Senin, 31 Oktober 2016

Cara Memandang Dunia

Wawan adalah salah satu karyawan di Sebuah perusahaan swasta. Seorang pekerja keras yang memiliki segudang impian untuk meraih masa depan yang cerah. Yang luar biasa, di sela-sela pekerjaannya ia juga sedang melanjutkan pendidikannya ke jenjang S2.

Setiap hari ia bergelut dengan waktu, mencoba berkompromi dengan keadaan yang terkadang tidak mudah untuk membuat sebuah keputusan. Di tengah badai yang datang menerpa, karena keputusannya untuk melanjutkan kuliah, ia  terkadang kehilangan energi ekstra untuk meneruskan perjuangannya.

Kata-kata yang sering terlontar adalah “apalah saya, saya tidak sepintar bapak “ demikian kata yang sering diucapkan.

Lalu rekannya menjawab :

"Mas Wawan terkarang manusia selalu memandang diri terlalu rendah, padahal apa yang dilakukannya mungkin tidak bisa dilakukan oleh orang banyak di luar sana. Tetapi, lagi-lagi cara sesorang memandang dunia sangat menentukan tindakannya di dalam menyelesaikan tantangan yang datang.

Bila kita memandang diri kita kecil, dunia akan tampak sempit dan tindakan yang kita ambil pun kecil. Tapi, jika kita memandang diri kita besar karena kita diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Maka dunia akan terlihat luas, kita pun melakukan perkara-perkara yang luar biasa, penting, dan berharga.

Tindakan kita adalah cermin bagaimana kita melihat dunia. Sementara dunia kita tidak lebih luas dari pikiran kita tentang siapa kita sesungguhnya.

Oleh karena itu, kita selalu diajarkan untuk berprasangka positif dalam hidup. Kepada siapa? Orang lain? Tentu iya, tapi itu saja tidak cukup. Kita lebih dituntut untuk berprasangka positf terutama kepada diri sendiri.

Untuk apa? Agar kita bisa melihat dunia lebih indah, kita melihat setiap tantangan yang datang sebagai karunia Sang Pencipta agar kita segera naik kelas, dan tentunya kita dapat bertindak selaras dengan kebaikan-kebaikan yang  ada dalam pikiran kita.

Dunia tidak butuh penilaian apa-apa dari kita, ia terkadang hanya memantulkan apa yang ingin kita lihat. Ia menggemakan apa yang ingin kita dengar. Bila kita takut menghadapi dunia, sesungguhnya kita takut menghadapi diri kita sendiri.

Puncak keberanian kita menghadapi dunia pada akhirnya bukan hanya kita yakin kepada diri sendiri, tetapi kita beriman bahwa Allah selalu ada bersama kita. Ia selalu bersama orang-orang yang gemar berbuat kebajikan, mau menolong dirinya sendiri dan orang lain

Maka, sekali lagi persoalannya bukan apakah kita berprasangka positif atau negatif terhadap diri sendiri. Tetapi kita perlu jujur melihat diri sendiri apa adanya. Dan, dunia pun menampakkan realitanya yang selama ini tersembunyi di balik penilaian-penilaian kita. Karena harapan kita sangat menentukan gambaran kehidupan yang kita jalani saat ini.

Hati-hati dalam mengukur dan menilai diri sendiri. Terkadang yang kita lakukan belum tentu bisa dilakukan oleh orang lain.

Yuk kita perbaiki cara kita memandang dunia. Karena cara kita memandang dunia akan menentukan tindakan kita.

Selalu berpikir positif dan jangan lupa bahagia ya.

Mendengar nasehat itu mata Wawan berbinar, ia menatap dalam dan berdialog dengan suara hatinya. entah apa yang terjadi setelah percakapan itu, yang jelas hatinya sekarang sedang berkecamuk dan bercampur dengan rasa damai. Tapi ia hanya berujar "Terima Kasih ya Pak". 

Lalu meninggalkan ruangan untuk kembali berangkat kerja sambil tersenyum.

Jakarta, 29 Muharram 1438 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.