Pagi yang cerah
seiring dengan terbitnya mentari pagi yang mengeluarkan sinar lembutnya ke
seluruh penjuru bumi. Seorang bapak tua pada suatu hari hendak berpergian naik
bus kota. tampaknya ia sedang terburu-buru dengan tali sepatu yang longgar.
Saat menginjakkan
kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Sayang,
pintu tertutup dan bus segera berlari cepat. Bus ini hanya akan berhenti di
halte berikutnya yang jaraknya cukup jauh sehingga ia tak dapat memungut sepatu
yang terlepas tadi. Melihat kenyataan itu, si bapak tua itu dengan tenang
melepas sepatunya yang sebelah dan melemparkannya ke luar jendela.
Seorang pemuda yang
duduk dalam bus tercengang, dan bertanya pada si bapak tua “Mengapa bapak
melemparkan sepatu bapak yang sebelah juga?” Bapak tua itu menjawab dengan
tenang, “supaya siapa pun yang menemukan sepatuku bisa memanfaatkannya.”
Sahabat, apakah
kamu pernah melakukan seperti bapak tua itu?
Bapak tua dalam
cerita di atas adalah contoh orang yang bebas dan merdeka. Ia telah berhasil
melepaskan keterikatannya pada benda. Ia berbeda dengan kebanyakan orang yang
mempertahankan sesuatu semata-mata karena ingin memilikinya, atau karena tidak
ingin orang lain memilikinya.
Sikap mempertahankan
sesuatu, termasuk mempertahankan sesuatu yang tidak bermanfaat lagi adalah akar
dari ketamakan. Penyebab tamak adalah kecintaan yang berlebihan pada harta
benda. Kecintaan ini melahirkan keterkaitan atau kemelekatan. Kalau Anda sudah
terikat dengan sesuatu, Anda akan mengidentifikasikan diri Anda dengan sesuatu
itu. Anda bahkan dapat menyamakan kebahagiaan Anda dengan memiliki benda
tersebut. kalau demikian, Anda pasti sulit memberikan apapun yang Anda miliki
karena hal itu bisa berarti kehilangan sebagaian kebahagiaan Anda.
Kalau kita pikirkan
lebih dalam lagi ketamakan sebenarnya berasal dari pikiran dan paradigma kita
yang salah terhadap harta benda. Kita sering menanggap harta kita sebagai milik
kita. Pikiran ini salah. Harta kita bukanlah milih kita. Ia hanyalah titipan
dan amanah yang suatu ketika harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban kita
adalah sejauh mana kita bisa menjaga dan memanfaatkannya.
Pera kita dalam
hidup ini hanyalah menjadi media dan perantara. Semuanya adalah milik Allah dan
suatu ketika akan kembali kepada-Nya. Allah telah menitipkan banyak hal kepada
kita: harta benda, kekayaan, pasangan hidup, anak-anak, dan sebagainya. Tugas kita
adalah menjaga manah ini dengan baik, termasuk meneruskan pada siapa saja yang
membutuhkannya.
Paradigma yang
terakhir ini akan membuat kita menyikapi masalah secara berbeda. Kalau biasanya
Anda merasa terganggu begitu ada orang yang membutuhkan bantuan, sekarang Anda
justru merasa bersyukur. Kenapa? Karena Anda melihat hal itu sebagai kesempatan
untuk menjadi “Perpanjangan tangan” Allah. Anda tidak merasa terganggu karena tahu bahwa tugas Anda
hanyalah meneruskan “titipan” Allah untuk membantu orang yang sedang kesulitan.
Cara berpikir
seperti ini akan melahirkan hidup yang berkelimpahan dan penuh anugrah bagi
kita dan lingkungan sekitar. Hidup seperti ini adalah hidup yang senantiasa
bertambah dan tak pernah berkurang. Semua orang akan merasa menang, tak ada
yang kalah. Demikian Allah, mengajarkan kita tentang salah satu prinsip alam
semesta. Setiap energi yang kita keluarkan, tidak akan pernah hilang tapi akan
berubah bentuk. Semua unsur-unsurnya bersinergi, menghasilkan kemenangan bagi
semua pihak.
renungkanlah
seuntai puisi dari orang bijak berikut ini:
“Enkgau
tidak pernah memiliki sesuatu
Engkau haya
memegangnya sebentar
Kalau engkau
tak dapat melepaskannya,
Engkau akan
terbelenggu olehnya.
Apa saja
hartamu,
Harta itu
harus kau pegang dengan tanganmu
Seperti engkau
menggenggam air.
Genggamlah erat-erat
dan harta itu lepas.
Akulah itu
sebagai milikmu dan
Engkau mencemarkannya.
Lepaskanlah,
Dan semua
itu menjadi milikmu selama-lamanya.
Photo Credit: shadowed-mind
Terima Kasih kisahnya Kak Ali Sadikin. (Alm)
Jakarta, 17 Rabiul Akhir 1439 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.