Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang
Saya ingin bertanya siapa yang ingin kehidupannya membaik? tentu kita semua
akan menjawab saya. Tetapi, harus mulai dari mana? Ketika keadaan semakin
sulit. Bingung harus mulai dari mana. Saya pernah mengalami hal ini dan mungkin jutaan
orang di belahan dunia pernah mengalaminya.
Sahabat, saya ingin berbagi pengalaman yang
sangat mengubah kehidupanku sejak 10 tahun yang lalu. Jika sebagian besar kita
bertanya mengapa hidup saya terasa sempit ya? Mungkin beberapa pelajaran ini bisa membantu.
“Dan barang siapa
berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan
buta". (Q.S. Thaha: 124)
Mungkin sebagian kita dari kecil sering membaca
Al-Qur’an tetapi jarang mempelajari artinya, apalagi maknanya, lalu bagaimana
mengamalkannya? Loh emangnya kenapa?
Baca juga: Pengaruh Al-Qur'an dalam Diri dan Masyarakat
Coba kita perhatikan ayat di atas, salah satu
faktor fundamen yang membuat hidup kita sempit adalah berpaling dari peringatan
Sang Pencipta. Apa artinya? Mungkinkah orang yang sering baca Al-Qur’an, rajin
Sholat, hidupnya juga terasa sempit? Mungkin saja, karena sebagian kita abai
terhadap perintah-perintah, larangan yang Allah jelaskan dalam Firman-Nya.
Kesempitan hidup bukan hanya kesempitan dalam hal
harta, tetapi kesempitan hati. Hati yang sulit memaafkan, hati yang sulit
menerima kebenaran, hati yang selalu iri dan dengki terhadap nikmat yang orang
miliki, hati yang tidak pernah puas, hati yang jauh dari mengingat Allah, hati
yang belum bisa berdamai dengan masa lalunya yang kelam.
Solusinya? Bagaimana agar Allah menjadikan
kehidupan kita menjadi baik?
“Barang siapa yang
mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan. “ (Q.S. An-Nahl: 97)
Karena itu, Ibnu Qoyyim memberikan penjelasan
orang-orang yang bertakwa lagi berbuat baik berhasil merengkuh nikmat dunia dan
akhirat, mendapatkan kehidupan yang baik di dua alam. Karena sesungguhnya
kebaikan jiwa, kebaikan hati, suka citanya, kenikmatannya, keceriaannya,
ketenangannya, kelapangannya, cahaya, keluasan dan keselamatannya itu terletak
pada meninggalkan syahwat yang haram dan syubhat yang batil. Itulah kenikmatan
yang hakiki, dan tidak ada kaitannya kenikmatan badan dengannya.
Artinya penghidupan yang baik bukan hanya dari
sisi materi, tetapi kelapangan jiwa dalam menerima kebaikan dan hidayah untuk
senantiasa beramal. Ia juga telah mengenal Penciptanya dengan sangat baik,
yakin dengan pemeliharan-Nya, senantiasa menyembah-Nya, dan tidak bisa
berpaling dari-Nya.
Sebagian orang yang pernah mengenyam kenikmatan ini
berkata, “Seandainya para raja dan para putra mahkota mengetahui apa yang kami
rasakan, niscaya mereka akan merebutnya dengan pedang-pedang mereka dari tangan
kami.”
Kenikmatan dan kebahagiaan apa di dunia yang
lebih baik daripada kebaikan hati, keselamatan dada, mengenal Allah secara baik
dan mencintai-Nya, serta beramal sesuai dengan taufikNya?
Bukankah kehidupan yang sejati hanyalah kehidupan
hati yang salim (suci dan selamat)? Sebagaimana
Allah memuji khalil-Nya, Nabi Ibrahim ‘alaihisallam dengan kebersihan hatinya.
Dan sesungguhnya
Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh). (Ingatlah) ketika ia datang
kepada Tuhannya dengan hati yang suci.(Q.S. As-Shaffaat: 83-84)
Keselamatan hati tidak akan terwujud sempurna
secara mutlak sehingga ia selamat dari lima penyakit: syirik yang melawan
tauhid, bid’ah yang menyelisihi sunnah, syahwat yang menyelisihi perintah,
kelalaian yang melawan dzikir, dan hawa nafsu yang melawan keikhlasan dan
kemurnian niat.
Jadi, sahabat jika kita merindukan kehidupan yang
baik, tidak ada hajat yang lebih mendesak
dan darurat melainkan senantiasa memohon kepada Allah agar selalu
membimbing kehidupan kita di jalan yang lurus.
Photo Credit: eventjakarta
Photo Credit: eventjakarta
Jakarta, 3 Muharram 1439 H | @riosaputranew
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.