruskan “titipan” Allah untuk membantu orang yang sedang kesulitan.

Cara berpikir seperti ini akan melahirkan hidup yang berkelimpahan dan penuh anugrah bagi kita dan lingkungan sekitar. Hidup seperti ini adalah hidup yang senantiasa bertambah dan tak pernah berkurang. Semua orang akan merasa menang, tak ada yang kalah. Demikian Allah, mengajarkan kita tentang salah satu prinsip alam semesta. Setiap energi yang kita keluarkan, tidak akan pernah hilang tapi akan berubah bentuk. Semua unsur-unsurnya bersinergi, menghasilkan kemenangan bagi semua pihak.

renungkanlah seuntai puisi dari orang bijak berikut ini:
“Enkgau tidak pernah memiliki sesuatu
Engkau haya memegangnya sebentar
Kalau engkau tak dapat melepaskannya,
Engkau akan terbelenggu  olehnya.
Apa saja hartamu,
Harta itu harus kau pegang dengan tanganmu
Seperti engkau menggenggam air.
Genggamlah erat-erat dan harta itu lepas.
Akulah itu sebagai milikmu dan
Engkau mencemarkannya.
Lepaskanlah,
Dan semua itu menjadi milikmu selama-lamanya.

Photo Credit: shadowed-mind

Terima Kasih kisahnya Kak Ali Sadikin.  (Alm) 

Jakarta, 17 Rabiul Akhir 1439 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.