“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu
menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang.” (Q.S. Al-Hujurat: 12)
Akhir-akhir ini masyarakat selalu disuguhkan
tontonan yang bisa mengarah menjadi tuntunan yang kurang mendidik. Saling curiga mencurigai antara masyarakat dan pemerintah. Bahkan ada
kecenderungan pemerintah yang mencurigai masyarakat.
Sejumlah kasus makar, beras maknyus, pembubaran
ormas, bahkan media republika pagi ini pemerintah akan membubarkan ormas yang
masih dirahasiakan namanya.
“Wahai Orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan daripada prasangka.”
Apa itu prasangka? Menurut Buya Hamka dari
tafsirnya Al-Azhar. Prasangka ialah tuduhan yang bukan-bukan perasangkaan yang
tidak beralasan, hanya semata-mata rahmat yang tidak pada tempatnya saja.
“karena sesungguhnya sebagian daripada prasangka itu adalah dosa”. Prasangka
adalah dosa karena dia adalah tuduhan yang tidak beralasan dan bisa saja
memutuskan silaturahim di antara dua orang yang barbaik.
Bagaimana perasaan yang tidak mencuri lalu
disangka orang bahwa ia mencuri, sehingga sikap kelakuan orang yang telah
berlainan kepada dirinya. beras yang bagus dibilang beras subsidi, kutuan, tapi
di jual sebagai beras premium. Orang yang terhormat dibilang melakukan tindak
kejahatan.
Rosululloh sangat mencegah perbuatan prasangka
yang sangat buruk itu dengan sabdanya,
“sekali-sekali janganlah kamu berburuk sangka
karena sesungguhnya buruk sangka adalah perkataan yang paling bohong. Dan
janganlah kamu mengintai-ngintai dan janganlah kamu merisik-risik dan janganlah
kamu berganding-gandingan dan janganlah kamu berdengki-dengkian dan janganlah
kamu berbenci-bencian dan janganlah kamu berbalik-belakangan dan jadilah kamu
seluruh hamba Allah bersaudara” (HR. Bukhori)
Dan sabda Rasululloh pula,
“Tidaklah halal bagi seorang islam untuk menjauhi
saudaranya lebih dari tiga hari" (HR. Muslim)
Dan Sabda Nabi,
“Tiga macam membawa krisis bagi umatku memandang
kesialan, dengki, dan jauh sangka.” (Hr.
Ath-Thabarani)
Suatu hadist lagi yang patut dipikirkan oleh
orang-orang islam yang memegang jabatan pemerintahan, sabda Rasululloh
sholaullohhu ‘alaihiwassalam,
“Apabila engkau buntuti aurat manusia
(kesalah-kesalahan mereka), niscaya engkau telah merusakkan mereka atau
nyarislah engkau merusakkan mereka”. (Hr. Abu Daud)
“Sesungguhnya seorang pemegang pemerintah apabila
dia telah suka menaruhkan ragu-ragu kepada manusia, niscaya dirusakkannyalah
manusia itu.” (Hr. Abu Dawud)
Artinya bahwa orang-orang yang memegang kuasa
jangalah lekas cemburu kepada rakyat yang dia perintah. Apabila dia telah
memulai cemburu, mulai banyak pulalah badan badan penyelidik, atau yang di
zaman modern ini disebut intelejen. Dengan banyak menanam intelijen itu,
menurut nubuwwah daripada Rasululloh sendiri, bukanlah si penguasa tadi hendak
berbuat baik kepada rakyatnya, melainkan cemburulah yang disebarkannya. Apabila
cemburu telah mulai tumbuh dalam satu negara, tanda mulailah kerusakan datang
ke negeri itu.
Pendapat Buya Hamka dalam tafsirnya tampak
kontekstual dengan kondisi yang kita alami di negeri ini. sebuah kecemburuan
yang mengakibatkan tidak sedikitnya kasus selidik menyelidiki lawan politik
bahkan orang yang dianggap bisa menghambat jalan seseorang menuju panggung
kekuasaan. Niat baik menciptakan perdamian malah berubah mencari saling curiga
di tengah masyarakat.
Maka di dalam hadist yang telah kita tuliskan di
atas tadi telah mulailah tersebut tajassasu yang berarti mengintip-ngintip, badan penyelidik; dan
tahassasu yang berarti badan merisik-risik, meraba-raba mencari-cari. Kian lama
kian banyak tukang selidik, tukang raba ini diangkat. Orang-orang ini takut
kalau sedikit berita yang disampaikan ke atas, mereka tidak akan mendapat pujian.
Sebab itu selalulah mereka melapor, sampai yang kecil sebesar sampah dibuat
dalam laporan sebesar gunung.
Orang berkumpul berbisik-bisik bertiga,
dilaporkan ke atas bahwa ada rapat gelap orang mau berontak (istilah kekinian
MAKAR). Kian hari kian banyaklah perkabaran demikian, sehingga kian hari
cemaslah pemegang pemerintahan terhadap rakyat dan kian sehari pula kian hilang
kepercayaann mereka kepada rakyat. Akhirnya banyaklah timbul penangkapan dan
tuduhan. Setelah diperiksa dengan seksama, ternyata bahwa laporan itu tidak
betul, laporan palsu.
Mungkin masih segar dalam ingatan masyarakat
terkait kasus makar yang ditujukan kepada beberapa tokoh. Yang akhirnya
terbukti tidak bersalah dan dibebaskan. Dampak dari penangkapan itu, beberapa
tokoh tetap istiqomah dalam menyerukan kebenaran, sebagian lagi tampak terdiam
dan beralih ke isu lain yang lebih aman.
Rakyat banyak bertambah takut, sesudah tak
bertambah hilang kepercayaan kepada pemerintah. Mereka seakan-akan dipaksa
mesti cinta kepada pemerintah. Padahal tidaklah ada suatu cinta paksaan yang
murni! Itulah kata Rosululloh tadi; Afsadat-hum! Artinya: pemerintah sendiri yang merusakkan
rakyatnya!
“Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang
lain”. Mengorek-ngorek, kalau-kalau ada
si anu dan si fulan bersalah, untuk menjatuhkan maruah si fulan di muka umum.
Sebagaimana kebiasaan yang terpakai dalam kalangan kaum komunis sendiri apabila
mereka dapat merebut kekuasan pada satu negara. Segala orang yang terkemuka
dalam negara itu dikumpulkan “sejarah hidupnya”, baiknya dan buruknya,
kesalahannya yang telah lama berlalu dan yang baru, jasanya dalam negeri dan
perlawatannya ke mana saja.
Di beberapa media nasional kita tidak perlu heran
jika sekelas Pak Dahlan Iskan yang sudah mapan secara ekonomi dan terbukti
integritasnya masih di jerat kasus yang bisa mencemarkan nama baiknya. Belum
lagi ada kasus Ibu Siti Fadilah yang membela tanah airnya dengan tidak
memberikan vaksin kepada negara tertentu malah menjadi tersangka di KPK. Setiap
pejabat publik seolah terjerat dengan masa lalu dan tinggal tunggu tanggal
mainnya saja untuk di bongkar masa lalunya. Ini tontonan yang kurang mendidik
yang dilakukan oleh aparatur negara.
Sampai juga kepada segala kesukaannya, baik
kesukaan yang terpuji maupun yang tercela. Maka orang yang dianggap perlu untuk
dipakai bagi kepentingan negera, segeralah dia dipakai dengan berdasar kepada
“sejarah hidup” itu. Tetapi kalau datang masanya dia hendak didepak dan
dihancurkan, akan tampillah ke muka orang-orang yang diperintahkan buat itu,
lalu mencaci maki orang itu dengan membuka segala cacat dan kebobrokan yang
bertemu dalam sejarah yang telah dikumpulkan itu.
“dan janganlah sebagian kamu mengunjing sebagian
yang lain”. Menggunjing ialah membicarakan aib dan keburukan seseorang sedang
dia tidak hadir, sedang dia berada ditempat lain. Hal ini kerap kali sebagai
mata rantai dan kemunafikan. Orang asyik sekali membongkar rahasia kebusukan
seseorang ketika seseorang itu tidak ada. Tiba-tiba saja, dia pun datang maka
pembicaraan pun terhenti dengan sendirinya, lalu bertuar sama sekali dengan
memuji-muji menyanjung menjunjung tinggi. ini adalah perbuatan hina dan
pengecut. Dalam lanjutan ayat dikatakan,
“Apakah suka seorang di antara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati?” artinya, bahwasannya membicarakan keburukan
seseorang ketika dia tidak hadir, samalah artinya dengan memakan daging manusia
yang telah mati, tegasnya makan bangkai yang busuk. Begitulah hinanya! Kalau
engkau seorang manusia yang bertanggung jawab, mengapa engkau tidak mau
mengatakan di hadapan orang itu terus terang apa kesalahannya, supaya diubahnya
kepada yang baik?
“dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allaa
adalah penerima tobat, lagi maha penyayang”. (Ujung ayat 12)
Artinya, jika selama ini perangai yang buruk ini
ada pada dirimu, mulai sekarang segeralah hentikan dan bertobatlah daripada
kesalahan yang hina itu disertai dengan penyesalan dan bertobat. Allah senantiasa
membuka pintu kasih sayang-Nya, membuka pintu selebar-lebarnya menerima
kedatangan para hamba-Nya yang ingin menukar peruatan yang salah dengan
perbuatan yang baik, kelakukan yang durjana hina dengan kelakukan yang terpuji
sebagai manusia yang budiman.
Saya yakin diantara yang jahat, di antara pejabat
negara masih ada orang-orang yang bersih, memiliki komitmen yang tinggi untuk
menegakkan kebenaran. Walaupun jabatan dan nyawa menjadi taruhannya. Semoga
pihak-pihak yang berwenang dapat memberikan contoh dan teladan yang baik bagi
masyarakat. sehingga kedamaian dan keharmonisan hadir di tanah air Indonesia.
Photo
Credit: wajibbaca.com
Jakarta, 21 Dzulqoidah 1438 H
Secara garis besar tulisan ini diadopsi dari
Tafsir Al-Azhar Jilid 8 Karya PROF. DR. Hamka (2015). Jakarta: Gema Insani.
Hal. 428-429
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.