Senin, 07 Januari 2019

Waspadalah! Hukuman Bagi Anak Durhaka Akan Disegerakan di Dunia


“Diakan orangnya nakal, ibadahnya bolong-bolong, tapi kenapa rezekinya lancar ya?” demikian pertanyaan salah satu seorang teman beberapa waktu yang lalu.

Sebagian yang lain bertanya, “Kenapa ya, dia dikenal sebagai sosok yang baik, taat beragama, tetapi kehidupannya susah?”

Saya sengaja mengawali tulisan ini dengan dua pertanyaan di atas. Kenapa? Karena kita cenderung menilai seseorang dari luarnya. Padahal manusia memiliki dimensi kehidupan lain yang jarang kita ketahui.

Menjawab pertanyaan pertama, sebenarnya lancar atau seratnya rezeki bukanlah pertanda kasih sayang atau murka Allah kepada hamba-Nya. Akan tetapi, yang menjadi poin pentingnya adalah bagaimana ia menyikapi setiap kondisi yang hadir dalam teras kehidupannya. Apakah ia sosok yang mampu bersyukur ketika lapang dan bersabar ketika sempit?

Secara sederhana, dunia ini akan diberikan kepada orang yang Allah cintai dan tidak ia  cintai. Akan tetapi, nikmat agama hanya Allah berikan kepada orang yang Ia cintai.

Menjawab pertanyaan kedua, tentu berbicara dimensi rezeki  setiap orang hendaknya mengupayakan dengan aneka usaha yang baik dan halal menurut pandangan Allah. jika semua upaya sudah dikerahkan, lalu nasib belum juga berubah?

Pertanyaannya, benarkah usahanya sudah maksimal? Cara kerjanya diperbaiki? Dan yang terpenting sudahkah ia memperbaiki hubungannya kepada orang tuanya? Istri dan anak-anaknya (jika sudah berkeluarga)?

Kedua pertanyaan di atas sebenarnya memiliki keterkaitan erat pada satu simpulan pada topik yang ingin kita bahas saat ini, yaitu efek durhaka kepada orang tua.

Orang yang pertama, yang kelihatan nakal tadi bisa jadi sosok yang sangat santun, hormat, dan memuliakan orang tuanya. Sedangkan, sosok yang kedua (rajin ibadah), sering/ pernah menyakiti orang tuanya dengan goresan yang sangat dalam.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: كُلُّ الذُّنُوبِ يُؤَخِّرُ اللَّهُ تَعَالَى مِنْهَا مَا شَاءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، إِلَّا عُقُوقَ الْوَالِدَيْنِ ، فَإِنَّهُ يُعَجِّلُهُ لِصَاحِبِهِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا قَبْلَ
الْمَمَاتِ-الطبراني

Artinya: Rasulullah Shallallahun Alaihi Wasallam bersabada,”Setiap dosa-dosa, Allah Ta’ala mengakhirkan (balasannya), sebagaimana yang Dia kehendaki dari dosa-dosa itu hingga hari kiamat. Kecuali durhaka kepada kedua oranguanya, sesungguhnya Allah menyegerakan (balasan) nya bagi pelakunya saat hidup di dunia sebelum wafat.” (Riwayat At Thabarani dan Al Hakim, dishahihkan oleh Al Hakim dan As Suyuthi)

Al Munawi menyatakan bahwa Allah Ta’ala akan mengakhirkan balasan setiap dosa-dosa di hari kiamat. Maka di hari itu para pelakunya memperolah balasannya jika Allah menghendaki. Kecuali hukuman bagi siapa yang berbuat durhaka kepada kedua orangtua, yakni kedua orangtua kandung Muslim, maka Allah menyegerakannya hukuman di dunia.

Dan bagi mereka yang telah melakukan perbuatan durhaka kepada kedua orangtua, hendaklah mereka tidak terlena dengan diakhirkannya beberapa lama dampak dari dosa itu, karena balasan itu pasti akan terjadi meski di waktu yang lama.

Hal ini mungkin jawaban atas pertanyaan sebagian orang, tapi sayakan tidak pernah menyakiti hati orang tua saya. Benarkah demikian? Mungkin bukan beberapa tahun terakhir engkau menyakitinya, tetapi puluhan tahun yang lalu.

Sebagaimana Ibnu Sirin ketika ditimpa kesedihan ia menyatakan, ”Aku tahu bahwa kesedihan ini karena dosa yang telah aku lakukan 40 tahun yang lalu.”

Demikian pula dikisahkan bahwa ketika beberapa ahli ibadah menyaksikan suatu perkara (perbuatan dosa), maka ada yang mengatakan, ”Lihatlah balasannya setelah 40 tahun.” Maka benar, balasan itu terjadi setelah 40 tahun.

Imam Ad Dzhabi sendiri menyebutkan bahwa durhaka kepada kedua orangtua termasuk dosa besar. Dan hal itu sudah disepakati para ulama. (lihat, Faidh Al Qadir, 5/ 40)

Seperti apa bentuk durhaka kepada orang tua?

1. Mengucapkan perkataan yang menunjukkan tidak suka, seperti “ah” atau semacamnya, dan demikian juga membentak dan bersuara keras kepada orang tua.

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. [al-Isrâ`/17:23]

Jika ada kata yang lebih ringan dari “ah” yang menyakitkan orang tua, tentu sudah dilarang juga. Ketika mengucapkan “ah” kepada orang tua sudah dilarang, apalagi mengucapkan kata-kata yang lebih kasar dari itu atau memperlakukan mereka dengan buruk, maka itu lebih terlarang.

2.  Mengucapkan perkataan atau melakukan perbuatan yang menyebabkan orang tua bersedih hati, apalagi sampai menangis.


3. Bermuka masam dan cemberut kepada orang tua.
Sebagian orang didapati sebagai orang yang pandai bergaul, suka tersenyum, dan berwajah ceria bersama kawan-kawannya. Namun ketika masuk ke dalam rumahnya, bertemu dengan orang tuanya, dia berbalik menjadi orang yang kaku dan keras, berwajah masam dan berbicara kasar. Alangkah celakanya orang yang seperti ini. Padahal seharusnya orang yang dekat itu lebih berhak terhadap kebaikannya.

4. Mencela orang tua, baik secara langsung maupun tidak langsung.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مِنَ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ يَشْتِمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ

Dari Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘Ash, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Termasuk dosa besar, (yaitu) seseorang mencela dua orang tuanya,” mereka bertanya, “Wahai Rasûlullâh, adakah orang yang mencela dua orang tuanya ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, seseorang mencela bapak orang lain, lalu orang lain itu mencela bapaknya. Seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain itu mencela ibunya.” [HR al-Bukhâri, no. 5 628; Muslim, no. 90. Lafazh hadits ini milik Imam Muslim]

5. Memandang sinis kepada orang tua.
Yaitu memandangnya dengan sikap merendahkan, menghinakan, atau kebencian.
Disinilah salah satu dahsyatnya ajaran islam, cara memandang orang tua pun salah satu indikator apakah anak itu termasuk anak yang berbakti atau tidak.

6. Malu menyebut mereka sebagai orang tuanya.
Sebagian anak diberi kemudahan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam masalah duniawi, sehingga ia menjadi orang terpandang di hadapan masyarakat. Namun sebagian mereka kemudian merasa malu mengakui keadaan orang tuanya yang terbelakang di dalam tingkat sosial atau ekonominya.

7. Memerintah orang tua.
Seperti memerintah ibu untuk menyapu rumah, mencuci baju, menyiapkan makanan. Tindakan ini tidak layak, apalagi jika ibu dalam keadaan lemah, sakit, atau sudah tua. Namun jika sang ibu melakukan dengan sukarela dan senang hati, dalam keadaan sehat dan kuat, maka tidak jadi masalah.

8. Memberatkan orang tua dengan banyak permintaan.
Sebagian orang banyak menuntut orang tuanya dengan berbagai permintaan, padahal orang tuanya dalam keadaan tidak mampu. Ada anak yang meminta dibelikan baju-baju model baru, handphone baru, sepeda motor, atau lainnya. Bahkan ada seseorang sudah menikah, kemudian meminta orang tuanya untuk dibelikan mobil, atau dibuatkan rumah, atau meminta uang yang banyak, dan semacamnya.

9. Lebih mementingkan isteri daripada orang tua.
Sebagian orang lebih mentaati isterinya daripada mentaati kedua orang tuanya. Sebagian orang berlebihan dalam menampakkan kecintaan kepada isterinya di hadapan orang tua, tetapi pada waktu yang sama ia bersikap kasar kepada orang tuanya.

10. Meninggalkan orang tua ketika masa tua atau saat membutuhkan anaknya.
Sebagian anak ketika menginjak dewasa memiliki pekerjaan yang mengharuskannya untuk meninggalkan orang tuanya, lalu ia sibuk dengan urusannya sendiri. Sehingga sama sekali tidak melakukan kebaikan untuk orang tuanya, baik dengan doa, bantuan uang, tenaga, maupun lainnya.

Inilah diantara bentuk-bentuk kedurhakaan yang harus ditinggalkan. Demikian juga bentuk-bentuk lainnya yang merupakan kedurhakaan, maka harus dijauhi. Semoga Allâh selalu membimbing kita dalam kebaikan.

Terakhir,

1. Jika kehidupan kita saat ini berlimpah pun, tapi masih sering menyakiti orang tua. Itu ibarat bom waktu yang waktunya berjalan terus dan siap meledak sesuai waktunya.

2. Jika saat ini hati kita sempit dan semangat untuk berusaha kurang mari segera bertaubat kepada Allah dan perbaiki hubungan baik dengan orang tua. Karena hukuman yang disegerakan itu pun beragam, salah satunya dilanda kesedihan dan kehampaan di tengah materi yang berlimpah.

3. Ujian sebenarnya ketika berbakti kepada orang tua bukanlah saat orang tua sedang sehat, gagah, kaya, dan terhormat. Akan tetapi, ujian berbakti kepada mereka yang sebenarnya dimulai ketika mereka sudah tidak berdaya, sulit berdiri, sudah berbaring di tempat tidur, sudah mulai pikun. Apakah kita masih bisa berbakti kepada mereka?

4. Berdasarkan hadist nabi tentang terputusnya amalan selain tiga perkara, salah satunya  doa  anak yang sholeh. Artinya, salah satu indikator mengukur kesholehan seorang anak adalah kekhusyuan seorang anak mendoakan orang tua (terutama setelah selesai sholat).

5. Tulisan ini ditujukan untuk diri saya sendiri sebagai pengingat agar bisa terus berbakti dan semoga bermanfaat untuk orang lain.

Semoga Allah membimbing kita untuk senantiasa berbakti kepada mereka hingga akhir hayatnya. 

Tulisan terkait: Ada Surga di Rumahmu

Keterangan Foto: Saat kunjungan ke rumah orang tua Pak Muslim, salah satu anggota pengajian di Condet, Jakarta. Tubuh dan pikiran yang lemah tidak menghalanginya untuk tetap berbakti kepada orang tuanya.

Bengkulu, 1 Jumadil Awwal 1440 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.