Wawan
adalah salah satu karyawan di Sebuah perusahaan swasta. Seorang pekerja keras
yang memiliki segudang impian untuk meraih masa depan yang cerah. Yang luar
biasa, di sela-sela pekerjaannya ia juga sedang melanjutkan pendidikannya ke
jenjang S2.
Setiap hari
ia bergelut dengan waktu, mencoba berkompromi dengan keadaan yang terkadang
tidak mudah untuk membuat sebuah keputusan. Di tengah badai yang datang
menerpa, karena keputusannya untuk melanjutkan kuliah, ia terkadang kehilangan energi ekstra untuk
meneruskan perjuangannya.
Kata-kata
yang sering terlontar adalah “apalah saya, saya tidak sepintar bapak “ demikian
kata yang sering diucapkan.
Lalu rekannya menjawab :
"Mas Wawan terkarang manusia selalu memandang diri terlalu rendah, padahal apa yang dilakukannya mungkin tidak bisa dilakukan oleh orang banyak di luar sana. Tetapi, lagi-lagi cara sesorang memandang dunia sangat menentukan tindakannya di dalam menyelesaikan tantangan yang datang.
"Mas Wawan terkarang manusia selalu memandang diri terlalu rendah, padahal apa yang dilakukannya mungkin tidak bisa dilakukan oleh orang banyak di luar sana. Tetapi, lagi-lagi cara sesorang memandang dunia sangat menentukan tindakannya di dalam menyelesaikan tantangan yang datang.
Bila kita memandang diri kita kecil, dunia akan tampak sempit dan
tindakan yang kita ambil pun kecil. Tapi, jika kita memandang diri kita besar
karena kita diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Maka dunia akan
terlihat luas, kita pun melakukan perkara-perkara yang luar biasa, penting, dan
berharga.
Tindakan kita
adalah cermin bagaimana kita melihat dunia. Sementara dunia kita tidak lebih
luas dari pikiran kita tentang siapa kita sesungguhnya.
Oleh karena
itu, kita selalu diajarkan untuk berprasangka positif dalam hidup. Kepada
siapa? Orang lain? Tentu iya, tapi itu saja tidak cukup. Kita lebih dituntut untuk berprasangka positf
terutama kepada diri sendiri.
Untuk apa? Agar
kita bisa melihat dunia lebih indah, kita melihat setiap tantangan yang datang
sebagai karunia Sang Pencipta agar kita segera naik kelas, dan tentunya kita
dapat bertindak selaras dengan kebaikan-kebaikan yang ada dalam pikiran kita.
Dunia tidak
butuh penilaian apa-apa dari kita, ia terkadang hanya memantulkan apa yang
ingin kita lihat. Ia menggemakan apa yang ingin kita dengar. Bila kita takut
menghadapi dunia, sesungguhnya kita takut menghadapi diri kita sendiri.
Puncak keberanian kita menghadapi dunia pada akhirnya bukan hanya kita yakin kepada diri sendiri, tetapi kita beriman bahwa Allah selalu ada bersama kita. Ia selalu bersama orang-orang yang gemar berbuat kebajikan, mau menolong dirinya sendiri dan orang lain
Puncak keberanian kita menghadapi dunia pada akhirnya bukan hanya kita yakin kepada diri sendiri, tetapi kita beriman bahwa Allah selalu ada bersama kita. Ia selalu bersama orang-orang yang gemar berbuat kebajikan, mau menolong dirinya sendiri dan orang lain
Maka,
sekali lagi persoalannya bukan apakah kita berprasangka positif atau negatif
terhadap diri sendiri. Tetapi kita perlu jujur melihat diri sendiri apa adanya.
Dan, dunia pun menampakkan realitanya yang selama ini tersembunyi di balik
penilaian-penilaian kita. Karena harapan kita sangat menentukan gambaran kehidupan yang kita jalani saat ini.
Hati-hati
dalam mengukur dan menilai diri sendiri. Terkadang yang kita lakukan belum tentu
bisa dilakukan oleh orang lain.
Yuk kita
perbaiki cara kita memandang dunia. Karena cara kita memandang dunia akan
menentukan tindakan kita.
Selalu
berpikir positif dan jangan lupa bahagia ya.
Mendengar nasehat itu mata Wawan berbinar, ia menatap dalam dan berdialog dengan suara hatinya. entah apa yang terjadi setelah percakapan itu, yang jelas hatinya sekarang sedang berkecamuk dan bercampur dengan rasa damai. Tapi ia hanya berujar "Terima Kasih ya Pak".
Lalu meninggalkan ruangan untuk kembali berangkat kerja sambil tersenyum.
Mendengar nasehat itu mata Wawan berbinar, ia menatap dalam dan berdialog dengan suara hatinya. entah apa yang terjadi setelah percakapan itu, yang jelas hatinya sekarang sedang berkecamuk dan bercampur dengan rasa damai. Tapi ia hanya berujar "Terima Kasih ya Pak".
Lalu meninggalkan ruangan untuk kembali berangkat kerja sambil tersenyum.
Jakarta, 29
Muharram 1438 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.