Senin, 18 September 2017

Ibadah Qurban, Spirit Berbagi Untuk Mengatasi Kesenjangan Ekonomi Umat


Jamaah sholat ‘id yang dimulaiakan Allah Subhanahu wata’ala, pertama marilah kita bersyukur, pada hari ini, kita kembali menunaikan sholat ‘idul Adha berjamaah. ‘Idul Adha’ juga disebut ‘Idul Qurban. Karena itu, bagi yang mampu, dianjurkan menyembelih hewan Qurban untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan sehingga nikmat rezeki yang kita peroleh dapat dibagi untuk kepentingan sesama. Bahkan, karena pentingnya menyembelih qurban, sampai-sampai Rasululloh Sholaulllohhu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Barangsiapa diberikan keluasan rizki dan tidak mau menyembelih hewan qurban, maka janganlah dekat-dekat dengan masjid kami.” (H.R. Ahmad dan Ibn Majah).

Sambil mempraktikkan spirit untuk berqurban, semangat untuk saling berbagi dan saling peduli (the spirit of sharing and caring) dalam peri kehidupan bersama, marilah kita saling ingat mengingatkan satu sama lain bahwa Islam yang kita yakini sebagai agama yang paling benar, dan paling tepat untuk menuntun perjalan hidup kita harus kita mewujudkan dalam prilaku kita sehari-hari yang harus hidup di tengah kemajemukan dalam peri kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan bahkan dalam pergaulan antar umat manusia di era globalisasi dewasa ini. semua pemimpin dan pejabat di negara kita selalu mengajak kita untuk bersatu. Cita-cita kebangsaan kita dalam sila ketiga, juga adalah persatuan Indonesia, yaitu persatuan, kerukunan, dan harmoni di tengah kemajemukan hidup berbangsa.

Namun, dalam kenyataannya, persatuan membutuhkan kondisi yang adil dan berkeadilan terutama keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana mungkin mengharapkan kerukunan jika kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat berlangsung sangat timpang  antar kelompok dan antar golongan penduduk. Jumlah penduduk Muslim di negeri ini sebanyak 87% dari 250 juta jiwa dan menempatkan Indonesia dewasa ini sebagai negeri berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di Dunia. Akan tetapi, penguasaan di bidang perekonomian sebaliknya justru minoritas. Dari daftar 100 orang terkaya di Indonesia, yang beragama Islam hanya sekitar 20% saja.

Dalam sistem demokrasi mayoritarian, pada pokoknya, siapa  yang lebih banyak pasti dialah yang paling menentukan. Namun demikian, tatkala demokrasi itu sendiri dewasa ini cenderung berkembang menjadi semakin mahal biayanya, tidak dapat tidak siapa yang menguasai ekonomi, mereka lah yang lebih menentukan dalam proses-proses pengambilan keputusan dalam sistem demokrasi. 

      Baca juga: Jangan Terjebak Provokasi

Gejala seperti inilah yang mengantarkan seseorang pengusaha bernama Donald Trump menjadi Presiden, sebagai sesuatu yang belum pernah dialami oleh bangsa Amerika Serikat. Yang ideal menjadi panglima dalam kehidupan adalah hukum. Tetapi dalam praktik, justru politik yang merajalela. Tetapi di balik politik itu, ekonomi uang yang justru menjadi penentu segalanya. Kita berharap UUD (Undang-Undang Dasar) yang menjadi hukum tertinggi di negara kita. Tetapi nyatanya, UUD yang lainlah yang menjadi penentu, yaitu Ujung-Ujungnya Duit. Karena itu, seperti yang dikatakan oleh Sheldon Wooling (2005), sistem demokrasi dewasa ini dapat dikelola sebagai suatu “Demokrasy Incorporated”.


Oleh sebab itu, kaum muslim sekalian, tidak dapat tidak, agenda-agenda peradaban Islam dan pembangunan bangsa Indoensia tidak boleh lagi hanya mengandalkan kuantitas, tetapi juga kualitas, baik kualitas sumber daya manusia dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), dan kualitas iman dan taqwa kepada Allah Subhanahu Wata’ala (Imtaq), maupun kualitas penguasaan di bidang sumber-sumber ekonomi secara seimbang. Keseimbangan itu juga harus tercermin dalam polarisasi antar suku, ras, agama, dan antar golongan penduduk negari ini.

jangan biarkan adanya ketimpangan antar golongan-golongan penduduk yang justru membahayakan harrmoni dalam kehidupan bersama. Hanya dengan keseimbangan antar segenap unsur dalam masyarakat dan dalam kehidupan kebangsaan kita yang majemuk ini, pergaulan yang bersifat inklusif dengan orientasi nilai-nilai universal yang dapat diterima dan dapat mempersatukan seluruh unsur dalam kehidupan bersama, bangsa kita benar-benar dapat bersatu, hidup rukun, dan bersinergi untuk kemajuan di masa depan.

Alam Indonesia kaya raya dan harus dikelola oleh manusia Indonesia yang berkualitas, dan bersatu untuk kemajuan bersama antar semua unsur dan golongan-golongan suku, ras, dan agama. Karena itu, marilah kita bersatu dan bersinergi untuk mengatasi ketimpangan dan kesenjangna sosial antar golongan dan antar umat beragama, termasuk dan terutama di bidang sosial ekonomi.

Allohu Akbar 3 x
Jamaah ‘ied yang berbahagia

Diantara ‘self critics’ dan introspeksi yang dapat dikemukakan di sini adalah kurangnya perhatian umat islam, para da’i dan mubaligh, tokoh pemimpin umat, dan bahkan masjid-masjid akan pentingnya dunia usaha. Sering timbul kesalapahaman mengenai hubungan antara masjid dan pasar yang seolah harus dijauhkan satu sama lain.

Rasululloh pernah bersabda, sebaik-baik tempat adalah masjid, dan seburuk-buruk tempat adalah pasar. (HR. Ibnu Hibban dan disankan oleh Al-Albani dalam Shahih  Al-Jami’ no. 3271). Yang mesti kita lakukan justru bagaimana masjid memberikan sinar kebenaran dan kebaikan. Karena kebutuhan, keduanya malah harus didekatkan. Dimana ada pasar, pertokoan, kawasan perbelanjaan, dan mall-mall sudah seharusnya disediakan masjid; dan dimana saja masjid tempat umat berkumpul, setidaknya setiap hari jum’at pasti dapat dimanfaatkan untuk adanya pasar kageti. Namun, hubungan keduanya harus bersifat fungsional dan terprogram dengan sengaja, yaitu bagaimana masjid memberikan sinar dan bimbingan spritualitas kepada aktifitas Bisnis jamaahnya.
Kegiatan usaha merupakan bagian dari aktifitas hidup, jangan diabaikan dan dipandang enteng oleh umat Islam. Di era demokrasi bebas sekarang ini, jangan sampai hawa nafsu akan kekuasaan menyebabkan umat islam lupa akan pentingnya dunia usaha. Dakwah dan tabligh tentang kekuasaan jangan sampai dianggap segala-galanya dan melupakan pentingnya dakwah di bidang ekonomi dan kesejahteraan umat.

Belajarlah dari sejarah, dakwah Islam tersebar pesat di wilayah nusantara Indoensia ini juga melalui jalur perdagangan dan kegiatan usaha. Bahkan, penjajahan Indoensia oleh bangsa Eropa juga dimulai dengan kegiatan bisnis, yaitu sejak terbentuknya kantor perwakilan VOC di Banten pada tahun 1600. Untuk menghadapi upaya penjajahan itu, umat islam yang bergerak di bidang dakwah dan usaha-usaha  di bidang ekonomi yang tercatat paling aktif melawan. Bahkan, organisasi nasional pertama yang berdiri dalam sejarah Indonesia adalah syarikat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1905. Boedi Oetomo yang dianggap sebagai awal mula kebangkiktan nasional justru baru didirikan pada tahun 1908.

Sayangnya, Syarikat Dagang Islam (SDI) kemudian diubah menjadi Syarikat Islam (SI), yang di kemudian hari berubah dari gerakan ekonomi menjadi gerakan politik dan bahkan resmi menjadi partai politik. Hawa nafsu di bidang politik lebih kuat daya tariknya sehingga gerakan ekonomi berganti menjadi gerakan partai politik. Sangat disayangkan bahwa perjuangan politik bukan bersifat menambah atau melengkapi yang sudah ada, tetapi justru menggantikan posisi perjuangan ekonomi. Akibatnya, dakwah di bidang ekonomi menjadi terabaikan. Bahkan gejala yang sama juga terjadi sekarang, setelah kita membuka ruang kebebasan berdemokrasi di segala bidang, semua orang ingin jadi politisi, sebagai jalan pintas untun menjadi kaya. Akibatnya, praktik korupsi merajalela dan dimana-mana gejala penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, kelompok, ataupun golongan.

Bahkan, pada pengusaha pun yang sebelumnya berperan sebagai donator dalam politik, dewasan ini mulai tertarik untuk berpolitik sambil terus berbisnis. Pertama, kuasai media televisi, lalu kuasai partai politik atau mendirikan parpol baru sambil terus mengembangkan sayap bisnis dengan tujuan untuk memperkuat posisi bisnis atau bahkan untuk menguasai politik kenegaraan sekaligus. Jika tidak diadakan pengaturan dan pembatasan sebagaimana mestinya, dapat dibayangkan,  bahwa pada suatu hari kelak akan ada seorang Presiden, yang sekaligus menguasai politik, media massa, dunia bisnis, dan bahkan masyarakat dengan menjadi Pembina LSM-LSM dan Ormas-Oramas yang banyak membutuhkan dana bantuan. Pada saatnya akan timbul persoalan benturan-benturan kepentingan antara dunia politik kenegaraan (state) masyarakat madani (civil society), dunia usaha (market), dan media massa yang seharusnya kita pisahkan satu sama lain.

Karena itu, kaum muslimin sekalian, dimana saja berada, terutama jamaah ‘Idul Adha Masjid Agung Al Azhar yang berkumpul pada hari ini. marilah kita sadari bahwa dunia usaha sangat penting bagi Islam dan umat Islam. Dalam sejarah sudah terbukti, peradaban Islam di seluruh dunia berkembang karena peranan dunia usaha. Para pedagang arablah yang pertama kali menyebarkan Islam ke seluruh dunia dengan dukungan pedangang Persia, para pedagang bangsa Swahili, Afrika hitam, menjadi Afrika sebagai Benua Islam sampai ke Spanyol. Pada pedagang Arab dan Gujatan India berhasil mengukuhkan Islam di Asia Tengah, sampai dengan para pedagang Turki menerobos sampai ke kawasan Eropa Timur. Semua dimulai oleh kegiatan ekonomi umat islam. Bahkan, Islam berkembang di masa Rasululloh adalah juga karena peranan Siti Khadijah yang bersama-sama Rasululloh adalah keluarga pedagang. Keluarga nabi bersama Siti Khadijah inilah yang harus dicontoh, yaitu berdakwah melalui kegiatan bisnis.

Baca juga Orasi Dunia Usaha oleh H. Nuzli Arismal atau yang lebih akrab di panggil Haji Alay (TDA) : Kunci Kesuksesan dan Kejayaan 1 dan Kunci Kesuksesan dan Kejayaan 2.

Kalau umat Islam benar-benar ingin mengikuti Rasul, maka ikutilah sunnahnya denan mengembangkan kegiatan usaha, bukan melulu sibuk dan asik dengan isu-isu politik, apalagi hanya dnegan menonjolkan praktik poligami yang hanya terjadi setelah Siti Khadijah meninggal dunia dengan motif, bukan untuk membangun keluarga utama, melainkan untuk tujuan politik dan dakwah. Artinya, jangan Cuma poligaminya yang diikuti atau bahkan disalah-pahami dan disalahgunakan, sedangkan sunnah Rasul di Bidang usaha yang lebih utama justru diabaikan.

Allohhu Akbar, Allohhu Akbar, Allahhu Akbar walillahhi al hamd

Bagaimana sebagiknya umat islam berniaga atau melakukan kegiatan usaha? Pada pokoknya bekerja di bidang apa saja, hanyalah merupakan media dan instrumen atau cara bagi kita untuk berdakwah, menyeru untuk dan menjadi contoh tentang kebaikan dan taqwa. Tidak terkecuali kegiatan usaha. Di bidang politik, dunia usaha, di dunia pendidikan, dan apa saja yang kita kerjakan hendaklah diniatkan untuk dakwah. Di semua bidang itu kita melakukan kegiatan berorganisasi, baik di bidang pemerintahan negara, di dunia usaha, ataupun di lingkungan masyarakat. semua  organisasi itu hanyalah alat dakwah, bukan tujuan. NU, Muhammadiyah, ICMI, ataupun Al Azhar, hanyalah alat untuk dakwah. Kegiatan usaha dan bekerja di lingkungan perusahaan juga adalah media saja atau instrumen untuk tujuan dakwah.

Apakah tujuan orang membangun perusahaan hanya untuk tujuan mendapatkan untung untuk memperkaya diri dan keluarga saja, atau mesti ada tujuan lain yang lebih mulia? Kalau orang mencari nafkah dengan membuat suatu perusahaan, maka tujuan palingg sederhana dan paling primitifnya adalah memang untuk tujuan mencari nafkah untuk diri sendiri dan keluarga. Bahwa perusahaan dikenai beban pajak dan retribusi, ataupun CSR dan bahkan zakat, infaq, dan shadaqoh tentulah menjadi tambahan beban. Tetapi, tujuan paling pokoknya adalah untuk menghasilkan keuntungan untuk kepentingan diri pribadi dan keluarga sendiri. Inilah tujuan yang dapat dianggap paling sederhana dan bahkan primitif.

Dalam islam, sudha seharusnya, tujuan yang lebih utama adalah dakwah untuk (1) menyebarkan kesadaran dan memperkuat kesadaran iman dan taqwa kepada Allah, (2) membangun masyarakat pekerja untuk kesejahteraan diri dan keluarganya, (3) meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya, dari adanya kegiatan usaha yang dikembangkan itu, baik untuk para konsumen maupun para pemangku kepentingna lainnya, sehingga kapasitas pasar dari produk yang dikembangkan menjadi semakin luas dan berkualitas, dengan tetap (4) memastikan keberhasilan manajemen usaha secara berkelanjutan dalam memastikan tingkat keuntungan usaha yang dihimpun secara halal dan baik secara berkesinambungan.

Keempat tujuan pertama itulah merupakan ciri modern yang seharusnya ada pada perusahaan-perusahaan pribadi yang dapat diharapkan berhasil menjadi raksasa bisnis di dunia. Keuntungan perusahaan bukan lagi menjadi tujuan, tetapi hanya sekedar sebagai  ciri sukses  dari manajemen usaha yang bersangkutan. Sedangkan tujuan utamanya, tidak lain adalah dakwah di bidang ekonomi dengan menyerap tenaga kerja, dan dakwah dalam upaya memperkuat dan meningkatkan kapasistas pasar dari produk yang dihasilkan; yang keduanya diabdikan untuk tujuan mencegah dan mengatasi kemiskinan yang dikatakan oleh Rasululloh sangat dekat dengan kekafiran, dan tujuan menyebarluaskan serta memperkuat kualitas kesadaran iman dan taqwa kepada Allah subhanahu wata’ala. 

Baca juga: Takwa dan Keberuntungan Hidup

Karena itu, saudara-saudara kaum Muslimin dimana saja berada, bekerjalah di jalan Allah,  termasuk di dunia usaha yang kita geluti, jadikanlah ia sarana dakwah guna mendekatkan diri kita semua kepada Allah. Jangan hanya berbisnis untuk tujuan memperkaya diri sendiri dan keluarga. Jadilah pengusaha-pengusaha yang memiliki perspektif dan visi sosial yang tinggi. perusahaan-perusahaan besar dan sukses di masa depan, harus diarahkan untuk mengembangkan visi dan misi sosial, bukan sekedar asesoris, tetapi benar-benar mencerminkan paradigma baru bervisi sosial. Perspektif demikian dapat dinamakan sebagai perspektif perusahaan sosial (social enterprising perspectives) yang harus ditopang oleh lembaga-lembaga pendidikan kewirausahaan.

Universitas Al Azhar Indoensia dikembangkan dengna visi dan misi sebagai “Enterprising University”. Selain itu, Masjid Agung Al-Azhar juga sudha mulai mengadakan kegiatan mejelis ta’lim, atau jamaah pengajian di bidang usaha secara rutin untuk yang berminat. Masjid Agung Al Azhar ingin berkontribusi dalam menggerakan roda kemajuan ekonomi umat islam dengan ditopang oleh upaya pendidikan kewirausahaan. Hadist nabi Muhammad yang menyatakan “khoirul makan al-masjid, wa syarru al-makan al-suq”, kita pahami dengan benar bahwa masjid sebagai sarana tempat terbaik hendaklah memberikan bimbingan iman dan taqwa kepada dunia usaha yang berkembang di pasar, sehingga pasar ekonomi umat juga berkembang pesat menopang kemajuan umat Islam di segala bidang dalam rangka membangun  peradaban bangsa Indoensia yang semakin maju dan rukun bersatu di masa depan. 

       Baca juga: Kisah Sukses Aa Gym: Dakwah dan Bisnis

Semoga sajian kali ini mencerahkan.

“Materi ini disampaikan pada Khutbah Idul Adha 10 Dzulhijjah 1438 H/ 1 September 2017 di Lapangan Masjid Agung Al Azhar Jakarta Selatan oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.”

Photo Credit: kampusislami.

Jakarta 27 Dzulhijjah 1438 H  | @riosaputranew

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.