Berada di arus materealisme membuat banyak
manusia kehilangan tujuan. Jakarta memang banyak menjanjikan masa depan bagi
sebagian orang, karena pusat ekonomi mengalir deras membuat penghuninya
sebagian terbawa arus dan sedikit yang bisa mengendalikannya dengan bijak.
Sahabat, tahukah kita yang membuat hati tidak pernah merasa puas dan kurang terus-menerus adalah salah satunya salah pergaulan. Memang benar, bergaul dengan orang-orang yang kaya bisa menularkan kebiasaan positif agar kita lebih melek finansial dan tahu cara-cara terbaik dalam memulai bisnis yang jitu.
Ibu kota Indonesia dengan kegemerlapannya
menyimpan tawa dan rindu yang lebih mendalam daripada sekedar rumah mewah,
makan enak, fashion yang uptudate. Sebagian orang yang benar-benar kaya dan
telah merasakan manisnya dunia telah merasakan jenuhnya dengan kehidupan
seperti itu.
Saya banyak menemukan, mendengar, dan melihat
bagaimana ambisi dunia telah membutakan mata, mentulikan telinga, dan
menumpulkan hati nurani manusia untuk saling peduli dan menganggap manusia
sebagai makhluk Alloh yang berhak dihormati dan dijaga perasaannya.
Salah satu orang yang hidup di tengah ambisi
pernah bertutur lembut merasa sedikit minder suatu hari. Beliau merasa aneh di
tengah komunitas kerjanya. Orang-orang tiba-tiba jadi sedikit gila. Saling sikut
dan menerjang aturan. Orang-orang yang berada di puncak kenikmatan dunia pasti
pernah merasakannya.
Baca juga : Kata-Kata Terakhir Steve Jobs
Bagaimana Solusinya?
‘Aun bin Abdillah bin Mas’ud putra salah seorang
sahabat yang mulia, dia bertutur, “Aku
pernah dalam beberapa masa berteman dengan orang-orang kaya dan akupun tidak
mendapati orang yang lebih gundah hatinya daripada diriku sendiri ketika aku
menjumpai orang yang lebih bagus pakaiannya daripada aku, lebih harum
parfumnya, maka aku pun beralih menemani orang-orang yang miskin maka setelah
itu hidupku penuh dengan kenyamanan”. (Shifatusshawfah 2/57)
Sahabat, tahukah kita yang membuat hati tidak pernah merasa puas dan kurang terus-menerus adalah salah satunya salah pergaulan. Memang benar, bergaul dengan orang-orang yang kaya bisa menularkan kebiasaan positif agar kita lebih melek finansial dan tahu cara-cara terbaik dalam memulai bisnis yang jitu.
Saya melihat sendiri dampak lain dari pergaulan
yang kurang sehat itu telah menyeret banyak orang untuk mengikuti pola hidup
orang kaya sehingga kehidupannya terseok-seok, ekonomi keluarganya morat marit,
suami terpaksa mencari uang di luar jalur normal.
Jumlah pakaian, tas, sepatu, celana, gadget sudah
tidak normal lagi. Di tengah saudara-saudara kita yang hidup kekurangan seolah belum mengasah
mata batin kita untuk lebih peka terhadap orang-orang di sekitar. Tidak perlu
jauh-jauh, perhatikan anggota keluarga, Orang tua, kakak, adik, saudara, lalu orang-orang
yang membutuhkan. Sudahkah mereka merasakan sedikit atau sebagian nikma yang
Allah titipkan kepada kita?
Ustadz. Dr. Syafiq bin Riza bin Salim Basalamah,
MA. Juga memberikan solusi ketika seseorang ditawan oleh ambisi dunianya dalam
bukunya "Berbekal Setengah Isi Setengah Kosong".
Memenjaramu dan membelenggumu
Bahkan ia menyeretmu sehingga bajumu terkoyak
Tanganmu terluka..
Lututmu berdarah, kau ingin melarikan diri..
Namun genggamannya terasa begitu membuai
dan kaupun dibuat lalai olehnya..
Maka tatkala itu belum terjadi ataupun kalau
sudah terjadi
Bersegeralah untuk mengunjungi fakir miskin
Lihatlah kehidupan orang-orang yang ada di
bawahmu..
Masuklah ke rumah-rumah mereka..
Makanlah dari hidangan mereka..
Simaklah kisah-kisah mereka..
Dan kau jaga kedekatanmu dengan mereka,
sehingga kau mencintai mereka..
Karena itu adalah wasiat Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam kepada kita..
Abu Dzar radhiyallahu 'anhu berkata, "Kekasihku
(Rasulullah), memerintahkan tujuh perkara kepadaku, diantaranya :
... 'Beliau memerintahkanku agar mencintai orang
miskin dan dekat dengan mereka' (HR. Ahmad)"
Sahabat, bukannya tidak boleh kita memiliki
dunia. Karena Kekayaan jika dimiliki oleh seorang yang beriman akan banyak
mendatangkan manfaat untuk orang banyak. Oleh karena itu, orang-orang sholeh
kita perlu mencari jalan-jalan yang halal dan baik untuk memperkokoh pondasi
ekonominya. Yang bahaya adalah ketika ambisi dunia menawan kita, menjerat,
hingga kita sulit keluar dari sana. Lupa sholat, lupa belajar, lupa menyambung
silaturahim, lupa kepada penderitaan orang-orang miskin.
Tapi kan saya sudah mengeluarkan
uang untuk fakir miskin? Baiklah, tetapi rasanya akan berbeda ketika kita
sendiri yang datang, bertemu, dan berbagai cerita dengan mereka.
Ketika kita terjun ke bawah dan mendengar keluhan
orang-orang miskin kita akan sadar bahwa tantangan yang kita hadapi belum
seberapa. Nikmat yang pernah kita rengkuh ternyata lebih banyak.
“...Dan barang siapa yang memelihara kehidupan
seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya... “(Q.S. Al-Maidah: 32)
Jakarta, 27 Dzulhijjah 1438 H | @riosaputranew
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.