Rabu, 27 Juli 2016

Cara Meraih Ketenangan Hidup Dalam Islam



Banyak ayat yang sudah kita baca dan akrapi dalam hidup. Walaupun kita harus mengakui masih banyak dikalangan generasi muslim yang belum mampu membaca kitab suci dengan baik. Tetapi pertanyaan pentingnya adalah seberapa jauh ayat yang kita baca itu mampu mengubah kehidupan kita? 

Adakah perubahan pola pikir, perasaan, dan sikap seorang hamba ketika berinteraksi dengan surat cinta dari Penciptaya Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Mari kita perhatikan dengan seksama surat cinta dari-Nya kepada manusia yang penuh khilaf dan dosa ini. Semoga Anda menemukan kembali spirit untuk hidup. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

“...Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk orang-orang yang taubat kepada-Nya. Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah. Sadarilah hanya dengan mengingat Allah hati akan tenang.” (Ar-Ra’d: 27-28). 

Saudaraku, Apakah Anda pernah mendengar atau membaca ayat di atas? Apa yang Anda pahami setelah membacanya?

Ayat di atas dipetik dari surat Ar-Ra’d yang berarti guruh. Disebut surat Ar-Ra’d karena ada bagian yang menyinggung tentang guruh, yakni pada ayat ke-13 yang berbunyi, Dan guruh itu bertasbih sambil memuji Allah. Ayat ini memberi pelajaran kepada manusia bahwa guruh pun bertasbih, sudah semestinya manusia pun ikut bertasbih.

Sedangkan ayat ke-27 dan 28 yang tertera di atas menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) akan memberi petunjuk dan bimbingan kepada orang-orang yang bertaubat kepada-Nya. Artinya, orang-orang yang sadar lalu kembali ke jalan Allah; orang-orang yang telah menyesali perbuatan-perbuatan tercela yang pernah dilakukannya. 

Tulisan Terkait : Lima Langkah Kunci Kembali Kepada Allah

Dijelaskan dalam ayat ke-28 bahwa, “Yaitu orang-orang yang beriman.” Artinya, dengan bertaubat itu berarti kembali memasuki kancah keberimanan atau kembali melakukan kewajiban-kewajiban sebagai orang beriman. Hal tersebut dibuktikan dengan banyak mengingat Allah sehingga tidak mudah lagi terpeleset dari jalan petunjuk. Dalam keadaan demikian itu, jiwanya menjadi tenang dan tenteram, karena memang ada jaminan dalam lanjutan ayat itu bahwa, “Dengan banyak mengingat Allah hati akan tenteram.”

Orang yang telah melalui proses ini--yaitu menyongsong gerbang taubat dan memasuki istana iman--lalu memanfaatkan kondisi tersebut untuk selalu mengingat Allah, maka itulah orang yang telah mendapat kebahagiaan yang tiada bandingannya.

Apalagi dalam kondisi seperti sekarang ini, ketenangan jiwa sungguh sangat mahal harganya. Bukankah di sekitar kita sekarang penuh dengan hal-hal yang memproduksi kegelisahan, kecemasan, keputusasaan, keraguan, duka cita, dan lain sebagainya? Kalau kita tidak memiliki ketenangan jiwa, tidak memiliki pegangan kuat, dan tidak mempunyai pandangan, niscaya mudah terombang-ambing. 

Tulisan Terkait : Bagaimana Menyikapi Takdir

Mengingat Allah juga dapat berarti hendaknya kita selalu menumbuhsuburkan prasangka baik kepada Allah. Jika kita buat sebuah ilustrasi, Apakah Anda pernah mencukur rambut (bisa ke pangkas rambut atau salon)?

Kenapa ketika sebuah pisau ada di telinga Anda, Anda tidak merasa takut? Ketika pisau itu bergerak ke arah leher Anda untuk merapikan jenggot Anda, Anda masih tampak tenang juga?

Iya, karena Anda memiliki prasangka baik kepada si tukang cukur bahwa ia seorang yang ahli dalam mencukur. Maka hilanglah kerisauan dan ketakutan Anda. Lalu bagaimana dengan Allah? Bukankah semua masalah yang kita hadapi sudah diukur dengan cermat oleh-Nya? Bahwa Anda pasti mampu melewatinya.

Tidakkah Anda ingat bahwa telah berlalu beratus-ratus kesulitan hidup yang telah Anda lewati. Sejak Anda Bayi sampai dewasa hari ini. sudah berapa liter air mata dan keringat yang mengalir berganti dengan senyum dan tawa.

Jika kita menelisik lebih jauh ke dalam sanubari yang terdalam, kita akan menemukan banyak bisikan-bisikan keraguan terhadap Janji-Janji dan solusi yang ditawarkan oleh Sang Pencipta. Sehingga banyak manusia khususnya umat muslim menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya.

Saudaraku,

Ketenangan jiwa membuat orang dapat hidup tenang. Inilah yang sangat diperlukan pada situasi seperti sekarang, di tengah-tengah gelombang kehidupan yang serba tidak menentu. Apalagi bagi seorang pemimpin yang bercita-cita mewujudkan kecerah-ceriaan masa depan bagi negeri yang sedang terpuruk ini. Hanya orang yang memiliki ketenangan jiwa yang dibalut oleh iman dan dzikrullah yang dapat berpikir tenang; berpandangan jitu, dan mampu membuat program yang mengenai sasaran untuk kepentingan manusia dan kemanusiaan. 

Dzikir juga berarti kita bisa mengkaitkan setiap aktivitas yang kita lakukan sebagai ibadah kepada-Nya. MengingatNya dalam pasar dengan menjadi pedagang yang jujur. Mengingat-Nya di Rumah Sakit dengan memberikan obat yang halal dan menjauhi vaksin yang palsu. Mengingat-Nya di Sekolah atau kampus dengan giat belajar. Mengingat-Nya di Kantor atau Perusahaan dengan tekun bekerja sambil memegang teguh prinsip-prinsip kejujuran dan integritas. Mengingat-Nya di ladang pertanian dengan menanam benih yang unggul dan telaten merawatnya. Mengingat-Nya di dalam keluarga dengan mendidik titipan-Nya berupa putra-putri yang masih lucu.

Kita membutuhkan orang-orang sholeh di semua bidang kehidupan manusia. Mereka bisa saja berbeda profesi, bisa sebagai teknokrat, Pengusaha,Ekonom, Guru, Orang tua, Politisi, Pedagang, Tentara, dan tentunya Pemimpin. Bukan hanya di masjid-masjid. Sehingga perubahan bisa secara masif dilakukan disemua lini.
 
Sekarang ini kita bukannya miskin manusia intelek, tetapi ibu-ibu di negeri ini tidak subur rahimnya untuk melahirkan insan-insan yang memiliki jiwa dan pikiran tenang. Yaitu insan yang tidak terkontaminasi dengan virus kegelisahan, kecemasan, keputusasaan, dan keraguan.


Hendaknya secuil ketenangan jiwa yang telah kita peroleh bisa senantiasa dipelihara, kita pupuk dengan shalat, shiyam, baik yang fardhu atau yang sunnah, infaq, dzikir, dan tadabbur (telaah) Al-Qur'an. In syaa Allah semua itu akan menghidupkan hati, menenangkan jiwa, membuka pikiran, dan meluruskan langkah. Lebih jauh dari itu, akan mengantar kita agar dapat terhindar dari kesulitan di akhirat, yang sekaligus akan mempermudah kita dalam urusan dunia ini.

Sekarang ini kita tidak mengharapkan lahirnya pakar manajemen yang telah menghabiskan separoh umurnya belajar dari satu negara ke negara yang lain, namun kering dari nilai-nilai wahyu. Tapi yang diharapkan adalah yang tercerahkan dengan wahyu dan kaya dengan bahan perbandingan.

Saudarku mari kita bisa belajar dari sejarah. Kaisar Romawi, Heraclius, beberapa saat setelah pasukannya dipukul mundur oleh tentara Muslim, dia bertanya kepada pembesar-pembesarnya, “Kabarkanlah kepadaku tentang kaum Muslimin yang memerangi kalian itu. Bukankah mereka juga manusia seperti kalian?”

Pembesarnya menjawab, “Benar.”

Kaisar bertanya lagi, “Lalu mana yang lebih banyak jumlahnya, kalian atau mereka?”

Para pembesar menjawab, “Jumlah kami lebih banyak.”

Kaisar melanjutkan pertanyaannya, “Kenapa kalian bisa kalah?”

Seorang tua di kalangan pembesar menjawab, “Karena tentara Islam shalat di malam hari dan berpuasa di siang hari, mereka menepati janji, melaksanakan amar ma'ruf dan nahi munkar, saling membagi, tidak saling mementingkan diri. Yang menyebabkan kita kalah karena kita gemar minum khamr, berzina, suka melakukan yang haram, terbiasa melanggar janji, mudah marah, berbuat zhalim, memerintah dengan kekerasan, mencegah dari hal yang diridhai Allah, dan kita banyak berbuat kerusakan di muka bumi ini.”

Kaisar Heraclius berkata, “Lewat keteranganmu ini membuat aku yakin bahwa kita memang pantas dikalahkan oleh mereka, dan mereka akan merebut dan menguasai tempat berpijak kedua telapak kakiku ini.”

Kita dapat melihat bahwa kemenangan yang dicapai ummat Islam bukan hanya dengan mengandalkan persenjataan yang lengkap dan jumlah personil yang banyak, tapi terletak pada ketaatan dan kepatuhan berpegang teguh pada ajaran yang dianutnya. Dalam kondisi genting pun tetap menjaga moral dan mematuhi norma-norma yang telah digariskan untuknya.

Mereka memiliki ketenangan jiwa dan pikiran jernih, baik panglima perangnya ataupun perajurit-prajuritnya. Mereka mampu menahan diri melihat lawannya berpesta khamar dan melampiaskan nafsu seksnya. Kaum Muslimin sadar bahwa dalam ketenangan dan pengendalian dirilah terletak potensi maha raksasa untuk mencapai kemenangan.

Ini baru satu dua ayat, bagaimana jika manusia menginstal Al-Qur’an dalam dirinya? tekun mengakrapi dirinya kepada Al-Qur’an? Pastilah ketenangan,Kebahagiaan, kesuksesan akan menghampiri dirinya. dan taukah Anda? Bahwa sesungguhnya seorang hamba Allah itu hidupnya selalu dibahagiakan oleh Pentipta-Nya dengan aneka perintah dan larangan-Nya. Syaratnya, kita benar-benar sudah menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya. 

Semoga keselamatan, rahmat, dan barokah Allah selalu menyertaimu saudaraku.
Semoga hari ini menyenangkan. 
Wallahu a’lam.

 Gambar : Succes

Dari Hamba Allah yang mengharapkan Ridho dan Ampunan-Nya

Jakarta, (Menjelang Fajar) 22 Syawal 1437 H

4 komentar:

  1. Subhanallah..ketenangan didapatkan tatkala iman dan mengingati Allah.
    Bermanfaat Mas Rio. Terimakasih.

    BalasHapus
  2. Semoga Keselamatan, rahmat dan barokah Allah selalu menyertai Mas Beni Sumarlin. Senang bisa berbagi.

    BalasHapus
  3. Karena Aturan islam sudah jelas, semoga bisa mengikuti ssecara penuh, aamiin.

    BalasHapus

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.