Jamaah sholat ‘id yang
dimulaiakan Allah Subhanahu wata’ala, pertama marilah kita bersyukur, pada hari
ini, kita kembali menunaikan sholat ‘idul Adha berjamaah. ‘Idul Adha’ juga
disebut ‘Idul Qurban. Karena itu, bagi yang mampu, dianjurkan menyembelih hewan
Qurban untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan sehingga nikmat rezeki
yang kita peroleh dapat dibagi untuk kepentingan sesama. Bahkan, karena
pentingnya menyembelih qurban, sampai-sampai Rasululloh Sholaulllohhu ‘alaihi
wassalam bersabda:
“Barangsiapa
diberikan keluasan rizki dan tidak mau menyembelih hewan qurban, maka janganlah
dekat-dekat dengan masjid kami.” (H.R. Ahmad dan Ibn Majah).
Sambil mempraktikkan spirit
untuk berqurban, semangat untuk saling berbagi dan saling peduli (the spirit of
sharing and caring) dalam peri kehidupan bersama, marilah kita saling ingat
mengingatkan satu sama lain bahwa Islam yang kita yakini sebagai agama yang
paling benar, dan paling tepat untuk menuntun perjalan hidup kita harus kita
mewujudkan dalam prilaku kita sehari-hari yang harus hidup di tengah
kemajemukan dalam peri kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan
bahkan dalam pergaulan antar umat manusia di era globalisasi dewasa ini. semua
pemimpin dan pejabat di negara kita selalu mengajak kita untuk bersatu. Cita-cita
kebangsaan kita dalam sila ketiga, juga adalah persatuan Indonesia, yaitu persatuan,
kerukunan, dan harmoni di tengah kemajemukan hidup berbangsa.
Namun, dalam kenyataannya,
persatuan membutuhkan kondisi yang adil dan berkeadilan terutama keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana mungkin mengharapkan kerukunan
jika kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat berlangsung sangat timpang antar kelompok dan antar golongan penduduk. Jumlah
penduduk Muslim di negeri ini sebanyak 87% dari 250 juta jiwa dan menempatkan
Indonesia dewasa ini sebagai negeri berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di
Dunia. Akan tetapi, penguasaan di bidang perekonomian sebaliknya justru
minoritas. Dari daftar 100 orang terkaya di Indonesia, yang beragama Islam
hanya sekitar 20% saja.
Dalam sistem demokrasi
mayoritarian, pada pokoknya, siapa yang
lebih banyak pasti dialah yang paling menentukan. Namun demikian, tatkala
demokrasi itu sendiri dewasa ini cenderung berkembang menjadi semakin mahal
biayanya, tidak dapat tidak siapa yang menguasai ekonomi, mereka lah yang lebih
menentukan dalam proses-proses pengambilan keputusan dalam sistem demokrasi.
Baca juga: Jangan Terjebak Provokasi
Gejala seperti inilah yang
mengantarkan seseorang pengusaha bernama Donald Trump menjadi Presiden, sebagai
sesuatu yang belum pernah dialami oleh bangsa Amerika Serikat. Yang ideal
menjadi panglima dalam kehidupan adalah hukum. Tetapi dalam praktik, justru
politik yang merajalela. Tetapi di balik politik itu, ekonomi uang yang justru
menjadi penentu segalanya. Kita berharap UUD (Undang-Undang Dasar) yang menjadi
hukum tertinggi di negara kita. Tetapi nyatanya, UUD yang lainlah yang menjadi
penentu, yaitu Ujung-Ujungnya Duit. Karena itu, seperti yang dikatakan oleh
Sheldon Wooling (2005), sistem demokrasi dewasa ini dapat dikelola sebagai
suatu “Demokrasy Incorporated”.
Oleh sebab itu, kaum muslim
sekalian, tidak dapat tidak, agenda-agenda peradaban Islam dan pembangunan
bangsa Indoensia tidak boleh lagi hanya mengandalkan kuantitas, tetapi juga
kualitas, baik kualitas sumber daya manusia dalam menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi (Iptek), dan kualitas iman dan taqwa kepada Allah Subhanahu Wata’ala
(Imtaq), maupun kualitas penguasaan di bidang sumber-sumber ekonomi secara
seimbang. Keseimbangan itu juga harus tercermin dalam polarisasi antar suku,
ras, agama, dan antar golongan penduduk negari ini.
jangan biarkan adanya
ketimpangan antar golongan-golongan penduduk yang justru membahayakan harrmoni
dalam kehidupan bersama. Hanya dengan keseimbangan antar segenap unsur dalam
masyarakat dan dalam kehidupan kebangsaan kita yang majemuk ini, pergaulan yang
bersifat inklusif dengan orientasi nilai-nilai universal yang dapat diterima
dan dapat mempersatukan seluruh unsur dalam kehidupan bersama, bangsa kita
benar-benar dapat bersatu, hidup rukun, dan bersinergi untuk kemajuan di masa
depan.
Alam Indonesia kaya raya dan
harus dikelola oleh manusia Indonesia yang berkualitas, dan bersatu untuk
kemajuan bersama antar semua unsur dan golongan-golongan suku, ras, dan agama. Karena
itu, marilah kita bersatu dan bersinergi untuk mengatasi ketimpangan dan
kesenjangna sosial antar golongan dan antar umat beragama, termasuk dan
terutama di bidang sosial ekonomi.
Allohu
Akbar 3 x
Jamaah ‘ied yang
berbahagia
Diantara ‘self critics’ dan introspeksi yang dapat dikemukakan di sini adalah
kurangnya perhatian umat islam, para da’i dan mubaligh, tokoh pemimpin umat,
dan bahkan masjid-masjid akan pentingnya dunia usaha. Sering timbul
kesalapahaman mengenai hubungan antara masjid dan pasar yang seolah harus
dijauhkan satu sama lain.
Rasululloh pernah bersabda,
sebaik-baik tempat adalah masjid, dan seburuk-buruk tempat adalah pasar. (HR.
Ibnu Hibban dan disankan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 3271). Yang mesti kita lakukan
justru bagaimana masjid memberikan sinar kebenaran dan kebaikan. Karena kebutuhan,
keduanya malah harus didekatkan. Dimana ada pasar, pertokoan, kawasan
perbelanjaan, dan mall-mall sudah seharusnya disediakan masjid; dan dimana saja
masjid tempat umat berkumpul, setidaknya setiap hari jum’at pasti dapat
dimanfaatkan untuk adanya pasar kageti. Namun, hubungan keduanya harus bersifat
fungsional dan terprogram dengan sengaja, yaitu bagaimana masjid memberikan
sinar dan bimbingan spritualitas kepada aktifitas Bisnis jamaahnya.
Kegiatan usaha merupakan bagian
dari aktifitas hidup, jangan diabaikan dan dipandang enteng oleh umat Islam. Di
era demokrasi bebas sekarang ini, jangan sampai hawa nafsu akan kekuasaan
menyebabkan umat islam lupa akan pentingnya dunia usaha. Dakwah dan tabligh
tentang kekuasaan jangan sampai dianggap segala-galanya dan melupakan
pentingnya dakwah di bidang ekonomi dan kesejahteraan umat.
Belajarlah dari sejarah, dakwah
Islam tersebar pesat di wilayah nusantara Indoensia ini juga melalui jalur
perdagangan dan kegiatan usaha. Bahkan, penjajahan Indoensia oleh bangsa Eropa
juga dimulai dengan kegiatan bisnis, yaitu sejak terbentuknya kantor perwakilan
VOC di Banten pada tahun 1600. Untuk menghadapi upaya penjajahan itu, umat
islam yang bergerak di bidang dakwah dan usaha-usaha di bidang ekonomi yang tercatat paling aktif
melawan. Bahkan, organisasi nasional pertama yang berdiri dalam sejarah
Indonesia adalah syarikat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1905. Boedi Oetomo yang
dianggap sebagai awal mula kebangkiktan nasional justru baru didirikan pada
tahun 1908.
Sayangnya, Syarikat Dagang Islam
(SDI) kemudian diubah menjadi Syarikat Islam (SI), yang di kemudian hari
berubah dari gerakan ekonomi menjadi gerakan politik dan bahkan resmi menjadi
partai politik. Hawa nafsu di bidang politik lebih kuat daya tariknya sehingga
gerakan ekonomi berganti menjadi gerakan partai politik. Sangat disayangkan
bahwa perjuangan politik bukan bersifat menambah atau melengkapi yang sudah
ada, tetapi justru menggantikan posisi perjuangan ekonomi. Akibatnya, dakwah di
bidang ekonomi menjadi terabaikan. Bahkan gejala yang sama juga terjadi
sekarang, setelah kita membuka ruang kebebasan berdemokrasi di segala bidang,
semua orang ingin jadi politisi, sebagai jalan pintas untun menjadi kaya. Akibatnya,
praktik korupsi merajalela dan dimana-mana gejala penyalahgunaan kekuasaan
untuk kepentingan pribadi, kelompok, ataupun golongan.
Bahkan, pada pengusaha pun yang
sebelumnya berperan sebagai donator dalam politik, dewasan ini mulai tertarik
untuk berpolitik sambil terus berbisnis. Pertama, kuasai media televisi, lalu
kuasai partai politik atau mendirikan parpol baru sambil terus mengembangkan
sayap bisnis dengan tujuan untuk memperkuat posisi bisnis atau bahkan untuk
menguasai politik kenegaraan sekaligus. Jika tidak diadakan pengaturan dan
pembatasan sebagaimana mestinya, dapat dibayangkan, bahwa pada suatu hari kelak akan ada seorang
Presiden, yang sekaligus menguasai politik, media massa, dunia bisnis, dan
bahkan masyarakat dengan menjadi Pembina LSM-LSM dan Ormas-Oramas yang banyak
membutuhkan dana bantuan. Pada saatnya akan timbul persoalan benturan-benturan
kepentingan antara dunia politik kenegaraan (state) masyarakat madani (civil
society), dunia usaha (market),
dan media massa yang seharusnya kita pisahkan satu sama lain.
Karena itu, kaum muslimin
sekalian, dimana saja berada, terutama jamaah ‘Idul Adha Masjid Agung Al Azhar
yang berkumpul pada hari ini. marilah kita sadari bahwa dunia usaha sangat
penting bagi Islam dan umat Islam. Dalam sejarah sudah terbukti, peradaban
Islam di seluruh dunia berkembang karena peranan dunia usaha. Para pedagang
arablah yang pertama kali menyebarkan Islam ke seluruh dunia dengan dukungan
pedangang Persia, para pedagang bangsa Swahili, Afrika hitam, menjadi Afrika
sebagai Benua Islam sampai ke Spanyol. Pada pedagang Arab dan Gujatan India
berhasil mengukuhkan Islam di Asia Tengah, sampai dengan para pedagang Turki
menerobos sampai ke kawasan Eropa Timur. Semua dimulai oleh kegiatan ekonomi
umat islam. Bahkan, Islam berkembang di masa Rasululloh adalah juga karena
peranan Siti Khadijah yang bersama-sama Rasululloh adalah keluarga pedagang. Keluarga
nabi bersama Siti Khadijah inilah yang harus dicontoh, yaitu berdakwah melalui
kegiatan bisnis.
Baca juga Orasi Dunia Usaha oleh H. Nuzli Arismal atau yang lebih akrab di panggil Haji Alay (TDA) : Kunci Kesuksesan dan Kejayaan 1 dan Kunci Kesuksesan dan Kejayaan 2.
Kalau umat Islam benar-benar
ingin mengikuti Rasul, maka ikutilah sunnahnya denan mengembangkan kegiatan
usaha, bukan melulu sibuk dan asik dengan isu-isu politik, apalagi hanya dnegan
menonjolkan praktik poligami yang hanya terjadi setelah Siti Khadijah meninggal
dunia dengan motif, bukan untuk membangun keluarga utama, melainkan untuk
tujuan politik dan dakwah. Artinya, jangan Cuma poligaminya yang diikuti atau
bahkan disalah-pahami dan disalahgunakan, sedangkan sunnah Rasul di Bidang
usaha yang lebih utama justru diabaikan.
Allohhu
Akbar, Allohhu Akbar, Allahhu Akbar walillahhi al hamd
Bagaimana sebagiknya umat islam
berniaga atau melakukan kegiatan usaha? Pada pokoknya bekerja di bidang apa
saja, hanyalah merupakan media dan instrumen atau cara bagi kita untuk
berdakwah, menyeru untuk dan menjadi contoh tentang kebaikan dan taqwa. Tidak terkecuali
kegiatan usaha. Di bidang politik, dunia usaha, di dunia pendidikan, dan apa
saja yang kita kerjakan hendaklah diniatkan untuk dakwah. Di semua bidang itu
kita melakukan kegiatan berorganisasi, baik di bidang pemerintahan negara, di
dunia usaha, ataupun di lingkungan masyarakat. semua organisasi itu hanyalah alat dakwah, bukan
tujuan. NU, Muhammadiyah, ICMI, ataupun Al Azhar, hanyalah alat untuk dakwah. Kegiatan
usaha dan bekerja di lingkungan perusahaan juga adalah media saja atau
instrumen untuk tujuan dakwah.
Apakah tujuan orang membangun
perusahaan hanya untuk tujuan mendapatkan untung untuk memperkaya diri dan
keluarga saja, atau mesti ada tujuan lain yang lebih mulia? Kalau orang mencari
nafkah dengan membuat suatu perusahaan, maka tujuan palingg sederhana dan
paling primitifnya adalah memang untuk tujuan mencari nafkah untuk diri sendiri
dan keluarga. Bahwa perusahaan dikenai beban pajak dan retribusi, ataupun CSR
dan bahkan zakat, infaq, dan shadaqoh tentulah menjadi tambahan beban. Tetapi, tujuan
paling pokoknya adalah untuk menghasilkan keuntungan untuk kepentingan diri
pribadi dan keluarga sendiri. Inilah tujuan yang dapat dianggap paling
sederhana dan bahkan primitif.
Dalam islam, sudha seharusnya,
tujuan yang lebih utama adalah dakwah untuk (1) menyebarkan kesadaran dan
memperkuat kesadaran iman dan taqwa kepada Allah, (2) membangun masyarakat
pekerja untuk kesejahteraan diri dan keluarganya, (3) meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya, dari adanya kegiatan usaha yang
dikembangkan itu, baik untuk para konsumen maupun para pemangku kepentingna
lainnya, sehingga kapasitas pasar dari produk yang dikembangkan menjadi semakin
luas dan berkualitas, dengan tetap (4) memastikan keberhasilan manajemen usaha
secara berkelanjutan dalam memastikan tingkat keuntungan usaha yang dihimpun
secara halal dan baik secara berkesinambungan.
Keempat tujuan pertama itulah
merupakan ciri modern yang seharusnya ada pada perusahaan-perusahaan pribadi
yang dapat diharapkan berhasil menjadi raksasa bisnis di dunia. Keuntungan perusahaan
bukan lagi menjadi tujuan, tetapi hanya sekedar sebagai ciri sukses
dari manajemen usaha yang bersangkutan. Sedangkan tujuan utamanya, tidak
lain adalah dakwah di bidang ekonomi dengan menyerap tenaga kerja, dan dakwah
dalam upaya memperkuat dan meningkatkan kapasistas pasar dari produk yang
dihasilkan; yang keduanya diabdikan untuk tujuan mencegah dan mengatasi
kemiskinan yang dikatakan oleh Rasululloh sangat dekat dengan kekafiran, dan
tujuan menyebarluaskan serta memperkuat kualitas kesadaran iman dan taqwa
kepada Allah subhanahu wata’ala.
Baca juga: Takwa dan Keberuntungan Hidup
Baca juga: Takwa dan Keberuntungan Hidup
Karena itu, saudara-saudara kaum
Muslimin dimana saja berada, bekerjalah di jalan Allah, termasuk di dunia usaha yang kita geluti,
jadikanlah ia sarana dakwah guna mendekatkan diri kita semua kepada Allah. Jangan
hanya berbisnis untuk tujuan memperkaya diri sendiri dan keluarga. Jadilah pengusaha-pengusaha
yang memiliki perspektif dan visi sosial yang tinggi. perusahaan-perusahaan
besar dan sukses di masa depan, harus diarahkan untuk mengembangkan visi dan
misi sosial, bukan sekedar asesoris, tetapi benar-benar mencerminkan paradigma
baru bervisi sosial. Perspektif demikian dapat dinamakan sebagai perspektif
perusahaan sosial (social enterprising
perspectives) yang harus ditopang oleh lembaga-lembaga pendidikan
kewirausahaan.
Universitas Al Azhar Indoensia
dikembangkan dengna visi dan misi sebagai “Enterprising
University”. Selain itu, Masjid Agung Al-Azhar juga sudha mulai mengadakan
kegiatan mejelis ta’lim, atau jamaah pengajian di bidang usaha secara rutin
untuk yang berminat. Masjid Agung Al Azhar ingin berkontribusi dalam
menggerakan roda kemajuan ekonomi umat islam dengan ditopang oleh upaya
pendidikan kewirausahaan. Hadist nabi Muhammad yang menyatakan “khoirul makan al-masjid, wa syarru al-makan
al-suq”, kita pahami dengan benar bahwa masjid sebagai sarana tempat
terbaik hendaklah memberikan bimbingan iman dan taqwa kepada dunia usaha yang
berkembang di pasar, sehingga pasar ekonomi umat juga berkembang pesat menopang
kemajuan umat Islam di segala bidang dalam rangka membangun peradaban bangsa Indoensia yang semakin maju
dan rukun bersatu di masa depan.
Baca juga: Kisah Sukses Aa Gym: Dakwah dan Bisnis
Baca juga: Kisah Sukses Aa Gym: Dakwah dan Bisnis
Semoga sajian kali ini
mencerahkan.
“Materi
ini disampaikan pada Khutbah Idul Adha 10 Dzulhijjah 1438 H/ 1 September 2017
di Lapangan Masjid Agung Al Azhar Jakarta Selatan oleh Prof. Dr. Jimly
Asshiddiqie, SH.”
Photo Credit: kampusislami.
Photo Credit: kampusislami.
Jakarta 27 Dzulhijjah 1438 H | @riosaputranew
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.