“Diakan orangnya nakal, ibadahnya bolong-bolong,
tapi kenapa rezekinya lancar ya?” demikian pertanyaan salah satu seorang teman
beberapa waktu yang lalu.
Sebagian yang lain bertanya, “Kenapa ya, dia dikenal
sebagai sosok yang baik, taat beragama, tetapi kehidupannya susah?”
Saya sengaja mengawali tulisan ini dengan dua
pertanyaan di atas. Kenapa? Karena kita cenderung menilai seseorang dari
luarnya. Padahal manusia memiliki dimensi kehidupan lain yang jarang kita
ketahui.
Menjawab pertanyaan pertama, sebenarnya lancar
atau seratnya rezeki bukanlah pertanda kasih sayang atau murka Allah kepada
hamba-Nya. Akan tetapi, yang menjadi poin pentingnya adalah bagaimana ia
menyikapi setiap kondisi yang hadir dalam teras kehidupannya. Apakah ia sosok
yang mampu bersyukur ketika lapang dan bersabar ketika sempit?
Secara sederhana, dunia ini akan diberikan kepada
orang yang Allah cintai dan tidak ia
cintai. Akan tetapi, nikmat agama hanya Allah berikan kepada orang yang
Ia cintai.
Menjawab pertanyaan kedua, tentu berbicara
dimensi rezeki setiap orang hendaknya
mengupayakan dengan aneka usaha yang baik dan halal menurut pandangan Allah.
jika semua upaya sudah dikerahkan, lalu nasib belum juga berubah?
Pertanyaannya, benarkah usahanya sudah maksimal? Cara
kerjanya diperbaiki? Dan yang terpenting sudahkah ia memperbaiki hubungannya
kepada orang tuanya? Istri dan anak-anaknya (jika sudah berkeluarga)?
Kedua pertanyaan di atas sebenarnya memiliki
keterkaitan erat pada satu simpulan pada topik yang ingin kita bahas saat ini,
yaitu efek durhaka kepada orang tua.
Orang yang pertama, yang kelihatan nakal tadi
bisa jadi sosok yang sangat santun, hormat, dan memuliakan orang tuanya. Sedangkan,
sosok yang kedua (rajin ibadah), sering/ pernah menyakiti orang tuanya dengan
goresan yang sangat dalam.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
كُلُّ الذُّنُوبِ يُؤَخِّرُ اللَّهُ تَعَالَى مِنْهَا مَا شَاءَ إِلَى
يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، إِلَّا عُقُوقَ الْوَالِدَيْنِ ، فَإِنَّهُ
يُعَجِّلُهُ لِصَاحِبِهِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا قَبْلَ
الْمَمَاتِ-الطبراني
Artinya: Rasulullah Shallallahun Alaihi Wasallam
bersabada,”Setiap dosa-dosa, Allah Ta’ala mengakhirkan (balasannya),
sebagaimana yang Dia kehendaki dari dosa-dosa itu hingga hari kiamat. Kecuali
durhaka kepada kedua oranguanya, sesungguhnya Allah menyegerakan (balasan) nya
bagi pelakunya saat hidup di dunia sebelum wafat.” (Riwayat At Thabarani dan Al
Hakim, dishahihkan oleh Al Hakim dan As Suyuthi)
Al Munawi menyatakan bahwa Allah Ta’ala akan
mengakhirkan balasan setiap dosa-dosa di hari kiamat. Maka di hari itu para
pelakunya memperolah balasannya jika Allah menghendaki. Kecuali hukuman bagi
siapa yang berbuat durhaka kepada kedua orangtua, yakni kedua orangtua kandung
Muslim, maka Allah menyegerakannya hukuman di dunia.
Dan bagi mereka yang telah melakukan perbuatan
durhaka kepada kedua orangtua, hendaklah mereka tidak terlena dengan
diakhirkannya beberapa lama dampak dari dosa itu, karena balasan itu pasti akan
terjadi meski di waktu yang lama.
Hal ini mungkin jawaban atas pertanyaan sebagian
orang, tapi sayakan tidak pernah menyakiti hati orang tua saya. Benarkah demikian?
Mungkin bukan beberapa tahun terakhir engkau menyakitinya, tetapi puluhan tahun
yang lalu.
Sebagaimana Ibnu Sirin ketika ditimpa kesedihan
ia menyatakan, ”Aku tahu bahwa kesedihan ini karena dosa yang telah aku lakukan
40 tahun yang lalu.”
Demikian pula dikisahkan bahwa ketika beberapa
ahli ibadah menyaksikan suatu perkara (perbuatan dosa), maka ada yang
mengatakan, ”Lihatlah balasannya setelah 40 tahun.” Maka benar, balasan itu
terjadi setelah 40 tahun.
Imam Ad Dzhabi sendiri menyebutkan bahwa durhaka
kepada kedua orangtua termasuk dosa besar. Dan hal itu sudah disepakati para
ulama. (lihat, Faidh Al Qadir, 5/ 40)
Seperti apa bentuk durhaka kepada orang tua?
1. Mengucapkan perkataan yang menunjukkan tidak
suka, seperti “ah” atau semacamnya, dan demikian juga membentak dan bersuara
keras kepada orang tua.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا
تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ
الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا
وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. [al-Isrâ`/17:23]
Jika ada kata yang lebih ringan dari “ah” yang
menyakitkan orang tua, tentu sudah dilarang juga. Ketika mengucapkan “ah”
kepada orang tua sudah dilarang, apalagi mengucapkan kata-kata yang lebih kasar
dari itu atau memperlakukan mereka dengan buruk, maka itu lebih terlarang.
2. Mengucapkan perkataan atau melakukan perbuatan yang menyebabkan orang tua bersedih hati, apalagi sampai menangis.
3. Bermuka masam dan cemberut kepada orang tua.
Sebagian orang didapati sebagai orang yang pandai
bergaul, suka tersenyum, dan berwajah ceria bersama kawan-kawannya. Namun
ketika masuk ke dalam rumahnya, bertemu dengan orang tuanya, dia berbalik
menjadi orang yang kaku dan keras, berwajah masam dan berbicara kasar. Alangkah
celakanya orang yang seperti ini. Padahal seharusnya orang yang dekat itu lebih
berhak terhadap kebaikannya.
4. Mencela orang tua, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ : مِنَ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ
هَلْ يَشْتِمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ
أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ
Dari Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘Ash, bahwa
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Termasuk dosa besar,
(yaitu) seseorang mencela dua orang tuanya,” mereka bertanya, “Wahai
Rasûlullâh, adakah orang yang mencela dua orang tuanya ?” Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, seseorang mencela bapak orang lain, lalu orang
lain itu mencela bapaknya. Seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain
itu mencela ibunya.” [HR al-Bukhâri, no. 5 628; Muslim, no. 90. Lafazh hadits
ini milik Imam Muslim]
5. Memandang sinis kepada orang tua.
Yaitu memandangnya dengan sikap merendahkan,
menghinakan, atau kebencian.
Disinilah salah satu dahsyatnya ajaran islam, cara memandang orang tua pun salah satu indikator apakah anak itu termasuk anak yang berbakti atau tidak.
6. Malu menyebut mereka sebagai orang tuanya.
Sebagian anak diberi kemudahan oleh Allâh Azza wa
Jalla dalam masalah duniawi, sehingga ia menjadi orang terpandang di hadapan
masyarakat. Namun sebagian mereka kemudian merasa malu mengakui keadaan orang
tuanya yang terbelakang di dalam tingkat sosial atau ekonominya.
7. Memerintah orang tua.
Seperti memerintah ibu untuk menyapu rumah,
mencuci baju, menyiapkan makanan. Tindakan ini tidak layak, apalagi jika ibu
dalam keadaan lemah, sakit, atau sudah tua. Namun jika sang ibu melakukan
dengan sukarela dan senang hati, dalam keadaan sehat dan kuat, maka tidak jadi masalah.
8. Memberatkan orang tua dengan banyak
permintaan.
Sebagian orang banyak menuntut orang tuanya
dengan berbagai permintaan, padahal orang tuanya dalam keadaan tidak mampu. Ada
anak yang meminta dibelikan baju-baju model baru, handphone baru, sepeda motor,
atau lainnya. Bahkan ada seseorang sudah menikah, kemudian meminta orang tuanya
untuk dibelikan mobil, atau dibuatkan rumah, atau meminta uang yang banyak, dan
semacamnya.
9. Lebih mementingkan isteri daripada orang tua.
Sebagian orang lebih mentaati isterinya daripada
mentaati kedua orang tuanya. Sebagian orang berlebihan dalam menampakkan
kecintaan kepada isterinya di hadapan orang tua, tetapi pada waktu yang sama ia
bersikap kasar kepada orang tuanya.
10. Meninggalkan orang tua ketika masa tua atau
saat membutuhkan anaknya.
Sebagian anak ketika menginjak dewasa memiliki
pekerjaan yang mengharuskannya untuk meninggalkan orang tuanya, lalu ia sibuk
dengan urusannya sendiri. Sehingga sama sekali tidak melakukan kebaikan untuk
orang tuanya, baik dengan doa, bantuan uang, tenaga, maupun lainnya.
Inilah diantara bentuk-bentuk kedurhakaan yang
harus ditinggalkan. Demikian juga bentuk-bentuk lainnya yang merupakan
kedurhakaan, maka harus dijauhi. Semoga Allâh selalu membimbing kita dalam
kebaikan.
Terakhir,
1. Jika kehidupan kita saat ini berlimpah pun,
tapi masih sering menyakiti orang tua. Itu ibarat bom waktu yang waktunya
berjalan terus dan siap meledak sesuai waktunya.
2. Jika saat ini hati kita sempit dan semangat
untuk berusaha kurang mari segera bertaubat kepada Allah dan perbaiki hubungan
baik dengan orang tua. Karena hukuman yang disegerakan itu pun beragam, salah
satunya dilanda kesedihan dan kehampaan di tengah materi yang berlimpah.
3. Ujian sebenarnya ketika berbakti kepada orang
tua bukanlah saat orang tua sedang sehat, gagah, kaya, dan terhormat. Akan tetapi,
ujian berbakti kepada mereka yang sebenarnya dimulai ketika mereka sudah tidak
berdaya, sulit berdiri, sudah berbaring di tempat tidur, sudah mulai pikun. Apakah
kita masih bisa berbakti kepada mereka?
4. Berdasarkan hadist nabi tentang terputusnya amalan selain tiga perkara, salah satunya doa anak yang sholeh. Artinya, salah satu indikator mengukur kesholehan seorang anak adalah kekhusyuan seorang anak mendoakan orang tua (terutama setelah selesai sholat).
5. Tulisan ini ditujukan untuk diri saya sendiri sebagai pengingat agar bisa terus berbakti dan semoga bermanfaat untuk orang lain.
4. Berdasarkan hadist nabi tentang terputusnya amalan selain tiga perkara, salah satunya doa anak yang sholeh. Artinya, salah satu indikator mengukur kesholehan seorang anak adalah kekhusyuan seorang anak mendoakan orang tua (terutama setelah selesai sholat).
5. Tulisan ini ditujukan untuk diri saya sendiri sebagai pengingat agar bisa terus berbakti dan semoga bermanfaat untuk orang lain.
Semoga Allah membimbing kita untuk senantiasa berbakti kepada mereka hingga akhir hayatnya.
Tulisan terkait: Ada Surga di Rumahmu
Keterangan Foto: Saat kunjungan ke rumah orang tua Pak Muslim, salah satu anggota pengajian di Condet, Jakarta. Tubuh dan pikiran yang lemah tidak menghalanginya untuk tetap berbakti kepada orang tuanya.
Tulisan terkait: Ada Surga di Rumahmu
Keterangan Foto: Saat kunjungan ke rumah orang tua Pak Muslim, salah satu anggota pengajian di Condet, Jakarta. Tubuh dan pikiran yang lemah tidak menghalanginya untuk tetap berbakti kepada orang tuanya.
Bengkulu, 1 Jumadil Awwal 1440 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.