Rabu, 20 Juli 2016

Bahaya Laten Smartphone dan Main Game Pokemon Go



Akhir-akhir ini santer kita dengar orang berbondong-bondong berburu pokemon melalui game Pokemon Go. mulai dari orang yang berpendidikan sampai dengan orang yang tidak berpendidikan ikut-ikutan berburu pokemon. 

Saya jadi teringat beberapa tahun yang lalu, banyak orang yang berburu batu. Berbagai jenis batu dari harga puluhan ribu sampai puluhan juta keluar dari kocek seseorang untuk memenuhi seleranya. Tapi bagaimana nasipnya sekarang? Apa pelajaran yang bisa kita ambil?

Terkadang Emosi dan eforia masal membuat kita semua mudah terjebak dalam “irrational exuberance”. Ramai-ramai menjadi goblok. Kegoblokan kolektif. Demikian kata sebagian pakar.

Saat kita dihadapkan pada fenomena orang yang ramai berbondong-bondong memburu sesuatu, kita mesti sadar mungkin ada benih irasionalitas disana. Apalagi yang diburu ini sesuatu yang tidak ada. Hanya di dalam smartphone. 

Sebab perilaku yang dilakukan orang kebanyakan bukan berarti yang paling benar. Jangan-jangan mereka sedang beramai-ramai menuju kegoblokan massal.

Terkait Pokemon Go ini, semua ikut bermain, semua ikut berkomentar mulai dari menteri sampai wakil presiden. Tapi, semua menganggap hal ini biasa-biasa saja, tidak perlu ditutup. Benarkah ini hal biasa? Apa sebenarnya dampak yang ditimbulkan dalam kehidupan masyarakat?

Dalam beberapa diskusi ada yang mengaitkan game ini dengan ancaman keamanan data. Padahal jika kita berbicara ancaman keamanan data penggunannya. Hampir semua aplikasi yang kita instal di smartphone kita, memiliki akses untuk membuka data pribadi kita. Kecuali Anda menggunakan hp jadul, mungkin sedikit lebih aman.

Ada pandangan yang lebih menarik dari semua itu terkait bahaya laten smartphone dan game online, khususnya Pokemon Go dari seorang sahabat yang ia dapatkan dari Yodhia.

Kegilaan dan kelatahan konsumen akan “sesuatu yang hot” selalu berulang. Ini bukan penyakit khas Indonesia. Ini fenomena perilaku yang terjadi di seluruh dunia. Fenonema ini juga lazim disebut sebagai “bandwagon effect” (social proof) – efek kelatahan.

Dulu demam Angry Birds, dan sekarang jutaan konsumen terjebak dalam euforia Pokemon Go.

Namun ada yang lebih kelam : kegilaan konsumen akan Pokemon Go menyemburatkan sebuah fakta muram – tentang bahaya laten smartphone.

Apa hubungan Pikachu (nama karakter dalam Pokemon) dan bahaya laten smartphone?

Cal Newport dalam risalah terbarunya yang memukau berjudul Deep Work, menyebut sebuah istilah yang layak dikenang : shallow work. Shallow work adalah sejenis aktivitas yang dangkal, kelihatan sibuk, namun tidak berdampak signifikan buat peningkatan skills dan income kita.

Dan ledakan smarthone sungguh telah membuat banyak konsumen terjungkal dalam shallow work yang dangkal dan tidak produktif – atau tidak punya impak nyata bagi peningkatan self competency.

Salah satu contoh shallow work, menurut Cal Newport ya itu tadi : berjam-jam sok sibuk menghabiskan waktu untuk main game (seperti Pokemon Go, Dota, Class of Clans dan sejenisnya) via smartphone atau laptop.

Waktu yang sangat berharga, yang bisa dipakai untuk melakukan deep work dan deep thinking demi peningkatan skills, terbuang percuma lantara berjam-jam dihabiskan untuk main game di smartphone.

Ada cerita nyata yang menarik. Alkisah ada dua anak muda sama-sama usia 19 tahun. Yang satu sibuk berjam-jam main game online (seperti Pokemon dan CoC). Yang satu sibuk belajar dan praktek jualan online. 4 tahun kemudian, saat keduanya berusaia 23 tahun, yang tadinya sibuk jualan online sudah bisa punya net income 25 juta per bulan. Yang sibuk main game, bingung mau kerja apa dan malah jadi pengangguran. 

Selain main game yang hanya buang-buang waktu untuk fun, contoh shallow work lain menurut Cal Newport adalah ini : terjebak dalam distraksi notifikasi onlie via smartphone.

Distraksi smartphone itu terus mengalir, always on, via notifikasi grup-grup WA yang diikuti, atau browsing status di FB atau Instgram, atau menghabiskan waktu untuk membaca berita online yang acap mutunya seperti sampah.

Terjebak Pokemon, terjebak diskusi ngalor ngidul via grup WA, atau terjebak mengikuti status dan info online yang tidak ada gunanya adalah contoh kelam tentang bahaya laten smartphone.

Itulah bahaya laten yang merampas waktu produktif kita. Waktu berharga yang mestinya bisa digunakan untuk meningkatkan skills dan income, terbuang percuma dalam layar smartphone yang destruktif.

Gangguan online tanpa henti dari smartphone seperti itu, menurut Cal Newport, acap membuat kita gagal melakukan “deep work” dan “deep thinking”. Deep work artinya menghasilkan karya yang wow, yang butuh fokus, kedalaman serta konsentrasi yang tajam.

Sayangnya deep work seperti itu kini makin sering gagal dilakukan karena tersapu oleh gelombang distraksi tanpa henti dari smartphone.

Cal Newport menulis hal yang menarik : yang melakukan deep work sejatinya adalah programmer yang menciptakan Pokemon (sang jenius yang menghasilkan karya wow seperti itu). Sementara jutaan konsumennya hanya terjebak dalam shallow work – aktivitas yang dangkal.

Jadilah kreator yang hebat. Bukan konsumen yang selalu terjebak dalam euforia dan “dimanfaatkan” oleh para produsen kreatif.

Namun bahaya laten smartphone bukan hanya dalam hal merampas waktu produktif kita untuk melakukan hal-hal dangkal seperti main game, cek status abal-abal, atau browsing infomasi online yang tidak punya kaitan dengan perubahan income kita. Apalagi akhirat kita.

Bahaya laten smartphone lain adalah ini : menjebak sel otak kita untuk terbiasa berpikir melompat-lompat – klik ini, klik itu, tap ini tap itu, scroll, scrol dan terus berputar seperti itu.

Smartphone mendidik kita untuk tidak pernah bisa fokus dan selalu “tergoda” untuk terus bergerak mengikuti aliran informasi online atau distraksi notifikasi.

Dalam jangka panjang, proses seperti amat kelam dampaknya. Sebuah riset neurologi membuktikan kini makin banyak anak-anak muda generasi digital yang sulit membangun konsentrasi panjang (misal membaca buku 50 halaman, atau menekuni sebuah pekerjaan yang menuntut deep thinking).

Attention span kita menjadi makin pendek – dan selalu ingin bergegas (mirip seperti saat kita asyik main smartphone).

Akibatnya bisa fatal : sel otak yang terjebak seperti itu jadi makin sulit diajak untuk menekuni sebuah problem sulit yang menuntut ketekunan dan konsentrasi tajam.

Daya kegigihan dan ketekunan kita untuk melakukan deep work dan deep thinking jadi makin redup dihancurkan oleh layar smartphone.

Cal Newport menulis : tanpa kecakapan dan ketekunan melakukan deep work, Anda hanya akan jadi pecundang, dan tidak pernah bisa menghasilkan karya yang cetar membahana.

Mungkin itulah fakta pahit nan kelam tentang “smartphone paradox” : smartphone yang kita pakai ini makin hari makin cerdas teknologinya. Smarter machine. Namun sayang, gadget yang kian cerdas itu kadang justru makin membuat penggunanya makin bodoh dan primitif.

Tanpa kesadaran untuk menjadi kreator yang kreatif, jutaan konsuman smartphone hanya akan selalu terjebak dalam euforia, persis seperti kegilaan Pokemon Go yang kini tengah meledak.

Tanpa kecerdasan digital (digital intelligence) , maka layar smartphone hanya akan membuat kita terpelanting dalam shallow work : aktivitas yang kelihatannya asyik namun sama sekali tidak punya dampak berarti bagi peningkatan skills dan perbaikan income kita. Terkhusus akhirat kita bro.

Walaupun demikian tekhnologi bisa mendatangkan kebaikan bagi manusia, tetapi juga bisa mendatangkan malapetaka dan kebangkrutan kita di akhirat nanti. So, bijaklah menggunakannya.

“Termasuk kesempurnaan iman seseorang adalah dengan meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat” demikian sabda Nabi Muhammad Sholaullohhu ‘alaihi wassalam.

Selamat berkarya 

Gambar: Kaskus
 
Jakarta, 15 Syawal 1437 H

2 komentar:

  1. untungnya, saya gak suka maen game, paling adanya onet2 tp itu juga gak tau kpn mau mainnya. kalo suami gamenya jelas bola. anak2, gak main juga. jadi ya, untunglah

    tapi di luar sana , masih byk yang gak beruntung, ya

    BalasHapus
  2. Beruntung sekali orang yang sudah tercerahkan hati dan pikirannya. Terima Kasih Sharing pengalamannya Mbak Milda.

    BalasHapus

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.