Senin, 14 Agustus 2017

Menjauhi Prasangka



“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Hujurat: 12)

Akhir-akhir ini masyarakat selalu disuguhkan tontonan yang bisa mengarah menjadi tuntunan yang kurang mendidik. Saling  curiga mencurigai  antara masyarakat dan pemerintah. Bahkan ada kecenderungan pemerintah yang mencurigai masyarakat.

Sejumlah kasus makar, beras maknyus, pembubaran ormas, bahkan media republika pagi ini pemerintah akan membubarkan ormas yang masih dirahasiakan namanya.

“Wahai Orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan daripada prasangka.”

Apa itu prasangka? Menurut Buya Hamka dari tafsirnya Al-Azhar. Prasangka ialah tuduhan yang bukan-bukan perasangkaan yang tidak beralasan, hanya semata-mata rahmat yang tidak pada tempatnya saja. “karena sesungguhnya sebagian daripada prasangka itu adalah dosa”. Prasangka adalah dosa karena dia adalah tuduhan yang tidak beralasan dan bisa saja memutuskan silaturahim di antara dua orang yang barbaik.


Bagaimana perasaan yang tidak mencuri lalu disangka orang bahwa ia mencuri, sehingga sikap kelakuan orang yang telah berlainan kepada dirinya. beras yang bagus dibilang beras subsidi, kutuan, tapi di jual sebagai beras premium. Orang yang terhormat dibilang melakukan tindak kejahatan.

Rosululloh sangat mencegah perbuatan prasangka yang sangat buruk itu dengan sabdanya,

“sekali-sekali janganlah kamu berburuk sangka karena sesungguhnya buruk sangka adalah perkataan yang paling bohong. Dan janganlah kamu mengintai-ngintai dan janganlah kamu merisik-risik dan janganlah kamu berganding-gandingan dan janganlah kamu berdengki-dengkian dan janganlah kamu berbenci-bencian dan janganlah kamu berbalik-belakangan dan jadilah kamu seluruh hamba Allah bersaudara” (HR. Bukhori)

Dan sabda Rasululloh pula,

“Tidaklah halal bagi seorang islam untuk menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari" (HR. Muslim)

Dan Sabda Nabi,

“Tiga macam membawa krisis bagi umatku memandang kesialan, dengki, dan jauh sangka.” (Hr.  Ath-Thabarani)

Suatu hadist lagi yang patut dipikirkan oleh orang-orang islam yang memegang jabatan pemerintahan, sabda Rasululloh sholaullohhu ‘alaihiwassalam,

“Apabila engkau buntuti aurat manusia (kesalah-kesalahan mereka), niscaya engkau telah merusakkan mereka atau nyarislah engkau merusakkan mereka”. (Hr. Abu Daud)

 “Sesungguhnya seorang pemegang pemerintah apabila dia telah suka menaruhkan ragu-ragu kepada manusia, niscaya dirusakkannyalah manusia itu.” (Hr. Abu Dawud)

Artinya bahwa orang-orang yang memegang kuasa jangalah lekas cemburu kepada rakyat yang dia perintah. Apabila dia telah memulai cemburu, mulai banyak pulalah badan badan penyelidik, atau yang di zaman modern ini disebut intelejen. Dengan banyak menanam intelijen itu, menurut nubuwwah daripada Rasululloh sendiri, bukanlah si penguasa tadi hendak berbuat baik kepada rakyatnya, melainkan cemburulah yang disebarkannya. Apabila cemburu telah mulai tumbuh dalam satu negara, tanda mulailah kerusakan datang ke negeri itu.

Pendapat Buya Hamka dalam tafsirnya tampak kontekstual dengan kondisi yang kita alami di negeri ini. sebuah kecemburuan yang mengakibatkan tidak sedikitnya kasus selidik menyelidiki lawan politik bahkan orang yang dianggap bisa menghambat jalan seseorang menuju panggung kekuasaan. Niat baik menciptakan perdamian malah berubah mencari saling curiga di tengah masyarakat.

Maka di dalam hadist yang telah kita tuliskan di atas tadi telah mulailah tersebut tajassasu yang berarti  mengintip-ngintip, badan penyelidik; dan tahassasu yang berarti badan merisik-risik, meraba-raba mencari-cari. Kian lama kian banyak tukang selidik, tukang raba ini diangkat. Orang-orang ini takut kalau sedikit berita yang disampaikan ke atas, mereka tidak akan mendapat pujian. Sebab itu selalulah mereka melapor, sampai yang kecil sebesar sampah dibuat dalam laporan sebesar gunung.

Orang berkumpul berbisik-bisik bertiga, dilaporkan ke atas bahwa ada rapat gelap orang mau berontak (istilah kekinian MAKAR). Kian hari kian banyaklah perkabaran demikian, sehingga kian hari cemaslah pemegang pemerintahan terhadap rakyat dan kian sehari pula kian hilang kepercayaann mereka kepada rakyat. Akhirnya banyaklah timbul penangkapan dan tuduhan. Setelah diperiksa dengan seksama, ternyata bahwa laporan itu tidak betul, laporan palsu.

Mungkin masih segar dalam ingatan masyarakat terkait kasus makar yang ditujukan kepada beberapa tokoh. Yang akhirnya terbukti tidak bersalah dan dibebaskan. Dampak dari penangkapan itu, beberapa tokoh tetap istiqomah dalam menyerukan kebenaran, sebagian lagi tampak terdiam dan beralih ke isu lain yang lebih aman.

Rakyat banyak bertambah takut, sesudah tak bertambah hilang kepercayaan kepada pemerintah. Mereka seakan-akan dipaksa mesti cinta kepada pemerintah. Padahal tidaklah ada suatu cinta paksaan yang murni! Itulah kata Rosululloh tadi; Afsadat-hum!  Artinya: pemerintah sendiri yang merusakkan rakyatnya!

“Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain”.  Mengorek-ngorek, kalau-kalau ada si anu dan si fulan bersalah, untuk menjatuhkan maruah si fulan di muka umum. Sebagaimana kebiasaan yang terpakai dalam kalangan kaum komunis sendiri apabila mereka dapat merebut kekuasan pada satu negara. Segala orang yang terkemuka dalam negara itu dikumpulkan “sejarah hidupnya”, baiknya dan buruknya, kesalahannya yang telah lama berlalu dan yang baru, jasanya dalam negeri dan perlawatannya ke mana saja.

Di beberapa media nasional kita tidak perlu heran jika sekelas Pak Dahlan Iskan yang sudah mapan secara ekonomi dan terbukti integritasnya masih di jerat kasus yang bisa mencemarkan nama baiknya. Belum lagi ada kasus Ibu Siti Fadilah yang membela tanah airnya dengan tidak memberikan vaksin kepada negara tertentu malah menjadi tersangka di KPK. Setiap pejabat publik seolah terjerat dengan masa lalu dan tinggal tunggu tanggal mainnya saja untuk di bongkar masa lalunya. Ini tontonan yang kurang mendidik yang dilakukan oleh aparatur negara.

Sampai juga kepada segala kesukaannya, baik kesukaan yang terpuji maupun yang tercela. Maka orang yang dianggap perlu untuk dipakai bagi kepentingan negera, segeralah dia dipakai dengan berdasar kepada “sejarah hidup” itu. Tetapi kalau datang masanya dia hendak didepak dan dihancurkan, akan tampillah ke muka orang-orang yang diperintahkan buat itu, lalu mencaci maki orang itu dengan membuka segala cacat dan kebobrokan yang bertemu dalam sejarah yang telah dikumpulkan itu.

“dan janganlah sebagian kamu mengunjing sebagian yang lain”. Menggunjing ialah membicarakan aib dan keburukan seseorang sedang dia tidak hadir, sedang dia berada ditempat lain. Hal ini kerap kali sebagai mata rantai dan kemunafikan. Orang asyik sekali membongkar rahasia kebusukan seseorang ketika seseorang itu tidak ada. Tiba-tiba saja, dia pun datang maka pembicaraan pun terhenti dengan sendirinya, lalu bertuar sama sekali dengan memuji-muji menyanjung menjunjung tinggi. ini adalah perbuatan hina dan pengecut. Dalam lanjutan ayat dikatakan,

“Apakah suka seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?” artinya, bahwasannya membicarakan keburukan seseorang ketika dia tidak hadir, samalah artinya dengan memakan daging manusia yang telah mati, tegasnya makan bangkai yang busuk. Begitulah hinanya! Kalau engkau seorang manusia yang bertanggung jawab, mengapa engkau tidak mau mengatakan di hadapan orang itu terus terang apa kesalahannya, supaya diubahnya kepada yang baik?

“dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allaa adalah penerima tobat, lagi maha penyayang”. (Ujung ayat 12)

Artinya, jika selama ini perangai yang buruk ini ada pada dirimu, mulai sekarang segeralah hentikan dan bertobatlah daripada kesalahan yang hina itu disertai dengan penyesalan dan bertobat. Allah senantiasa membuka pintu kasih sayang-Nya, membuka pintu selebar-lebarnya menerima kedatangan para hamba-Nya yang ingin menukar peruatan yang salah dengan perbuatan yang baik, kelakukan yang durjana hina dengan kelakukan yang terpuji sebagai manusia yang budiman.

Saya yakin diantara yang jahat, di antara pejabat negara masih ada orang-orang yang bersih, memiliki komitmen yang tinggi untuk menegakkan kebenaran. Walaupun jabatan dan nyawa menjadi taruhannya. Semoga pihak-pihak yang berwenang dapat memberikan contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat. sehingga kedamaian dan keharmonisan hadir di tanah air Indonesia.

Photo  Credit: wajibbaca.com

Jakarta, 21 Dzulqoidah 1438 H

Secara garis besar tulisan ini diadopsi dari Tafsir Al-Azhar Jilid 8 Karya PROF. DR. Hamka (2015). Jakarta: Gema Insani. Hal. 428-429


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.