Alhamdulillah
akhir-akhir ini animo belajar agama generasi muda semakin meningkat, walaupun
tidak kalah banyak dengan manusia yang masih jauh dari Tuhannya. Di tengah
geliat belajar agama itu kita menemukan sebuah fenomena yang unik.
Jika tidak
mau dibilang sedikit, Banyak yang memproklamirkan diri KITA sebagai ahlus
sunnah (ahli mengikuti Nabi) dan selain golongannya adalah ahlu bid'ah. Katanya
si begitu.
Memasang
atribut Sunnah yang tampak oleh mata manusia, namun mungkin lupa atau melupakan
bahwa Nabi juga menyatakan,
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
[Diriwayatkan
oleh Ahmad bin Hambal dengan lafadz ini dalam Musnad-nya 2/381, Imam Al Haakim
dalam Mustadrak-nya 2/613, dan Imam Al Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad no.
273]
“Tidak seharusnya seorang siddiq
adalah seorang pelaknat.”
[HR.Muslim:
IV/2005,(2597).]
Sekarang kita
lihat, sesama muslim ada-ada saja yang saling melaknat. Akhirnya ini
menimbulkan efek negatif bagi orang muslim yang mau belajar agama islam dan
orang yang belum masuk islam. Mungkin ini salah penyebab orang yang mau kembali
ke jalan Allah malah menjauh, bukannya mendekat.
Nabi juga
bersabda:
“Tidaklah seorang mukmin itu menjadi
pencela, pelaknat, pelaku kemaksiatan, dan orang yang kotor kata-katanya.”
[HR.Tirmidzi:
IV/350,(1978) di shahihkan oleh Al-albani dalam shahih sunan Tirmidzi: IV/447]
Jadi jika
memang benar kita ikut Nabi akhlak kita akan bertambah baik, kalau akhlak tidak
baik dikhawatirkan kita mengikut Salaf (pendahulu) tapi salah pendahulunya.
Seperti
contoh di bawah ini:
Diriwayatkan
Khalid bin Walīd radhiaullohhu ‘anhu
bertanya kepada Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam tentang orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah penduduk Najed
dari bani Tamim yang suka menampakkan “bekas” amalnya dan berakhlak buruk
dengan pertanyaan:
“Wahai Rasulullah, orang ini memiliki
semua bekas dari ibadah-ibadah sunnahnya: matanya merah karena banyak menangis,
wajahnya memiliki dua garis di atas pipinya bekas airmata yang selalu mengalir,
kakinya bengkak karena lama berdiri sepanjang malam (tahajjud) dan janggut
mereka pun lebat”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab :
camkan makna ayat ini : qul in’kuntum tuhib’būnallāh fattabi’unī –
Katakanlah: “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu. karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Khalid bin
Walid bertanya, “Bagaimana caranya ya Rasulullah ? ”
Nabi
shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Jadilah orang yang ramah seperti aku,
bersikaplah penuh kasih, cintai orang-orang miskin dan papa, bersikaplah
lemah-lembut, penuh perhatian dan cintai saudara-saudaramu dan jadilah
pelindung bagi mereka.”
[Syarah
Shohih Muslim jilid 17 no: 171]
Dari riwayat
di atas, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menegaskan bahwa ketaatan yang
dilakukan oleh orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah penduduk Najed dari bani
Tamim dan suka “menampakkannya” tidaklah berarti apa-apa karena tidak
menimbulkan ke-sholeh-an.
Tanda
orang-orang yang mengikuti Rasulullah adalah bersikap ramah, penuh kasih,
mencintai orang-orang miskin dan papa, lemah lembut penuh perhatian dan
mencintai saudara muslim dan menjadi pelindung bagi mereka.
Ada beberapa
Indikator atau ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang mencintai Allah dan
dicintai oleh Allah:
1. Bersikap
lemah lembut terhadap sesama muslim
2. Bersikap
keras (tegas / berpendirian) terhadap orang-orang kafir
3. Berjihad
di jalan Allah, bergembira dalam menjalankan kewajibanNya dan menjauhi
laranganNya
4. Tidak
takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Umar bin
Abdul Aziz rohimahullaah pernah dapat pesan begini:
Artinya:
"Jadikanlah orang tua diantara kaum muslimin disisimu seperti ayah, yang
kecil seperti anak, dan muda seperti saudara. Siapakah diantara mereka yang
suka kamu sakiti?."
Orang-orang
dahulu iman mereka bukan sebatas di hati dan lisan. Iman mereka sudah menjadi
tindakan bahkan karakter.
Berbuat
zholim dan menyakiti saudaranya sekalipun dengan kata-kata sulit mereka
lakukan. Mereka sadar betul bahwa "orang muslim adalah orang yang kaum
muslimin selamat dari lisan dan tangannya".
Orang muslim
generasi dahulu sekalipun berbeda pendapat dan sikap mereka tetap saling menghormati,
menjaga lisan dan tangan mereka, bahkan hatinya selamat dari "ghill".
Tak heran perbedaan tak merusak ukhuwah. Pilihan-pilihan ijtihad tak mengoyak
kesatuan sebagai umat yang satu.
Kalau hari
ini kondisi justru absurd. Orang jenggot boleh panjang, baju boleh jingkrang,
jidad boleh bencol, peci boleh putih, tetapi adab sangat jauh dari teladan
generasi Islam terdahulu. Ibnul Mubarok rohimahullaah pernah berpesan kepada
para ulama hadits:
Artinya: "Kalian lebih butuh kepada sedikit adab dibandingkan banyak ilmu."
Ibnul
Mubarok rohimahullaah juga berkata:
Artinya:
"Kami mempelajari adab sampai orang-orang yang mendidik kami pergi
meninggalkan kami."
Semoga Allah
memperbaiki keadaan bathin dan lahir kita sehingga bisa membawa keselamatan,
rahmat, dan menjadi jalan petunjuk bagi seluruh manusia.
Allahu 'alam.
Tulisan Terkait: Kepribadian Seorang Muslim
Gambar: Google
Allahu 'alam.
Tulisan Terkait: Kepribadian Seorang Muslim
Gambar: Google
Jakarta, 25
Dzulhijjah 1437 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.