Oleh : Dr.
A. Bukhori, S.H., M.H.
Konflik Hak
Guna Usaha di Provinsi bengkulu dari hari ke hari tak bisa dihindari semakin
kompleksitas sangat berdampak politis, ekonomi dan budaya, hampir setiap hari
berita di media cetak yang beredar di Provinsi Bengkulu masyarakat berteriak tentang ketidakadilan
permasalahan tanah-tanah HGU di atas tanah yang mereka kuasai, antara masyarakat
dengan perusahan perkebunan.
Tertindasnya
hak-hak rakyat pemilik tanah di atas tanah HGU yang tidak pernah dibayarkan
ganti ruginya/apalagi jauh dari harapan yaitu ganti untung, masyarakat
pemilik tanah sangat resah dan mendambahkan uluran tangan yang tegas dan
serius dari pemerintah (pemangku
kepentingan ) bukan janji seperti yang mereka dapat selama ini selalu beralasan
, "maaf pak dokumennya kami pelajari dulu, akan segera kami panggil pihak
perusahaannya, akan kami laporkan pada atasan dulu,akan segera diadakan rapat
koordinasi dulu bersama pihak SKPD terkait",atau janji - janji lainnya
yang penting masalahnya redam dulu.
Harapan itu
lantas berlalu begitu saja kandas dalam sebuah kata penyelesaiaan tanpa ujung
konflik HGU di Provinsi Bengkulu. Masyarakat menanti aksi nyata dari Pemerintah yang berpihak kepada
rakyat kecil (pemilik tanah yang sah) bukan janji yang tidak pasti yang
dibutuhkan. Bahkan masyarakat tidak mau
mengerti tentang masalah konflik ini
masuk ke dalam ranah politik, yang dibutuhkan masyarakat adalah
keberpihakan, ketegasan, kepastian, keadilan, tidak berbelit belit dalam
mengambil keputusan.
Yang dikehendaki
masyarakat adalah penyelesaian tanah-tanah masyarakat yang benar-benar belum
diganti rugi oleh pihak perusahaan di dalam areal HGU, bukan penyelasian tanah –tanah yang diokupasi masyarakat
pendatang/penggarap yang tidak jelas asal usul perolehan tanahnya, penggarap
illegal yang membuat talang-talang, bahkan
sudah menjadi Desa-desa persiapan di atas tanah HGU . Kebijakan ini
adalah sangat menyakiti hati nurani masyarakat yang benar-benar tanahnya belum pernah diganti rugi oleh
perusahaan seperti tuntutan 511 petani di Kabupaten Seluma yang tanahnya
berada di dalam HGU PT. Sandabi Indah Lestari (PT.SIL).
Sebagai
contoh penulis sampaikan di Kabupaten Muko-muko di atas areal HGU PT. Agro Muko
ada pengambilan batu illegal di beberapa titik di areal Tanah Rekah Estate
(Maladministrasi perijinan), PT. Asri Rimba Wirabakti (Desa Bunga Tanjung,
nenggalo,Pasar Bantal dan Kuala Teramang) areal yang dikuasai oleh pihak
perusahaan hanya kurang dari 50 % dari luasan HGU seluas 1789 ha, selebihnya
adalah tanah –tanah rakyat seperti
persawahan beririgasi teknis, kebun karet, sawit, dan kebun –kebun campuran
lainnya yang dikelolah dengan baik dan sangat produktip yang menjadi tempat
tumpuhan harapan keluarga dalam menopang hidupnya.
Selanjutnya PT. Perkebunan
Aceh Timur (PT. PATI) hanya mengusai fisik
lebih kurang 500 hektar dari luasan hgu 3126 hektar. Di kabupaten
Bengkulu Utara diatas HGU PT. Pamorganda ada perjanjian pinjam pakai seluas 17
ha dengan PT. Titan (Batu bara) yang menjadi lokasi penumpukan batu bara (Houling
area), PT.Sandabi Indah Lestari (SIL)
berinisial (RO) bertindak atas nama koperasi melakukan penambangan
illegal yang kasusnya sudah ditangani secara intensif oleh pihak Polres Bengkulu Utara dan tanah- tanah
inclave desa –desa persiapan diatas tanah hgu yang diokupasi oleh masyarakat,
seperti contoh Desa persiapan Simpang Batu, Lembah Duri. Di Kabupaten Bengkulu
Tengah PT. Bengkulu Sawit jaya (BSJ) sebagaimana dimuat media cetak harian
terbesar di Bengkulu yaitu Rakyat
Bengkulu 25 juni 2015 dan PT. Agri Andalas
konflik pembebasan /penanaman
sawit yang belum ada kesepakatan penyelesaiannya (Seperti yang disampaikan oleh
pak Zulkarnain kepada penulis sbg
pemilik tanah). Di Kabupaten Kepahiang di atas tanah HGU PT.Sarana Mandiri
Mukti (PT.SMM) perkebunan teh ( ex.hak erfacht peninggalan Belanda ).
Petani
penggarap kebanyakan sudah generasi penerus orang tuanya yang dulu menjadi buruh
harian. Komentar Pak Suyat Kulo masih eling (saya masih ingat ) dengan nada bersemangat Pidato Sang Ploklamator
Bung Karno (Presiden Pertama Negara
Kesatuan Republik Indonesia) tahun 1960 “ Tanah untuk mereka yang betul-betul
menggarap tanah, tanah tidak untuk mereka yang duduk ongkang -ongkang menjadi
gemuk gendut karena menghisap keringat orang –orang yang menggarap tanah itu”.
Selanjutnya
Sang Proklamator berpesan untuk kita semua renungkan “Perjuanganku lebih mudah
karena mengusir penjajah,perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu
sendiri “.
Masyarakat petani penggarap menunggu I’tikad baik serta pembaharuan hukum pertanahan yang berpihak untuk kesejahteraan masyarakat petani oleh Pemerintah dan Kementerian ATR/BPN pada institusi inilah harapan rakyat ditumpuhkan, bayangkan sejak zaman penjajahan belanda sampai di era reformasi saat ini masih setia menunggu ketidakjelasan, kepastian hukum tentang hak atas tanahnya, beberapa saat lagi adalah waktu yang sangat dinantikan karena berakhirnya HGU pihak Perusahaan (PT.SMM ) yang akan mengurusi perpanjangan Hak Guna Usahanya pada Kantor Pertanahan setempat.
Masyarakat petani penggarap menunggu I’tikad baik serta pembaharuan hukum pertanahan yang berpihak untuk kesejahteraan masyarakat petani oleh Pemerintah dan Kementerian ATR/BPN pada institusi inilah harapan rakyat ditumpuhkan, bayangkan sejak zaman penjajahan belanda sampai di era reformasi saat ini masih setia menunggu ketidakjelasan, kepastian hukum tentang hak atas tanahnya, beberapa saat lagi adalah waktu yang sangat dinantikan karena berakhirnya HGU pihak Perusahaan (PT.SMM ) yang akan mengurusi perpanjangan Hak Guna Usahanya pada Kantor Pertanahan setempat.
Di Kabupaten
Seluma diatas HGU PT. Sandabi Indah Lestari (PT.SIL) ex .PT. Way Sebayur Lebih
dari 511 Petani Penggarap Tanah yang
menuntut hak mereka supaya tanahnya di inclavekan dan dapat diurus &
didaftarkan haknya (Sertipikat Hak atas tanah ) pada Kantor Pertanahan
Kabupaten Seluma. Pemilik tanah kebanyakan bertempat tinggal di desa-desa
penyangga perkebunan yang sangat menanti aksi
kepastian tindakan kapan janji Pemerintah dan perusahaan di
realisasikan.
Fakta di
lapangan masalah hak-hak rakyat ini diputar balikkan dan sangat membingungkan
masyarakat masalah yang berlarut dan berkepanjangan yang tidak ada jaminan
waktu penyelesaiannya, pemilik tanah seolah-olah selalu disalahkan oleh Pemerintah.Tanah-
tanah rakyat diatas tanah HGU ( rakyat yang merampas tanah hgu pihak
perusahaan), padahal kebanyakan kenyataannya adalah tanah HGU diatas tanah
-tanah rakyat (justru Pihak Perusahaan perkebunanlah yang menindas/merampas
hak-hak rakyat ).
Dari semula
tanah HGU ini tidak terpenuhi syarat Matril (I’tikad baik pihak perusahaan) dan
syarat formal (perundang-undangan yang berlaku),tanah belum clear and clean
(belum dibayar seluruhnya ganti rugi kepada pemilik tanah yang sah) .
Dan
permasalahan ini menurut penulis timbul disebabkan kebijakan yang salah
pada masa lalu yang diakibatkan oleh 2
faktor yaitu salah dari segi konseftual dan salah dari segi tekhnisnya. Dan hal
ini jelas melanggar UUD 1945 Pasal 28 H Ayat (4) “ Setiap orang berhak
mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara
sewenang-wenang oleh siapapun“.
Tindakan pemegang HGU yang mengalihkan sebagian haknya untuk peruntukan lain adalah tindakan yang tidak konsekwen atau berpura-pura lupa/melupahkan dan bahkan suatu tindakan yang mengabaikan perintah Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( UUPA) Pasal 28 Ayat (1) “Hak Guna Usaha hanya untuk pertanian, perikanan, peternakan”. Dan bertentangan juga dengan Pasal 13 Ayat (2) UUPA
Tindakan pemegang HGU yang mengalihkan sebagian haknya untuk peruntukan lain adalah tindakan yang tidak konsekwen atau berpura-pura lupa/melupahkan dan bahkan suatu tindakan yang mengabaikan perintah Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( UUPA) Pasal 28 Ayat (1) “Hak Guna Usaha hanya untuk pertanian, perikanan, peternakan”. Dan bertentangan juga dengan Pasal 13 Ayat (2) UUPA
“Pemerintah
mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi
dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta “Sebagaimana juga dijelaskan
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah Pasal 12 Ayat (2)
“Pemegang hak guna usaha dilarang menyerahkan pengusahaan tanah hak guna usaha
kepada pihak lain,kecuali dalam hal-hal diperbolehkan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Dan tindakan Perusahaan perkebunan sudah mengabaikan perintah UUPA
dan Peraturan perundang -undangan yang berlaku pada Kementerian ATR/BPN, hal
tersebut mengakibatkan pelanggaran maladministrasi.Jika dicermati dibeberapa
tempat areal perusahaan perkebunan sudah
banyak berubah /alih fungsi lahan tidak sesuai lagi dengan
peruntukan,pemanfaatannya sebagaimana perintah UUPA .
*Penulis :
Ketua DPC ISHI (Ikatan Sarjana Hukum Indonesia ) Kabupaten Kepahiang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.