Ketika mudik,
semua orang berbondong-bodong berusaha menampilkan kemakmuran yang telah
dicapai diperantauan. Berbagai atribut dikenakan untuk menunjukkan status yang
ia miliki. Berbagai jenis merek mobil parkir di pinggiran rumah. Masuk ke
pelosok gang-gang desa-desa di seluruh penjuru.
apa yang
sebenarnya paling bernilai dari seseorang? Apakah pakaiannya? Kendaraannya? Dan
berbagai atribut yang dia kenakan? Sebagaian orang mungkin akan memandang hal
itu dengan terkesima, tetapi bagi pribadi yang memiliki nilai-nilai ilahiah. Yang
telah melewati pendidikan di bulan ramadhan. Selain, pakaian indah yang
dikenakan seseorang, yang bernilai dari seseorang adalah pribadinya.
Mengapa? Selama
bulan ramadhan kita sadari atau tidak sebenarnya kita sedang menenun pakaian
takwa yang melekat di dalam jiwa, pikiran, dan tingkah laku kita. Ketika ramadhan
berlalu kita diharapkan mengenakan pakaian takwa yang menjadi standar kemuliaan
bagi manusia.
Orang yang
berilmu saja walaupun sangat ahli dalam suatu bidang belum tentu berharga dan
belum tentu memperoleh kekayaan dalam hidup apabila sekiranya bahan pribadinya
yang lain tidak lengkap atau tidak kuat terutama budi dan akhlak.
Mungkin Anda
pernah mendengar, melihat, atau merasakan bertemu dengan orang yang secara ilmu
dan kedudukannya memiliki berbagai titel di depan dan belakang namanya. Tetapi,
kita merasa tidak nyaman berada di sampingnya, karena ia tidak bisa menjaga
perasaan orang lain. Tidak bisa mengendalikan lidahnya untuk merendahkan orang
lain.
Banyak guru,
dokter, hakim, insinyur, dan orang yang memiliki banyak koleksi buku serta
diplomanya segulung besar, dalam masyarakat dia menjadi mati sebab dia bukan
“orang masyarakat”. Hidupnya hanya mementingkan diri sendiri dan diplomanya,
hanya untuk mencari harta. Hatinya sudah seperti batu, tidak mempunyai
cita-cita selain kesenangan dirinya. pribadinya tidak kuat, karena ia bergerak
bukan karena dorongan jiwa dan akal. Dan, kepandaiannya yang banyak seringkali
menimbulkan ketakutan, bukan menimbulkan keberanian untuk memasuki dan menjalani
hidup.
Di suruh
merantau? Takut. Alasannya tidak punya saudara atau biaya hidup mahal di kota
besar. Di suruh buka usaha? Alasannya tidak punya modal, pesaing banyak. Di suruh
bekerja? Alasanya tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Memiliki keyakinan
yang kuat itu bagus, tindakan yang konsisten itu baik, tetapi jika pekertinya
rusak maka hancurlah reputasi seseorang. Oleh karena itu, yakinlah reputasi
terbaik yang harus kita bangun bukan depan banyaknya ijazah yang kita kumpulkan
tetapi reputasimu yang paling berharga adalah pribadimu.
Jakarta, 5
Syawal 1437 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.