Manusia memiliki
kesempatan untuk ma'rifatullah (kesanggupan mengenal Allah). Kesanggupan ini
Allah karuniakan kepada manusia karena mereka memiliki akal dan hati nurani.
Inilah karunia Allah yang sangat besar bagi manusia. Orang-orang yang hatinya
hidup akan bisa mengenal dirinya, dan pada akhirnya akan berhasil pula mengenal
Tuhannya. Tidak ada kekayaan termahal dalam hidup ini kecuali keberhasilan
mengenal diri dan Tuhannya.
Siapapun yang tidak
bersungguh-sungguh menghidupkan hati nuraninya, dia akan jahil, baik dalam
mengenal diri, terlebih lagi dalam mengenal Tuhannya. Orang-orang yang
sepanjang hidupnya tidak pernah mampu mengenal dirinya dengan baik, tidak akan
pernah tahu harus bagaimana menyikapi hidup ini, apalagi merasakan indahnya
hidup. Karena itu, hampir dapat dipastikan bahwa yang dikenalnya hanyalah dunia
belaka.
Akibatnya, semua
kalkulasi perbuatan yang ia lakukan, tidak bisa tidak, hanya akan diukur oleh
aksesoris dunia belaka. Dia menghargai orang semata-mata karena orang tersebut
berpangkat, kaya raya, dan terkenal. Demikian pula dirinya sendiri merasa
berharga di mata orang itu, karena ia merasa memiliki kelebihan duniawi
dibandingkan dengan orang lain.
Ada pun dalam hal
mencari harta, gelar, pangkat, dan jabatan, dia tidak akan memperdulikan dari
mana datangnya dan ke mana perginya. Sebagian orang ternyata tidak mempunyai
cukup waktu dan ketangguhan untuk bisa mengenal hati nuraninya sendiri.
Akibatnya menjadi tidak sabar menghadapi kehidupan duniawi yang serba singkat
ini. Karena itu, hendaknya kita menyadari bahwa hati inilah pusat segala
kesejukan dan keindahan dalam hidup ini.
Lihatlah seorang
ibu yang berjuang membesarkan anaknya, mulai dari saat mengandung yang
melelahkan, kemudian saat melahirkan antara hidup dan mati, setelah melahirkan
ia harus menjaga bayinya siang malam. Ketika tiba saatnya si buah hati
berjalan, ibu pun dengan seksama membimbing dan menjaganya.
Proses itu berjalan
terus hingga dewasa. Pendek kata, ketika kecil menjadi beban, sudah besar pun
tak kurang pula menyusahkannya. Begitu panjangnya rentang waktu yang harus
dijalani orang tua dalam menanggung beban. Mengapa orang tua bisa bertahan dan
berkorban terus-menerus demi anaknya? Jawabnya karena mereka mempunyai hati
nurani yang dari dalamnya terpancar kasih sayang yang tulus dan suci.
Walau tidak ada
imbalan langsung dari sang anak, namun nurani yang penuh kasih sayang inilah
yang membuatnya tahan terhadap segala kesulitan dan penderitaan. Bahkan,
sesuatu yang menyengsarakan pun terasa tidak menjadi beban. Oleh karena itu,
beruntunglah orang yang ditakdirkan memiliki kekayaan berupa harta kekayaan
yang banyak. Akan tetapi, hal terpenting yang harus selalu kita jaga dan kita
rawat adalah kekayaan batin kita berupa hati nurani ini.
Hati nurani yang
penuh dengan cahaya kebenaran akan membuat pemiliknya merasakan indah dan
lezatnya hidup ini karena selalu akan merasakan kedekatan dengan Allah SWT.
Sebaliknya, waspadalah bila cahaya nurani mulai redup. Hal itu akan membuat
pemiliknya selalu merasakan kesengsaraan lahir batin karena senantiasa merasa
terjauhkan dari rahmat dan pertolongan-Nya.
Tuhan kita
menciptakan dunia beserta segala isinya dari unsur tanah, dan itu berarti
senyawa dengan tubuh kita karena sama-sama terbuat dari tanah. Karenanya, untuk
memenuhi kebutuhan tubuh kita tidaklah cukup dengan berzikir, tetapi harus
dipenuhi dengan aneka perangkat dan makanan yang sumbernya dari tanah pula.
Bila perut terasa
lapar, maka kita santap beraneka makanan yang sumbernya ternyata dari tanah.
Bila tubuh kedinginan, kita pun mengenakan pakaian yang bila ditelusuri
ternyata unsur-unsurnya bersumber dari tanah. Demikian pula bila suatu ketika
kita sakit, maka carilah obat-obatan yang juga diolah dari komponen yang
berasal dari tanah pula. Pendek kata, untuk segala macam keperluan tubuh, kita
mencarikan jawabannya dari tanah.
Akan tetapi, qalbu
ini ternyata tidak satu senyawa dengan unsur-unsur tanah, sehingga ia akan
terpuaskan laparnya, dahaganya, sakitnya, serta kebersihannya semata-mata
dengan mengingat Allah. "Alaa bi dzikrillahi tathma'innul quluub".
Camkan selalu, hatimu hanya akan tenteram jika selalu ingat pada Allah. (QS.
Ar-Ra'du: 28)
Kita memiliki
banyak kebutuhan untuk fisik kita, tapi kita pun memiliki kebutuhan untuk qalbu
kita. Oleh karena itu, marilah kita mengarungi dunia ini sambil memenuhi
kebutuhan fisik dengan unsur dunia, tapi hati nurani dan unsur kejiwaan kita
harus tetap tertambat kepada Dzat Pemilik dunia dan segala isinya.
Dengan kata lain,
tubuh kita sibuk dengan urusan dunia, tapi hati kita harus sibuk dengan Allah.
Inilah tugas kita sebenarnya. Sekali saja kita salah dalam mengelola hati
--tubuh dan hati sama-sama sibuk dengan urusan duniawi-- kita akan dibuat stres
dan ketidaktenteraman yang berkepanjangan. Hari-hari akan selalu diliputi
kecemasan.
Kita takut ada yang
menghalangi, takut tidak kebagian, takut terjegal, dan sebagainya. Ini semua
diakibatkan sibuknya seluruh jasmani dan ruhani kita dengan urusan duniawi
semata. Hal ini sangat berpotensi meredupkan hati nurani kita. Bahkan, lebih
jauh memungkinkan hati kita menjadi mati. Na'udzubillah. Kita perlu
meningkatkan kewaspadaan agar jangan sampai mengalami musibah semacam ini.
Tapi, bagaimana
caranya agar kita mampu senantiasa membuat hati nurani tetap hidup dan
bercahaya? Secara umum solusinya adalah seperti yang telah disebutkan di atas.
Kita harus berjuang semaksimal mungkin agar hati ini jangan sampai terlalaikan
dari mengingat Allah. Mulailah dengan mengenali apa yang ada pada diri kita.
Mudah-mudahan
ikhtiar ini manjadi jalan bagi kita untuk dapat lebih mengenal Allah, Dzat yang
telah menciptakan dan mengurus diri dan alam semesta ini. Dia adalah Dzat
pembolak-balik hati, yang tidak akan sulit membalikan hati yang redup dan kusam
menjadi hati yang terang dan hidup dengan cahaya-Nya.
Wallahu a'lam
bish-shawab.
Photo Credit: sovahphysicians.com
Jakarta, 11 Rabiul Akhir 1440 H
Photo Credit: sovahphysicians.com
Jakarta, 11 Rabiul Akhir 1440 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.